7 Cara Meningkatkan Kecerdasan Sosial Agar Anak Mudah Bergaul

Bantu si Anak agar bisa menghadapi masalah dengan teman-temannya.

5 Juni 2019

7 Cara Meningkatkan Kecerdasan Sosial Agar Anak Mudah Bergaul
Pixabay/Esther Merbt

Mama tentunya dulu pernah merasakan, seperti apa uniknya pertemanan saat Mama ada di usia ini. 

Beberapa anak bisa jadi mudah berbaur dengan anak lain di sekolahnya. Namun, ada pula anak yang cukup kesulitan mencari teman yang memiliki minat yang sama. 

Beberapa anak memiliki sahabat erat yang bisa berbagi apapun, namun ada juga anak yang berharap mereka memiliki sahabat dekat di sekolah. 

Ini 7 hal yang dapat Mama lakukan untuk membantu meningkatkan keterampilan si Anak dalam bersosialisasi di sekolah atau lingkungan pergaulannya, sehingga ia dapat menghadapi tantangan yang ia alami bersama teman sebayanya.

1. Dengarkan masalah yang dihadapinya dengan teman sebaya

1. Dengarkan masalah dihadapi teman sebaya
Pixabay/Amber McAuley

Pada masa ini, si Anak tentunya mengalami saat-saat, di mana ia bermasalah dengan teman sebayanya. 

Sekecil apapun masalah yang ia hadapi, Mama jangan sampai menyepelekan hal ini depan si Anak. Jangan pula mengecilkan dirinya dengan mengejek, masa iya ia tak mampu menyelesaikan masalah sesepele ini. 

Mama juga tak akan membantunya menyelesaikan masalah jika Mama langsung mengaturnya untuk melakukan berbagai hal. 

Jadi, Mama harus benar-benar mendengarkan apa perasaan yang ia miliki. Kemudian bantulah ia memecahkan masalahnya bersama-sama.

2. Jangan berpihak jika ia bertengkar dengan temannya

2. Jangan berpihak jika ia bertengkar temannya
Pixabay/Moshe Harosh

Pertengkaran atau perdebatan tentu akan muncul dalam pertemanan. Jika ini terjadi, Mama perlu mendengarkan pandangan si Anak dan berempati pada apa yang ia rasakan. 

Namun, tahan diri Mama untuk menyalahkan temannya.

Jika Mama mendapati anak Mama lah yang tidak adil, cobalah mengajaknya membayangkan, bagaimana sudut pandang temannya itu, tanpa langsung menyalahkan anak Mama. Mama bisa mengatakan misalnya, "kenapa ya, Diva berkata hal buruk seperti itu, mungkin nggak ya dia kecewa karena kamu nggak mau masuk ke kelompok belajar dia, dan kamu malah memilih kelompok belajar Nina?"

Editors' Pick

3. Bantu si Anak belajar menyatakan perasaan tanpa amarah

3. Bantu si Anak belajar menyatakan perasaan tanpa amarah
Pixabay/iamyouwere

Membentak temannya karena kesal bisa saja terjadi pada si Anak. Entah Mama sadari atau tidak, sebenarnya ini merupakan tantangan bagi kita semua.

Jadi, si Anak butuh Mama untuk membimbingnya serta melatihnya. Misalnya si Anak berteriak kesal kepada temannya karena ia dan teman lainnya selalu diatur-atur. Mama bisa menasehatinya, misalnya, "Mama tahu kamu kesal sekali sama Evan. Tapi, dibandingkan kamu marah-marah seperti ini, kamu bisa kan, bicara dengan dia dan kasih tahu apa yang kamu sebenarnya inginkan dari si Evan?"

4. Biasakan anak untuk mengenali perasaan dan mengungkapkannya

4. Biasakan anak mengenali perasaan mengungkapkannya
Pixabay/Free-Photos

Saat anak bermasalah dan merasa sedih karena disakiti oleh temannya, Mama tentunya dapat dengan mudahnya mengatakan kepada anak untuk meninggalkan temannya itu, karena toh masih banyak teman lainnya.

Namun, Mama, hal ini tak akan membantu si Anak sama sekali. Mengatakan kepadanya untuk meninggalkan teman yang sebenarnya ia sayangi, sama saja dengan mengabaikan perasaan si Anak dan membuatnya terperangkap dalam kenangan kemarahan dan tersakitkan.

Berempatilah pada si Anak agar ia memang merasakan apa yang ia rasakan saat kecewa dan marah. Katakan padanya bahwa tak mengapa ia mengalami perasaan seperti itu. Nantinya, saat kekecewaan atau kemarahannya surut, ia akan lebih tenang dalam menyelesaikan masalah yang ada. Entah itu artinya berbicara baik-baik dengan temannya, atau memang mengakhiri pertemanannya.

5. Belajar mengatasi teman yang bossy

5. Belajar mengatasi teman bossy
Pixabay/Cheryl Holt

Semua anak tentunya bersikeras agar keinginannya terpenuhi, tetapi sekaligus ingin agar teman-temannya tetap bermain dengannya. Jika hal ini terjadi pada anak Mama dan bersikap egois terhadap teman sepermainannya, Mama bisa bertanya kepadanya, "Lebih penting mana, main seenak kamu sendirian, atau kamu mengalah sedikit tapi Windy mau main sama kamu?

Nah, jika Mama melihat teman sepermainnya yang justru bossy, Mama bisa membantu si Anak untuk berkata setidaknya seperti ini kepada temannya itu, "Aku sebenernya ingin main sama kamu, Ellen, tapi kita kan sudah main boneka terus dari tadi, dan aku bosan. Bisa nggak kita main yang lain?"

6. Cari cara untuk membantu si Anak

6. Cari cara membantu si Anak
Pixabay/Mabel Amber

Mama juga harus memperhatikan si Anak saat ia bermain dengan teman-temannya. Lihatlah apa yang salah. Baik dari diri temannya, maupun dari anak Mama sendiri. Jika hal ini memang menjadi suatu masalah, misalnya sampai melibatkan fisik, atau ada yang tidak mau mendengarkan yang lain, coba Mama cari jalan untuk membantunya.

Bermain dengan boneka dan bermain role play bisa jadi salah satu cara untuk membantu si Anak. Jadikan boneka itu sebagai teman-temannya, dan tirulah situasi yang dihadapi si Anak sambil membuat suara-suara boneka lucu, dan selesaikan masalah yang ada di sana.

Selain itu, buku juga bisa membantu anak untuk menyelesaikan masalah sosialnya. Hal yang Mama harus lakukan adalah mendukung si Anak, alih-alih berusaha "memperbaiki" si Anak.

7. Mama harus bersikap sensitif terhadap tanda-tanda dari orangtua lain atau anak lainnya

7. Mama harus bersikap sensitif terhadap tanda-tanda dari orangtua lain atau anak lainnya
Pixabay/martakoton

Mama juga harus mau mendengarkan mama lainnya. Misalnya jika mama lain mengatakan bahwa si Anak memukul anaknya. Mama jangan malah merasa malu, tapi bantu posisikan anak Mama, bagaimana perasaannya jika ia berada di posisi anak yang ia pukul? Bantulah anak Mama untuk mencari kata-kata yang pas untuk meminta maaf. 

Setelah itu, dalami masalahnya dan bantu dia agar dia bisa mengendalikan dirinya jika hal seperti itu terjadi lagi. Tegaskan bahwa ia harus selalu mau bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan.

Mama juga harus mencari tahu sumber masalah kelakuannya ini. Apakah ia sering menonton adegan yang mengandung kekerasan? Atau justru Mama sendiri yang bersikap keras terhadapnya? Cobalah untuk mengevaluasi dan memperbaiki hal ini.

Baca juga:

The Latest