Viral Siswi SMP Bunuh Anak 6 Tahun, Psikolog: Kenali Perilaku Sadis

Menyukai film-film yang sadis, belum tentu membuat anak menjadi psikopat

10 Maret 2020

Viral Siswi SMP Bunuh Anak 6 Tahun, Psikolog Kenali Perilaku Sadis
Pixabay/Desertrose7

Pemberitaan viral mengenai seorang remaja perempuan berinisial NF (15) yang membunuh balita berinisial APA (6) telah menjadi pembicaraan banyak orang. 

Hal yang menghebohkannya lagi, NF menyerahkan dirinya sendiri kepada kepolisian pada hari Jumat (6/3/2020).

Motif pembunuhan ini memang masih diselidiki, namun NF mengaku bahwa dirinya terinspirasi dari film horor Chucky dan Slenderman. 

"Tersangka ini sering menonton film horor, salah satunya Chucky. Dia senang menonton film horor itu memang hobinya," kata Kombes Yusri, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya di Polres Metro Jakarta Pusat, Kemayoran, Sabtu (7/3/2020).

Setelah banyaknya pemberitaan dan viral di media sosial, banyak yang mengira bahwa NF memiliki kecenderungan ke arah psikopat sehingga melampiaskannya kepada balita tersebut. NF juga mengaku tidak merasa bersalah dan justru puas karena telah menghabisi korbannya. 

Terkait kasus ini, orangtua pun perlu mengenali ketertarikan anak terkait hal-hal yang bersifat sadis. 

"Kita tidak akan pernah bisa melindungi anak yang terpapar pada hal-hal yang bisa berasosiasi sadistic, seperti halnya dengan menghindari anak terkait sesuatu yang berbau seksual. Sekadar melihat orang bertengkar di jalan atau melihat mayat hewan yang tertabrak pun bisa memunculkan hasrat sadistik pada diri anak-anak," ucap Alexandra sebagai seorang psikolog. 

Terkait kejadian yang sedang menjadi pembicaraan banyak orang khususnya orangtua, kali ini Popmama.com telah mewawancarai Psikolog Alexandra Gabriella A., M.Psi, C.Ht secara eksklusif untuk mengetahui pembentukan perilaku sadis yang juga bisa dimiliki oleh anak-anak. 

1. Apa anak yang menyukai hal-hal sadis bisa disebut psikopat?

1. Apa anak menyukai hal-hal sadis bisa disebut psikopat
Pixabay/HannahJoe7

Sebagai seorang psikolog, Alexandra mengatakan bahwa ciri-ciri anak yang kemungkinan memiliki perilaku sadis memang seringkali menunjukkan ketertarikannya pada hal itu.

Bagi mereka, hal sadis dianggap sesuatu yang menyenangkan dan seolah memiliki sensasi tersendiri. 

"Ketika seorang anak terpapar stimulasi yang bisa memicu perilaku sadis yakni akan terlihat bahwa dirinya mulai menunjukkan ketertarikan lebih pada hal-hal sadis. Ketertarikan itu pun dilakukan secara berulang oleh mereka," jelas Alexandra. 

Namun, perlu diketahui bahwa ini bukan berarti menandakan bahwa anak tersebut akan menjadi seorang psikopat atau antisosial saat dewasa nanti. 

"Orang-orang yang menyukai film atau gambar sadis tidak selamanya pasti menjadi seorang psikopat atau antisosial. Untuk mendiagnosa seseorang sebagai antisosial, maka perlu ada kriteria-kriteria tertentu lainnya tidak hanya sekadar sadis," ucap Alexandra.

2. Perilaku sadis pada anak muncul saat belum bisa membedakan yang baik dan salah

2. Perilaku sadis anak muncul saat belum bisa membedakan baik salah
Pixabay/Mirzet

Menurut Alexandra, perilaku sadis yang muncul pada anak-anak bisa saja terjadi pada usia berapapun. Perilaku tersebut muncul ketika anak masih belum bisa membedakan mana yang baik dan salah, sehingga diperlukan pendampingan orangtua. 

"Adakalanya mereka dapat menunjukkan ketertarikan dan ingin coba-coba terhadap sesuatu yang sadis. Ketertarikan untuk mencoba hal sadis bisa saja muncul bila ketika tidak adanya pendampingan dari orangtua dan keluarga terdekat," ucap Alexandra. 

Ada beberapa faktor pemicu anak mulai tertarik terhadap sesuatu yang sadis, seperti: 

  • Anak tidak mendapatkan pendidikan moral yang baik sejak kecil. 
  • Anak tumbuh di lingkungan yang memiliki hubungan yang dingin secara emosi. 
  • Anak tidak mendapatkan arahan dan dukungan yang benar dari orangtua serta keluarganya.
  • Lingkungan membentuk anak memiliki pribadi yang tertarik terhadap hal-hal sadis. Reaksi tertawa saat anak menyiksa hewan seolah menjadi bentuk dukungan untuknya dalam melakukan hal sadis yang lain. 

Beberapa faktor di atas seringkali dilupakan dan dianggap sepele padahal tanpa disadari secara tidak langsung dapat membentuk karakter anak. 

3. Apa yang harus dilakukan orangtua saat anak memiliki ketertarikan terhadap hal-hal sadis? 

3. Apa harus dilakukan orangtua saat anak memiliki ketertarikan terhadap hal-hal sadis 
Freepik/Tirachardz

Setiap orangtua tentu memiliki keinginan tersendiri agar pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka terus optimal sesuai harapan. Hanya saja peran orangtua, keluarga dan lingkungan anak sangatlah berpengaruh terkait pembentukan karakter. 

Seringkali ketika melihat anak-anak memperlihatkan ketertarikan pada hal-hal yang terkesan sadis, orangtua langsung panik, kaget atau bahkan marah. Tak jarang sebagai sebuah perlindungan, orangtua secara spontan meminta anak menyingkirkan ketertarikan mereka terhadap hal sadis. 

Meskipun orangtua memaksa dan memarahi, jauh di dalam hati anak-anak tanpa disadari masih ada ketertarikan. Hasrat atau rasa ingin tahu mereka tidak akan bisa hilang begitu saja, anak-anak justru memendam dan merasa bingung untuk menyalurkan perasaan mereka ke arah yang lebih sehat. 

"Kalau orangtua memberikan respons dengan kaget, panik atau marah biasanya anak justru akan semakin merasa penasaran. Mungkin hasrat terhadap hal sadis tersebut bisa menjadi sebuah obsesi, sehingga anak juga akan semakin enggan untuk bercerita kepada orangtua karena takut dimarahi. Semakin disembunyikan dan tanpa disadari oleh anak, mereka tidak akan pernah tahu cara mengendalikan keinginan terkait kesukaan mereka terhadap hal-hal sadis," jelas Alexandra. 

Sebelum hal-hal terburuk terjadi pada anak dan membuat mereka hilang kendali terhadap rasa penasarannya terhadap sesuatu yang sadis, maka orangtua perlu melakukan pendampingan. 

"Bila orangtua melihat adanya ketertarikan anak terhadap hal-hal sadis, maka cobalah tetap tenang dalam merespon mereka. Hargai kejujuran dan keterbukaan mereka dengan hangat," ucap Alexandra. 

Alexandra pun memberikan beberapa contoh untuk menanyakan beberapa hal kepada anak yang memang menyukai sesuatu yang dianggap sadis oleh kebanyakan orang, seperti: 

  1. Tanyakan, apa yang anak rasakan ketika melihat gambar atau tontonan sadis tersebut?
  2. Tanyakan, apa yang membuat anak merasa tertarik? 
  3. Tanyakan, apa yang anak pikirkan setelah selesai melihat gambar atau tontonan sadis tersebut?

Setelah itu, Mama pun bisa melihat sejauh mana ketertarikan anak terkait hal-hal berbau sadis.

Kemudian, orangtua perlu menjelaskan tentang apa yang benar dan salah terhadap ketertarikan anak. 

Berikanlah penjelasan moral dan empati kepada anak yang bisa disesuaikan dengan usianya. Penjelasan ini pun bisa dilakukan dengan cara bercerita, mendongeng atau mencontohkan melalui hal-hal sederhana. 

"Dari situ baru bisa orangtua pelan-pelan mengarahkan anak terkait film atau tontonan lain yang mungkin bisa dianggap lebih menarik dan lebih positif," tutup Alexandra. 

Itulah beberapa penjelasan terkait sebagian anak yang mungkin terkait terhadap hal-hal sadis. Dari fenomena siswi SMP yang membunuh seorang balita, semoga bisa dijadikan pembelajaran terkait perkembangan karakter anak. 

Semoga bermanfaat ya, Ma!

Baca juga: 

The Latest