Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
ilustrasi ibu menggendong bayi (pexels.com/Helena Lopes)
ilustrasi ibu menggendong bayi (pexels.com/Helena Lopes)

Selama masa tumbuh dan berkembang, pemenuhan gizi anak sangat penting untuk masa depan. Karena itu, masa tumbuh kembang anak disebut masa emas.

Karena beberapa alasan, gizi si Kecil tidak terpenuhi. Akibatnya, ia pun mengalami stunting. Berita baiknya, stunting bisa dicegah dan ditangani, Ma. Selain memenuhi gizi, orangtua juga harus mengetahui ciri-ciri stunting.

Salah satu ciri stunting adalah tinggi badan yang rendah sesuai dengan anak seusianya. Tapi jika tinggi badan anak stuck, kapan harus curiga stunting? Yuk, simak penjelasan dokter yang sudah Popmama.com rangkum pada ulasan berikut ini, Ma.

ilustrasi menimang anak bayi (pexels.com/mateusz-dach)

Apa Itu Stunting?

Dilansir dari World Health Organization atau WHO, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat.

Anak bisa dikatakan stunting jika tinggi badan (untuk usia yang setara) mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Stunting yang terjadi pada awal kehidupan (1000 hari pertama sejak konsepsi hingga usia 2 tahun) memiliki konsekuensi fungsional yang merugikan pada anak di masa depan, Ma.

Dalam jangka pendek, stunting bisa menyebabkan beberapa hal berikut ini:

  • Memengaruhi perkembangan otak bayi

  • Memengaruhi pertumbuhan tulang dan otot bayi, berat dan tinggi badan, serta komposisi tubuh

  • Memengaruhi hormon serta metabolisme

Dalam jangka pendek, efek stunting belum terlalu jelas. Namun itu baru akan terasa si Anak memasuki dunia sekolah. Misalnya ia akan mengalami kesulitan dalam bahasa, matematika, atau mengikuti pelajaran.

Stunting dan kekurangan gizi menyebabkan perkembangan otak terganggu sehingga memengaruhi kemampuan kognitif anak kelak.

Jika stunting dan kekurangan gizi ini tidak ditangani dengan cepat, kemungkinan anak hanya mencapai 65% IQ normal, yaitu kurang dari 90. Artinya, ia hanya bisa bersekolah maksimal sampai bangku SMP aja. Dalam jangka panjang IQ akan turun sekitar 15-20 poin.

Untuk mengatasinya, terapi nutrisi dan stimulasi bermain dibutuhkan agar bayi atau balita bisa mencapai kecerdasan normal sesuai usianya.

Ilustrasi bayi menangis (Pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Tinggi Badan Anak Stuck, Kapan Harus Curiga Stunting? Ini Kata Dokter

Disebutkan di atas bahwa si Kecil bisa disebut stunting jika tinggi badannya lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO. Kalau begitu, bila tinggi badan bayi bertambah sedikit atau stuck, apakah berarti ia mengalami stunting? Kapan orangtua harus curiga bila si Kecil mengalami stunting?

Menurut dr. Bagus Budi Santoso, Sp. A dalam Instagram pribadinya, anak pendek belum tentu stunting. Faktor keturunan menjadi penyebab lain si Kecil pendek, Ma. Tapi, bagaimana membedakannya, ya?

Untuk mengetahui apakah bayi mengalami stunting atau tidak, orangtua perlu mengetahui apakah tinggi atau panjang badan tidak naik 2-3 bulan pengukuran atau selalu di bawah garis kurva merah pertumbuhan.

ilustrasi bayi (pexels.com/RDNE Stock project)

Bagaimana Membedakan antara Bayi Pendek Biasa dan Bayi Stunting?

Pada bayi yang mengalami stunting, terjadi penurunan berat badan atau berat badannya tidak naik dalam waktu lama. Lalu, tinggi badan bayi di bawah dari garis merah atau minimal 2 standar deviasi. Bayi yang mengalami stunting juga sering sakit, misalnya batuk pilek atau sulit makan. dr. Bagus juga menambahkan, bayi yang mengalami stunting juga sering mengalami gangguan perkembangan atau keterlambatan pada motorik kasar, motorik halus, atau perkembangan bicara.

Pada bayi pendek biasa, kenaikan berat badannya normal, Ma. Lalu kenaikan panjang badan atau tinggi badannya proporsional. Tinggi badan si Kecil tetap naik, naik di persentil rendah, sehingga bayi tampak pendek dibandingkan dengan bayi seusianya. Pada bayi yang pendek, biasanya ia tampak aktif serta tidak mengalami gangguan serta keterlambatan tumbuh kembang.

Cara paling sederhana untuk melakukan deteksi dini stunting pada bayi adalah dengan melakukan pengukuran berat dan tinggi badan secara rutin dan menandakannya di grafik pertumbuhan anak, Ma. Jika grafiknya tidak naik atau mendarar, itu merupakan indikator adanya gangguan pertumbuhan. Bila ini terjadi, segera bawa si Kecil ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ya, Ma.

ilustrasi bayi minum susu (pexels.com/Sarah Chai)

Pencegahan Stunting Sejak Dini

Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting sejak dini:

  • Mengonsumsi sumber pangan hewani yang tersedia di lingkungan, misalnya jika di pasar lebih banyak telur dan daging ayam, makan konsumsilah kedua jenis itu. Konsumsi telur sebutir sehari saat usia 6-9 bulan terbukti menurunkan prevalensi stunting sebesar 47%.

  • Inisiasi menyusu dini (1 jam setelah melahirkan).

  • Makanan pendamping ASI diberikan paling lambat saat bayi berusia 6 bulan. Kondisi ini berbeda-beda pada setiap bayi. Tergantung pada kebutuhannya. Bisa saja di usia 4 bulan, ASI tidak mencukupi kebutuhan nutrisi hariannya.

  • Pemberian MPASI tepat waktu, mengandung nutrisi yang seimbang, dan aman.

  • Bagi bayi dan balita yang mengalami kekurangan berat badan, terapi nutrisi harus diterapkan.

  • Bagi bayi dan balita yang sudah didiagnosis stunting, dilakukan pemberian ASI dan terapi nutrisi sesuai dengan kondisinya.

Itu penjelasan tentang kapan harus curiga stunting jika tinggi anak stuck. Jadi, anak pendek belum tentu stunting, ya, Ma. Ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan untuk melakukan diagnosa. Semoga si Kecil selalu sehat, Ma!

Editorial Team