Mama, Mari Kenali Perbedaan Antara Efek Samping dan Alergi Vaksin

Apa yang perlu Mama waspadai dan bagaimana penanganannya?

20 Januari 2019

Mama, Mari Kenali Perbedaan Antara Efek Samping Alergi Vaksin
Pixabay/Myriams Fotos

Di suatu sore, Irawati Sahara, ibu dari Sean (5 tahun) terperanjat saat menemukan permukaan kulit paha anaknya membengkak dan merona merah, tepat di bekas suntikan vaksin Difteri, yang dilakukan pada pagi harinya.

Pembengkakan itu tak kunjung membaik dalam hitungan jam, "melenting parah besoknya, sampai seperti ada selulitnya," ujarnya menggambarkan keadaan bagian paha kiri Sean.

Setelah memeriksakan anaknya ke dokter, Irawati pun kembali ke rumah dan rajin mengompres pembengkakan itu dengan air panas dan dingin selama dua hari berikutnya. "Lumayan sudah tidak keras lagi tapi masih bengkak," ujarnya memberitakan keadaan Sean.

Hal ini juga dialami oleh Ratna Supadmi, saat Andrew (9 tahun) membengkak lengan atasnya, setelah mendapatkan suntikan vaksin yang sama di tangannya. Pada kasus Andrew, pembengkakan itu tak disertai dengan rona merah dan mengempis dalam waktu dua hari.

Sebenarnya, terdapat dua hal terkait suntikan vaksin, yang perlu Mama waspadai, yaitu:

1. Efek samping vaksin

1. Efek samping vaksin
Pixabay/Whitesession

Jika setelah penyuntikan vaksin Mama menemukan gejala seperti yang tampak seperti alergi (biduran, kemerahan di kulit, pembengkakan atau gatal) yang muncul secara perlahan, yaitu dalam hitungan jam atau bahkan hitungan hari setelah menerima vaksin, Mama tak perlu khawatir berlebihan, karena hal ini sejatinya merupakan efek samping vaksin.

Vaksin yang mengandung booster DT (diphteria, tetanus) memang akan memicu efek samping seperti ini. Pada kasus di atas, Sean dan Andrew adalah anak-anak yang bereaksi terhadap vaksin tersebut, dan konsultasi dengan dokter sebenarnya tidak diperlukan.

Beberapa efek samping yang perlu Mama cermati setelah pemberian suntikan vaksin yang bisa jadi dialami oleh bayi atau anak-anak adalah:

1. Demam

Demam ringan bisa jadi berlangsung dua hingga tiga hari. Pada vaksin MMR, demam bisa muncul di atas suhu 39 derajat Celsius, bahkan baru muncul 7 hingga 10 hari setelah vaksin. Menurut penjelasan para ahli, hal ini terjadi karena saat antigen masuk ke dalam tubuh, pasti tubuh tersebut akan memberikan reaksi. Salah satunya adalah dengan menimbulkan demam, yang akan turun dengan sendirinya. Jika daya tahan tubuh anak kuat, demam bisa tak terjadi.

Cara penanganan: Jangan mengenakan pakaian berlebihan pada anak dan perbanyaklah minumnya. Berikan parasetamol atau obat penurun panas sesuai petunjuk dokter.

2. Pembengkakan

Munculnya benjolan yang keras, serta timbulnya rona kemerahan

Beberapa bayi atau anak-anak bisa mengalami pembengkakan di bagian bekas suntikan, disertai oleh kemerahan (bercak bisa pula muncul 7-10 hari setelah pemberian vaksin MMR). Benjolan kecil yang keras bisa muncul di permukaan kulit, dan bertahan mulai dari hitungan hari, bahkan sampai berbulan-bulan. Namun, semua juga akan menghilang dengan sendirinya

Cara penanganan: Berikanlah kompres dingin pada bagian tersebut, bila terasa sakit.

3. Rasapegal

Terjadi rasa pegal di otot bekas suntikan, dan hal ini tak memerlukan penanganan karena akan hilang dengan sendirinya.

Menurut dr Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si, anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), demam, bengkak, nyeri, dan gatal di bekas suntikan adalah hal yang wajar, hal tersebut merupakan respons alami tubuh karena ada 'sesuatu' yang masuk ke dalam tubuh anak.

2. Alergi kandungan vaksin

2. Alergi kandungan vaksin
Pixabay/Qimono

Namun selain efek samping, terdapat pula kasus alergi vaksin pada segelintir orang, yang juga perlu Mama ketahui.

John M Kelso, M.D. dari divisi Alergi, Asma dan Imunologi di Scripps Clinic di San Diego, California menulis dalam website American Collage of Allergy, Asthma & Immunolgy, bahwa alergi terhadap vaksin diakibatkan oleh komponen vaksin seperti gelatin atau protein telur.

Komponen lain yang jarang menimbulkan alergi dan bisa jadi terkandung dalam vaksin serta alat suntik adalah adalah ragi, lateks, neomycin (suatu antibiotik), dan thimerosal (bahan pengawet di dalam vaksin).

Pada orang yang jelas-jelas memiliki alergi ini, Kelso merekomendasikan tes kulit sebelum imunisasi, karena dapat menyebabkan reaksi serius yang disebut sebagai anafilaksis.

Reaksi anafilaksis ini biasanya terjadi dalam hitungan menit setelah vaksinasi, dan memiliki gejala mulai dari yaitu biduran atau pembengkakan dan gatal di kulit, batuk, sulit bernapas, hingga tekanan darah yang menurun, membuat penderitanya lemas dan kehilangan kesadaran.

Menurut Asosiasi Alergi dan Imunologi Quebec, Kanada, anafilaksis terhadap vaksin sangatlah jarang terjadi. Dari satu juta kali pemberian vaksin, hanya satu atau dua reaksi alergi serius yang dilaporkan terjadi. Dengan pertolongan medis yang tepat, kematian amat jarang terjadi.

Vaksin MMR memang mengandung protein telur, namun jumlahnya tidak signifikan dan menurut Asosiasi Alergi dan Imunologi Quebec, selama bertahun-tahun telah aman diberikan kepada penderita yang alergi berat terhadap telur.

Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita alergi berat terhadap telur adalah vaksin yellow fever yang diwajibkan oleh pemerintah saat hendak pergi ke negara-negara tertentu. Menurut situs Kantor Kesehatan Pelabuhan Kemenkes RI, Yellow fever endemis di 31 negara di benua Afrika dan 13 negara di Amerika latin.

Jadi, hal yang harus Mama waspadai setelah pemberian vaksin dan segera membawanya ke dokter adalah jika anak mengalami hal ini:

1. Demam tinggi tidak juga mereda bahkan setelah pemberian parasetamol, terutama pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.

2. Anak mengalami sakit di bagian perut atau kepala

3. Anak sulit menelan cairan, serta mengalami muntah dan diare.

4. Anak sulit bernapas atau tampak terus mengantuk.

Yuk Ma, lebih peka terhadap dampak yang tengah dirasakan oleh anak pasca vaksinasi.

Baca juga:  8 Vaksin yang Perlu Diberikan untuk Bayi Usia 6 Bulan ke Atas

The Latest