Kalimat Toxic yang Hambat Anak Punya Kecerdasan Emosional

Coba ingat lagi, apa masih sering Mama dan Papa ucapkan?

6 Oktober 2023

Kalimat Toxic Hambat Anak Pu Kecerdasan Emosional
Freepik

Kecerdasan emosional menjadi salah satu hal yang sebaiknya diajarkan kepada anak. Kelak, saat ia dewasa, kecerdasan emosional akan membantunya untuk lebih tenang dalam menghadapi segala tantangan hidup.

Berbeda dengan kecerdasan intelektual, yang lebih berfokus kepada kecerdasan, kepribadian, serta watak dan kebijaksanaan anak.

Kecerdasan emosional berfokus pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain di sekitar, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi.

Komunikasi yang tepat, akan menentukan anak mampu memiliki kecerdasan emosional yang baik, atau justru orangtua yang menghalanginya. Sadar atau tidak, ada beberapa kalimat toxic yang justru akan menghambat si Kecil memiliki kecerdasan emosional.

Ma, Pa, segera hindari kalimat toxic yang berakibat buruk untuk anak. Popmama.com akan memberikan penjelasan satu per satu untuk Mama dan Papa.

1. “Berhenti menangis!”

1. “Berhenti menangis”
Freepik/user15285612

Melansir dari cnbc.com, mekanisme neurobiologis yang membantu kita mengatasi energi terpendam yang terakumulasi dalam pikiran, otak, dan tubuh. Tubuh kita butuh untuk menyalurkan emosi yang terpendam, dan salah satunya adalah dengan menangis.

Coba deh, Mama ingat kembali. Setelah menangis, ada perasaan lega yang muncul, kan? Anak juga butuh merasakan perasaan lega ini, setelah menyalurkan emosinya dengan menangis.

Mulai sekarang, coba mulai kurangi kebiasaan menyuruh anak berhenti menangis. Alihkan perhatiannya, dengan cara mengajaknya jalan-jalan, memeluknya agar ia merasa nyaman, atau melakukan aktivitas yang ia sukai.

Setelah itu, baru ajaklah anak bicara agar ia bisa menyampaikan perasaan tidak nyaman yang dirasakan.

Editors' Pick

2. “Mama maunya seperti ini!”

2. “Mama mau seperti ini”
Freepik/our-team

Memberikan larangan kepada anak memang hal yang wajar. Namun, yang perlu diperhatikan adalah anak-anak juga memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Seringkali, orangtua hanya memberikan larangan tanpa memberikan alasan, dan ini menghambat rasa ingin tahu yang mereka rasakan.

Anak membutuhkan bimbingan dan bantuan orangtua untuk menjalani hidup ini. Jadi, sebisa mungkin berikan alasan dalam setiap larangan yang Mama dan Papa terapkan, ya!

3. “Kamu lebay, deh!”

3. “Kamu lebay, deh”
Freepik/rawpixel.com

Terdengar biasa saja ya Ma? Padahal, kalimat ini punya dampak yang cukup signifikan untuk anak.

Tidak setuju dengan perasaan anak tentu boleh saja, namun hindari untuk membuat perasaannya seolah terabaikan

Mama punya pilihan untuk menarik nafas dan mencerna dulu semua kejadian, sebelum memberikan sebuah reaksi atau tanggapan. Bicarakan pada anak dengan jujur apa yang Mama rasakan, ya!

4. “Kenapa nggak dengerin Mama, sih?”

4. “Kenapa nggak dengerin Mama, sih”
Freepik

Hayo, siapa yang sering mengucapkan kalimat ini kepada si Kecil? Emang sih, suka sebel ya Ma kalau si Kecil acuh dengan apa yang kita ucapkan.

Tapi, sadar atau tidak, kalimat ini akan membuat orangtua hanya ingin didengar, tanpa mendengarkan keinginan anak. Jika Mama dan Papa berada dalam perselisihan dengan anak, hindari untuk mengharapkan anak menjadi patuh kepada orangtua.

Namun, buatlah koneksi dengan si Kecil, dimana ia mampu merasakan bahwa orangtuanya ingin ia terbuka dengan mereka.

5. “Ah, payah kamu.”

5. “Ah, payah kamu.”
Pinterest.com/creativemarket

Anak bisa dengan mudah kehilangan rasa percaya diri dalam diri mereka. Efeknya, mereka bisa mudah putus asa,  enggan berusaha keras, hingga mengalami krisis identitas.

Jika tidak ditangani dengan segera, hal ini akan berdampak cukup luas ke kehidupan anak, dan tidak menutup kemungkinan terbawa hingga ia dewasa.

Ubah cara bertanya dan berbicara Mama dan Papa, ya. Tanyakan apa yang terjadi kepada anak, dan siapkan waktu untuk mendengar semua keluh kesahnya. Nasihat yang Mama dan Papa berikan juga akan mengembalikan rasa percaya dirinya.

Sebuah pembelajaran baru untuk para orangtua. Meski sepele, komunikasi yang terbangun baik antara anak dan orangtua akan berdampak banyak untuk anak.

Baik atau buruknya, tentu ada di tangan orangtua yang akan menjadi pendidik dan teman berbagi untuk si Kecil. Semoga membantu.

Baca juga:

The Latest