5 Cara Menanamkan Jiwa Kompetitif yang Sehat pada Anak

Memiliki perasaan ingin menang tetap perlu memiliki batasan tersendiri.

13 Mei 2022

5 Cara Menanamkan Jiwa Kompetitif Sehat Anak
Freepik/Pch.vector

Daya saing itu sendiri mungkin tidak buruk, tetapi kita ingin menyadari bahwa ada potensi bagi anak-anak untuk mengembangkan diri mereka dalam lingkungan yang kompetitif.

Tanpa bimbingan yang tepat, terlalu mudah bagi anak-anak Papa untuk mulai merasa bahwa mereka memiliki keterampilan ataupun tidak, atau mereka mulai membandingkan "baik" atau "buruk" diri mereka dengan orang lain .

Dalam hal ini, kita sebagai orangtua perlu membantu mereka mengembangkan pikiran untuk tidak hanya memaksimalkan potensi mereka, tetapi juga membantu mereka menikmati aspek kompetitif dan kehidupan.

Jadi bagaimana orangtua dapat membantu anak-anak mereka untuk mengadopsi mindset berkembang versus mindset tetap?

Di bawah ini Popmama.com sudah merangkum cara menanamkan jiwa kompetitif yang sehat pada anak. Yuk disimak!

1. Hubungkan kemenangan dengan usaha

1. Hubungkan kemenangan usaha
Pexels/RODNAE Production

Anak-anak sering berpikir menang sebagai hasil dari bakat atau keberuntungan. Untuk menumbuhkan pola pikir kompetitif yang sehat, jelaskan bahwa hasil positif adalah hasil dari banyak upaya yang mereka lakukan.

Diskusikan bagaimana pemain terbaik adalah mereka yang paling banyak berlatih dan bekerja paling keras.

Untuk membantu anak Papa memahami konsep ini, mintalah mereka melakukan penelitian tentang panutan olahraga mereka. Mereka akan belajar berapa banyak kerja dan usaha yang dilakukan untuk kesuksesan setiap atlet.

Memuji usaha tanpa hasil dikenal sebagai pola pikir pertumbuhan yang salah, dan sebenarnya bisa berbahaya.

Anak-anak tahu kapan mereka benar-benar bekerja keras dan tampil baik, dan apabila kita mengatakan sebaliknya dapat membingungkan atau bahkan mengecilkan hati mereka untuk tetap berusaha kedepannya.

Kemenangan pantas mendapatkan perayaan dan penghargaan, tetapi tetap kita harus tetap menghubungkannya dengan kegigihan anak dan usahanya.

Editors' Pick

2. Artikan kembali kata sukses

2. Artikan kembali kata sukses
Freepik/Gpointstudio

Sejak awal, jelaskan bahwa pencapaian tidak selalu berarti menang. Tetapkan tujuan berbasis kinerja daripada tujuan berbasis hasil.

Menangkap bola, bekerja keras selama latihan, atau belajar dari pengalaman semuanya dapat didefinisikan sebagai kesuksesan.

Karena hasil dari sebuah permainan biasanya di luar kendali kita, maka yang bisa kita fokuskan adalah upaya yang kita keluarkan.

Tanyakan kepada anak-anak, “Apa yang kamu harapkan untuk dipelajari dari ini?” atau “Apa tujuan kamu untuk diri sendiri?” untuk mengembangkan niat lebih dari sekadar memenangkan permainan.

Kita dapat menanamkan pemikiran kepada anak bahwa bangkit kembali setelah kalah juga bisa dianggap sebagai pencapaian. Kegagalan tidak hanya membantu dalam membangun ketahanan tetapi juga semangat untuk menjadi lebih baik.

3. Belajar dari kompetisi

3. Belajar dari kompetisi
Freepik/edophoto

Wajar bagi anak-anak untuk membandingkan diri mereka dan kinerja mereka dengan orang lain. Faktanya, itu adalah bagian dari bagaimana anak-anak mengetahui siapa mereka.

Tetapi akan menjadi tidak sehat apabila mereka tidak merasa mereka tidak percaya diri dan mengurungkan niat mereka untuk menjadi yang lebih baik.

Sebaliknya, anak-anak dapat belajar untuk terinspirasi oleh pesaing mereka. Mintalah anak-anak bertanya pada diri mereka sendiri, "Apa yang mereka ajarkan kepada saya?" atau “Apa yang mereka lakukan yang ingin saya pelajari?”

Anak-anak juga dapat belajar untuk bersaing dari pengalaman mereka sendiri, kesuksesan seorang anak bisa menjadi waktu yang lebih cepat daripada yang dia miliki atau bertahan melalui tantangan yang tidak bisa dia lakukan sebelumnya.

4. Ciptakan budaya kompetitif yang sehat

4. Ciptakan budaya kompetitif sehat
Freepik
Ilustrasi

Menanamkan jiwa kompetitif dalam diri anak tidaklah sama dengan menyuburkan kebenciannya terhadap lawan. Lawan ada tidak untuk dibenci melaikan tanpa lawan, tidak akan ada kompetisi.

Oleh karena itu, keberadaan lawan dalam kompetisi sebenarnya sama pentingnya dengan adanya teman dalam kehidupan sehari-hari anak.

Sportivitas yang baik adalah komponen penting dari budaya kompetisi yang sehat. Dengan rendah hati menerima kemenangan dan dengan lapang dada menerima kekalahan adalah perilaku yang dipelajari, yang tidak secara otomatis diketahui oleh anak-anak.

Ajari anak-anak untuk berjabat tangan dengan lawan sebagai cara sederhana untuk menunjukkan jiwa kompetitif yang baik.

Dalam membangun lingkungan kompetitif, lakukan brainstorming dengan anak-anak tentang tim seperti apa yang ingin mereka bangun.

Apa cara khusus yang dapat mereka berikan untuk berkontribusi pada visi mereka? Mungkin memuji rekan tim atau membantu membuat daftar aturan sportivitas yang baik?

Atau mungkin anak Papa ingin mengadakan ritual setelah pertandingan seperti pergi membeli es krim atau bermain. Apa pun ide mereka, menciptakan perasaan tim yang positif sangat penting untuk anak.

5. Latihan di rumah

5. Latihan rumah
Freepik/prostooleh

Terakhir, cara sederhana untuk melatih pola pikir kompetitif yang sehat pada anak adalah melalui permainan keluarga.

Sebelum bermain, pertimbangkan permainan atau aktivitas yang berpotensi dimenangkan oleh anak-anak, dan jaga agar tetap adil.

Mempertahankan nada yang ringan dan menyenangkan sepanjang permainan dapat meredakan ketegangan dan memungkinkan anak-anak untuk mengelola perasaan mereka tentang hasilnya dengan lebih mudah.

Lakukan brainstorming dengan anak-anak tentang apa yang akan terjadi setelah mereka menang atau kalah.

Akankah hal-hal dalam hidup pada umumnya tetap sama dengan salah satu hasil? Jawabannya mungkin ya. Menang terasa menyenangkan dan kalah terasa buruk, tetapi tidak ada keadaan yang permanen.

Itulah beberapa cara menanamkan jiwa kompetitif yang sehat pada anak. Kalau di rumah, biasanya bagaimana Papa mendidik anak, ya?

Baca Juga:

The Latest