Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
mother scolding his daughter
Freepik

Pernahkah Mama menghadapi situasi di mana si kecil tiba-tiba tantrum, atau menangis tak terbendung karena permintaannya tak dituruti? Naluri pertama kita biasanya adalah berusaha mendiamkan dan menenangkannya.

Namun, menurut dr. Rinal Dhuhri, dokter yang akrab disapa "dokter brewok", respons tersebut justru dapat menjadi bumerang, Ma. Mengapa demikian?

Berkaca dari sebuah video viral yang ia stitch di unggahan Instagram-nya, dr. Rinal menjelaskan bahwa tindakan langsung menenangkan atau menuruti keinginan anak saat tantrum justru dapat mengajarkan pola yang keliru.

Ia menegaskan bahwa orang tua tidak perlu terburu-buru merayu atau menyerah pada tangisan anak. Di balik tangisan tersebut, terdapat kesempatan emas untuk mengajarkan anak tentang regulasi emosi.

Lantas, seperti apa cara yang tepat untuk melakukannya? Berikut Popmama.com rangkumkan ulasan selengkapnya.

1. Alasan tak langsung menenangkan justru bisa membantu anak

Saat orang tua langsung menuruti atau merayu anak yang sedang menangis keras, anak akan menangkap pola bahwa tangisan adalah alat yang efektif untuk mencapai keinginannya.

Menurut dr. Rinal, dengan tidak langsung bereaksi untuk menghentikan tangisan, kita justru memberi ruang bagi anak untuk mengalami dan memahami alami emosi negatifnya, seperti kekecewaan atau frustrasi.

Proses ini adalah fondasi dari regulasi emosi. Anak belajar bahwa perasaan tidak nyaman itu wajar, bisa ia rasakan, dan pada akhirnya akan berlalu tanpa selalu membutuhkan intervensi eksternal.

Nah, peran kita di sini sebagai orang tua akan bergeser dari "penyelamat" menjadi "pendamping" yang memfasilitasi proses belajar anak dalam memahani regulasi emosi.

2. Langkah tepat hadapi anak tantrum

Freepik

Daripada fokus untuk menghentikan tangisan, dr. Rinal menyarankan untuk memberikan kehadiran fisik yang tenang.

Contohnya ketika si Kecil tantrum di tempat umum, menggendong anak dapat memberikan rasa aman dan mencegah peningkatan tantrum.

Saat menggendong anak, dokter yang praktik di Depok itu juga menegaskan agar Mama menghindari upaya merayu atau menegosiasikan dengan anak yang sedang emosi tinggi.

Setelah gelombang emosi anak mulai mereda, baru orang tua dapat memulai komunikasi dengan kalimat pengakuan perasaan, seperti, "Kamu kesal ya tadi mainnya harus udahan?" Pendekatan ini membantu anak untuk belajar mengidentifikasi emosinya sendiri, yang merupakan langkah kritis dalam belajar mengelolanya.

3. Manfaat jangka panjang dalam melatih regulasi emosi sejak dini

Freepik

Kemampuan mengatur emosi dapat membentuk ketangguhan anak dalam menghadapi berbagai situasi tidak menyenangkan di masa depan, Ma. Itulah mengapa pentingnya membekali anak regulasi emosi sejak dini.

Anak akan lebih siap menghadapi tekanan, kekecewaan, dan konflik karena ia telah memiliki pengalaman untuk melalui gelombang emosinya sendiri.

Meski rasanya tak mudah dan menguji kesabaran kita, manfaatnya akan kita dapat bukan hanya situasi saat ini, tapi juga untuk kesehatan mental, prestasi belajar, dan kemampuan bersosialisasi anak kelak.

Pola pengasuhan seperti ini yang akan membuat anak belajar bahwa masalah dapat dihadapi, bukan hanya dihindari dengan tangisan.

Mengajarkan regulasi emosi pada intinya bukanlah tindakan mengabaikan, melainkan bentuk pendampingan yang lebih dalam.

Dengan memberikan ruang yang aman bagi anak untuk belajar melalui emosinya, orang tua justru mempersenjatai mereka dengan salah satu keterampilan hidup yang paling mendasar untuk memahami diri sendiri dan bangkit dari perasaan tidak nyaman.

Semangat selalu dalam mendampingi tumbuh kembang si Kecil ya, Ma.

Editorial Team