Eksklusif: Perbedaan Bercanda & Bully, Orangtua Wajib Ajarkan ke Anak!

Jangan sampai anak anggap tindakan bullying ke temannya sebagai bentuk candaan

8 Agustus 2022

Eksklusif Perbedaan Bercanda & Bully, Orangtua Wajib Ajarkan ke Anak
Pexels/RODNAE Productions

Di masa teknologi informasi yang makin luas dan bisa dirasakan hampir semua kalangan, ada ketakutan yang terus menghantui. Mulai dari kebocoran data informasi, anak terpapar konten yang tidak sesuai umurnya hingga perundungan di dunia maya.

Sebagai anak-anak, kadang mereka masih abu-abu antara perundungan atau bullying dan niat bercanda. Jika orangtua tidak meluruskan, maka efeknya bisa terus dilakukan oleh anak-anak tersebut tanpa tahu akibatnya.

Tentu ini menjadi kewaspadaan tersendiri untuk orangtua. Diungkapkan oleh Veronica Adesla, M.Psi., Psikolog seorang Psikolog Klinis & Co-Founder Ohana Space secara khusus kepada Popmama.com kalau antara bullying dan bercanda sebenarnya terdapat perbedaan mencolok.

Peran orangtua yang harus memperjelas keduanya. Jangan sampai anak tidak tahu antara batasan bullying dan bercanda ini.

Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya tentang perbedaan bercanda dan bully.

1. Apa itu bullying? Orangtua perlu tahu perbedannya dan ajarkan ke anak

1. Apa itu bullying Orangtua perlu tahu perbedan ajarkan ke anak
Pexels/Mikhail Nilov

Menurut Veronica, ada batas jelas yang perlu ditegaskan orangtua soal bercanda dan bully. Definisi bullyingmenurut APA dictionary psychology adalah perlakuan fisik yang mengancam dan agresif yang terus-menerus.

Atau pelecehan verbal yang ditujukan kepada orang lain terutama mereka yang lebih muda, lebih kecil, lebih lemah, atau dalam situasi lain yang relatif tidak menguntungkan.

"Sementara bercanda memiliki pengertian sebuah cerita atau komentar yang dimaksudkan untuk memancing tawa," tutur Veronica kepada Popmama.com.

Editors' Pick

2. Perbedaan bercanda dan bully yang perlu diajarkan ke anak

2. Perbedaan bercanda bully perlu diajarkan ke anak
Pexels/Mikhail Nilov

Dari pengertian di atas, diharapkan orangtua bisa sadar tindakan yang dilakukan anak masuk ke kategori bercanda atau bully. Di mana perbedaan bercanda dan bully bisa dipahami dengan cukup sederhana kok.

"Batasan bercanda sehat ditujukan untuk membawa suasana menjadi lebih cair, ringan, dan hangat tanpa ada intensi untuk ataupun berdampak pada mengancam ataupun melecehkan orang lain. Apabila candaan yang dilakukan sudah berakibat pada orang lain merasa terancam ataupun dilecehkan maka ini sudah termasuk ke dalam bullying," tegas Veronica

Sederhananya, untuk anak-anak dapat membedakan mana bercanda sehat dan mana yang sudah termasuk bercanda sehat adalah ketika yang dilakukan dari tindakan bercanda atau candaan sehat maka orang yang diajak bercanda akan tertawa, merasa senang terhibur, dan suasana di saat itu menjadi lebih akrab. 

"Namun, apabila orang yang diajak bercanda malah merasa tidak nyaman, tampak murung, sedih, takut, merasa tidak senang, atau marah akibat candaan yang diucapkan ataupun dilakukan maka candaan tersebut sudah tidak lagi sehat dan jangan dilanjutkan karena bisa berakibat pada bullying," tuturnya.

4. Tips orangtua untuk mendukung anak jika menjadi korban bullying di sekolah

4. Tips orangtua mendukung anak jika menjadi korban bullying sekolah
Pexels/Mikhail Nilov

Saat ini banyak sekali kasus bullying yang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. Bagaimana jika anak mama atau papa adalah salah satunya?

Veronica mengungkapkan ada beberapa hal yang bisa orangtua lakukan. Pertama dengan memberikan anak ruang aman untuk anak mau bercerita tentang kesehariannya terlebih dahulu.

"Meng-encourage anak untuk bercerita dan memberikan 'ruang' yang aman dan nyaman (tanpa penilaian) untuk anak bercerita secara terbuka. Dengarkan apa yang terjadi, apa yang dialami, dipikirkan dan dirasakan serta berikan validasi atas emosi perasaan yang dirasakan oleh anak. Jangan sampai ketika anak bercerita orangtua malah menjadi lebih emosional dan terfokus pada emosinya sendiri sehingga melupakan bahwa ini adalah momennya anak untuk fokus pada menyimak, mendengarkan dan hadir untuknya," tuturnya. 

Jika memang anak belum ingin bercerita maka orangtua tidak perlu memaksa anak. Berikan anak perhatian yang cukup, pelukan dan sentuhan yang nyaman, serta kehadiran untuknya.

"Dengan berada di sisinya serta menunjukkan sikap perilaku membela, menjaga, dan melindunginya dalam taraf yang cukup (tidak berlebihan) itu akan membuat anak merasa aman terlindungi," pungkasnya.

Tahap lanjutan adalah pada membangun kembali self-confidence, self-resilience, dan keterampilan memecahkan masalah yang sesuai dengan usia anak. 

Mulai libatkan anak secara perlahan dalam berbagai aktivitas positif yang sesuai minatnya. Pantau secukupnya dan bangun kebiasaan untuk saling bercerita secara terbuka di keluarga. 

Orangtua juga bisa melibatkan anak dalam pengambilan keputusan (terutama keputusan menyangkut keseharian dirinya pribadi) dalam besaran skala yang sesuai untuk usianya (bukan keputusan berat yang harus diambil oleh orang dewasa).

"Sehingga orangtua dapat melakukan pendampingan secara optimal terkait membangun daya resiliensi dan keterampilan memecahkan masalah yang dibutuhkan," ucapnya.

Jika dirasa tak bisa ditangani sendirian, maka membawa anak untuk konsultasi ke psikolog juga bisa menjadi cara jitu. Orangtua bisa mengetahui secara menyeluruh terkait kondisi mental dan psikologisnya setelah mengalami bullying dan bisa segera mendapatkan pengobatan atau treatment yang dibutuhkan untuk pemulihan diri.

"Orangtua juga bisa mendapatkan arahan terkait parenting. Serta mendapatkan saran yang dapat dilakukan oleh orangtua sesuai dengan temuan kondisi anak," tutur Veronica.

4. Bagaimana jika anak adalah pelaku bullying? Ini yang harus dilakukan!

4. Bagaimana jika anak adalah pelaku bullying Ini harus dilakukan
Pexel/Mikhail Nilov

Menjadi orangtua korban bullying sangat berat, tetapi akan lebih menantang dan mungkin tak bisa percaya jika sang Anak adalah pelaku dari perundungan. 

Bagaimana orangtua bisa bersikap jika keadaannya seperti ini? Psikolog Veronica memberikan penjelasannya secara lengkap. Bisa dimulai dengan memberikan arahan terkait perilaku bullying yang anak lakukan.

"Cek juga pemahaman anak apakah ia sadar bahwa yang dilakukannya tidak baik, tidak benar, dan merugikan orang lain serta terdapat konsekuensi norma sosial dan hukum," tuturnya.

Setelah itu, orangtua mesti tegas dan bisa mengajarkan dan minta anak untuk meminta maaf secara baik terhadap teman yang dirundung olehnya. 

Orangtua memberikan konsekuensi atas perilaku bullying yang dilakukan oleh anak, misalnya grounding (pemberian hukuman dengan cara membatasi hak-hak anak karena melanggar aturan) sehingga tidak bisa main selama kurun waktu tertentu.

"Hindari perilaku menghakimi anak secara berlebihan, besar kemungkinan orangtua merasa malu akan perilaku anak tapi ingat untuk tetap meregulasi emosi dengan baik dan berikan konsekuensi pada anak dalam taraf cukup dan sehat bukan berlebihan dan tidak sehat," pungkas Veronica.

Masa-masa ini mungkin juga berat. Namun, orangtua harus memahami bahwa apa yang terjadi dan dialami oleh anak serta bagaimana kondisinya saat itu terjadi.

"Ajak anak untuk berkonsultasi ke psikolog anak, semakin cepat semakin baik. Agar orangtua dapat mengetahui secara menyeluruh terkait kondisi mental dan psikologisnya dan faktor yang mempengaruhi kemunculan perilaku bullying pada anak," ucapnya.

Jika anak segera mendapatkan penanganan yang dibutuhkan, kemungkinan besar koreksi perilaku bisa dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental psikologisnya. Selain itu, orangtua juga bisa mendapatkan arahan terkait parenting dan dukungan yang dapat dilakukan sesuai dengan temuan kondisi anak.

    5. Hal yang bisa orangtua ajarkan ke anak agar tidak menjadi pelaku bullying

    5. Hal bisa orangtua ajarkan ke anak agar tidak menjadi pelaku bullying
    Pexels/RODNAE Productions

    Ada beberapa cara yang bisa orangtua lakukan agar anak tidak melakukan tindakan bullying yang dimaknai sebagai bercanda. 

    Psikolog Veronica menyebutkan beberapa diantaranya, orangtua harus tegas mengajarkan anak agar ketika bercanda tidak terlewat batas, yaitu:

    • Tidak membawa suku, agama, ras teman sebagai candaan.
    • Tidak menggunakan kata-kata kasar ataupun merendahkan ketika bercanda.
    • Tidak untuk mengolok-olok orang lain ataupun menjadikan orang lain sebagai bahan tertawaan.
    • Tidak menggunakan kekurangan atau kelemahan orang lain sebagai bahan candaan.
    • Tidak menyinggung perasaan ataupun merugikan orang lain.
    • Tidak melakukan tindakan yang berbahaya, yang dapat menyakiti ataupun melukai orang lain.

    Semantara itu, orangtua diharapkan untuk mengajarkan anaknya bercanda yang baik dengan:

    • Bercerita atau menceritakan kejadian lucu menarik dengan memastikan tidak ada orang lain yang akan merasa tersakiti dari mendengar cerita ini.
    • Mengajak bermain teka teki humor.
    • Memberikan komentar spontan yang lucu, menarik, dan ringan.
    • Berpose lucu untuk menghibur

    Selain itu, untuk mencegah agar anak tidak menjadi pelaku bullying, Veronica menyebut pendidikan karakter dari rumah menjadi fondasi utama.

    "Ajarkan anak nilai-nilai sosial seperti membantu, berbagi, menyayangi atau mengasihi, merawat dan berempati dengan orang lain dan mahkluk hidup. Orangtua, jadilah role model untuk anak dalam melakukan semua hal tersebut," tuturnya.

    Veronica juga mendorong orangtua menerapkan seluruh nilai tersebut ke dalam perilaku terhadap anak, pasangan, maupun orang lain dan mahkluk hidup. Dengan demikian anak akan belajar dan mencontoh dari sikap orangtuanya.

    Itulah tadi informasi mengenai perbedaan bercanda dan bully yang orangtua wajib ajarkan ke anak. Banyaknya kasus perundungan saat ini menjadi kewaspadaan orangtua, fondasi akhlak terbaik dibangun pertama pada keluarga di rumah.

    Baca juga:

    The Latest