Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
Anak perempuan telihat marah dan mengepalkan kedua tangannya
Freepik/YuliiaKa

Intinya sih...

  • Anak belum berpikir seperti orang dewasa. Si Kecil bukan “versi mini orang dewasa”. Cara berpikir, memahami masalah, dan menilai situasi masih sangat sederhana. Jadi ketika merasa kewalahan, memukul bisa muncul sebagai reaksi spontan.

  • Perilaku anak masih sesuai tahap perkembangannya. Tindakan impulsif seperti memukul sebenarnya wajar di tahap ini. Anak masih belajar mengenali emosi dan belum tahu cara merespons secara tepat.

  • Ajarkan keterampilan untuk menyalurkan emosi. Mama bisa mengenalkan cara aman ketika anak merasa marah atau kewalahan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ketika si Kecil sedang belajar memahami dunia di sekitarnya, berbagai perilaku yang muncul kadang membuat Mama bingung. Salah satunya adalah ketika tangan kecil itu tiba-tiba memukul saat merasa marah, kesal, atau tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Reaksi seperti ini mudah dianggap sebagai perilaku kasar, padahal memukul sering muncul karena si Kecil belum memiliki cara lain untuk mengekspresikan perasaan yang kuat.

Tidak sedikit Mama yang akhirnya merasa khawatir atau frustrasi karena mengira si Kecil “seharusnya sudah bisa” mengendalikan diri. Padahal, kemampuan mengelola emosi, memahami dampak tindakan, dan berkomunikasi secara efektif masih berkembang sedikit demi sedikit.

Agar Mama lebih memahami alasan di balik perilaku memukul dan tahu bagaimana merespons dengan tepat, Popmama.com merangkum beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Harapannya, pendampingan sehari-hari bisa berjalan lebih sabar, hangat, dan penuh pengertian. Yuk, disimak!

Kenapa Anak Sering Memukul?

Freepik/YuliiaKa

1. Anak belum berpikir seperti orang dewasa

Si Kecil bukan “versi mini orang dewasa”. Cara berpikir, memahami masalah, dan menilai situasi masih sangat sederhana. Jadi ketika merasa kewalahan, memukul bisa muncul sebagai reaksi spontan.

2. Perilaku anak masih sesuai tahap perkembangannya

Tindakan impulsif seperti memukul sebenarnya wajar di tahap ini. Anak masih belajar mengenali emosi dan belum tahu cara merespons secara tepat.

3. Rasa empati belum berkembang sepenuhnya

Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain belum stabil. Karena itu, anak belum sepenuhnya menangkap bahwa orang lain bisa terluka secara emosional.

4. Anak belum memahami bahwa memukul itu menyakitkan

Konsep “menyakiti seseorang” masih abstrak. Si Kecil tidak selalu mengerti bahwa pukulan membuat orang lain merasa sakit, baik secara fisik maupun perasaan.

5. Otak anak masih berkembang pesat

Bagian otak yang mengatur logika, kontrol diri, dan kemampuan menahan impuls belum matang. Inilah yang membuat tindakan spontan seperti memukul lebih mudah terjadi.

6. Perhatian negatif tetap terasa seperti perhatian

Bagi anak, perhatian adalah perhatian yang baik positif maupun negatif. Ketika memukul membuat orang dewasa bereaksi besar, hal itu bisa dianggap menarik dan ingin diulang.

7. Perasaan anak bisa terluka

Ketika merasa kecewa, kesal, atau tersinggung, si Kecil belum mampu mengatur ledakan emosinya. Memukul menjadi bentuk respons ketika perasaan sulit disampaikan.

8. Komunikasi anak masih terbatas

Saat kosakata belum cukup untuk menyampaikan keinginan, emosi, atau kebutuhannya, anak mencari cara lain untuk mengekspresikan diri. Salah satu yang muncul adalah memukul.

9. Kontrol impuls masih rendah

Mengendalikan dorongan untuk memukul membutuhkan kemampuan yang belum berkembang penuh. Ini membuat reaksi fisik lebih cepat muncul dibandingkan kata-kata.

10. Keterampilan sosial belum matang

Si Kecil masih belajar memahami aturan bermain, berbagi, atau menunggu giliran. Ketika situasi sosial terasa membingungkan, memukul menjadi respon spontan.

11. Anak belum memiliki kata-kata untuk mengekspresikan keinginan

Ketika kebutuhan atau keinginan tidak bisa disampaikan lewat bahasa verbal, anak menggunakan cara lain untuk “bicara”. Terkadang, caranya adalah memukul.

Tips Penting untuk Mama

Freepik

Anak sangat menyukai perhatian, baik yang positif maupun negatif. Karena itu, saat perilaku memukul muncul, usahakan Mama tetap tenang. Jika respons Mama terlihat terlalu heboh atau penuh emosi, si Kecil bisa menganggap memukul sebagai cara efektif untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar.

Apa yang Bisa Mama Lakukan untuk Menghentikan Kebiasaan Memukul?

Freepik/drobotdean

1. Ajarkan keterampilan untuk menyalurkan emosi

Mama bisa mengenalkan cara aman ketika anak merasa marah atau kewalahan, seperti menghentakkan kaki, meremas bantal, atau menarik napas panjang. Keterampilan ini membantu anak menemukan alternatif selain memukul.

2. Beri pujian ketika anak menunjukkan perilaku positif

Saat si Kecil sedang lembut atau penuh perhatian—misalnya ketika mengelus hewan peliharaan atau bermain tenang—beri apresiasi. Penguatan positif membuat anak lebih ingin mengulang perilaku baik.

3. Validasi semua perasaan anak

Tunjukkan bahwa perasaan apa pun boleh dirasakan. Mama bisa mengatakan, “Kamu marah karena temanmu tidak berbagi, ya?” Pengakuan ini membantu anak merasa dimengerti tanpa harus memukul.

4. Jelaskan bahwa tidak semua perilaku boleh dilakukan

Sampaikan dengan jelas bahwa memukul tidak diperbolehkan. Mama bisa memindahkan anak ke tempat yang lebih aman agar tidak menyakiti orang lain. Tujuannya bukan menghukum, tetapi menjaga keamanan semua orang.

Dengan memahami penyebab anak suka memukul? Pahami alasannya dan cara menghentikan anak yang suka memukul, serta menerapkan langkah-langkah yang tepat, Mama bisa membantu si Kecil belajar mengekspresikan emosinya dengan cara yang lebih positif. Pendampingan yang sabar dan konsisten akan membuat proses belajar ini terasa lebih ringan, baik bagi Mama maupun si Kecil. Semoga bermanfaat, ya!

Editorial Team