4 Tanda Terselubung pada Anak yang Mengalami Gangguan Makan

Terlalu giat berolahraga bisa jadi tanda mencurigakan bahwa anak mengalami gangguan makan. Kok bisa?

18 Juli 2022

4 Tanda Terselubung Anak Mengalami Gangguan Makan
Pixabay/Pexels

Gangguan makan seringkali dikaitkan dengan kondisi psikologis yang dialami remaja dan orang dewasa. Padahal gangguan makan bisa saja dialami oleh anak-anak, bahkan di usia yang sangat muda.

Paparan media, tontonan kartun dan di media sosial membawa kultur diet lewat pesan-pesan berbahaya yang terselubung.

Mulai dari stigma berat badan, membenci makanan tertentu, diet yang salah hingga body shaming. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan jika orangtua tak menyadarinya.

Perubahan Perilaku yang Berbahaya

Perubahan Perilaku Berbahaya
Freepik

Dilansir dari health.usnews.com, pesan berbahaya dari budaya diet yang salah di masyarakat dapat mendorong anak-anak kita melakukan perubahan perilaku. Tampaknya tidak membawa masalah besar, tetapi beberapa perubahan yang mengatasnamakan, "Aku hanya ingin lebih sehat," dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan hingga kesehatan mental anak.

Berikut Popmama.com merangkum tanda-tanda anak mengalami gangguan makan secara terselubung, yang seringkali tak disadari orangtua:

Editors' Pick

1. Membatasi, menghindari, bahkan takut mengonsumsi makanan tertentu

1. Membatasi, menghindari, bahkan takut mengonsumsi makanan tertentu
Freepik

Menghindari makanan tertentu tanpa adanya masalah kesehatan, misalnya alergi atau intoleransi laktosa, adalah salah satu pertanda anak mengalami gangguan makan.

Perubahan pola makan, seperti menghindari makan nasi, pasta atau daging secara tiba-tiba adalah hal yang patut dicurigai.

Apakah anak baru saja membaca tentang informasi diet yang salah, menonton film dokumenter terkait diet, atau menyaksikan orang lain yang memengaruhi cara pandangnya terhadap suatu makanan? Bisa saja anak mendengar pernyataan yang salah tentang diet atau menghindari makanan tertentu agar bisa memiliki tubuh yang langsing.

2. Melakukan olahraga dengan keras

2. Melakukan olahraga keras
Pexels/Run 4 FFWPU

Kini banyak keluarga memiliki kebiasaan berolahraga yang aktif. Anak-anak mungkin terlibat dalam aktivitas menari, berenang, senam, sepak bola dan olahraga-olahraga lainnya. Namun, bila anak menambah intensitas berolahraga yang sesungguhnya tidak dinikmatinya, demi mengubah tubuhnya agar lebih sehat, hal ini perlu diperhatikan.

Selain olahraga mati-matian, bila anak kedapatan berulangkali menimbang berat badannya atau sangat mengkhawatirkan berapa kalori yang sudah masuk dan keluar tiap hari, orangtua patut waspada.

3. Terlalu lama mengakses media sosial

3. Terlalu lama mengakses media sosial
Freepik

Studi di tahun 2017 yang dimuat di jurnal Body Image melaporkan adanya keterkaitan antara penampilan di media sosial dengan citra tubuh. Tentu saja, ada pesan-pesan positif yang bertebaran di media sosial.

Tetapi, tak dapat dipungkiri di media industri diet dan budaya diet terus mendengungkan pesan-pesan "kurus itu cantik". Termasuk lewat endorsement selebritis dan figur publik, dengan informasi kesehatan yang sempit.

Penting bagi orangtua melacak apa saja konten yang dikonsumsi anak di internet.

4. Terjadi gangguan makan

4. Terjadi gangguan makan
Freepik

Gangguan makan bukanlah fase, melainkan masalah kesehatan yang membutuhkan perawatan, baik itu secara fisiologis dan psikologis. Gangguan makan bisa diawali dengan perilaku menghindari jenis makanan tertentu, mengurangi porsi makan dan camilan, tidak makan setelah waktu tertentu hingga memuntahkan makanan yang sudah dimakan. 

Bila perilaku diet ini tidak diperhatikan, batasan-batasan yang dibuat sendiri oleh anak dapat menyebabkan gangguan pola makan kronis dan gangguan makan klinis. Fatalnya, gangguan makan ini dapat mengubah hidup dan mengancam jiwa anak, termasuk anoreksia nervousa, bulimia nervousa, binge eating, dan orthoreksia. 

Apabila Mama menemukan tanda-tanda di atas pada anak, ajaklah ia berbicara dari hati ke hati tanpa menghakimi untuk menemukan akar masalah dan bagaimana cara berpikirnya. Konsultasikan masalah ini ke dokter anak dan psikolog agar mendapatkan bantuan untuk menanganinya dengan cara yang tepat. 

Baca juga:

The Latest