Kasus Sate Sianida, Mengapa Seseorang Tega Melakukan Pembunuhan?

Terpicu dendam atau berkaitan dengan psikologis

5 Mei 2021

Kasus Sate Sianida, Mengapa Seseorang Tega Melakukan Pembunuhan
Freepik/kjpargeter

Kasus sate sianida ramai diperbincangkan di media sosial. Nasib nahas tukang ojek online yang mendapatkan pesanan secara offline, mengantarkan makanan ke rumah seseorang.

Ternyata sampai di lokasi, pesanan tersebut ditolak. Si penerima merasa tak kenal dengan pengirim. Makanan tersebut dimakan oleh anak sang ojol, berujung kehilangan nyawa.

Setelah diselidiki, ternyata pengirim sate beracun itu tertangkap. Ia adalah wanita berusia 25 tahun yang pernah berhubungan dengan calon korban. Diduga terpicu sakit hati, pelaku yang diidentifikasi bernama NA nekat mengirimkan sate yang dicampur sianida.

Lalu, apa alasan seseorang tega melakukan pembunuhan?

Simak informasinya di Popmama.com:

1. Pembunuhan berencana

1. Pembunuhan berencana
Unsplash.com/Bill Oxford

Kasus sate sianida masuk dalam kasus  pembunuhan berencana (planned murder), biasanya seorang calon pembunuh sudah mengetahui siapa calon korban yang akan dibunuhnya.

Dalam jurnal Annihilation anxiety and crime, biasanya seseorang membunuh orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dengan calon korban.

Konflik sosio-emosional ditengarai oleh suatu masalah yang tak bisa terselesaikan dengan baik.

Hal itu kemungkinan besar yang dialami oleh NA terhadap calon kobannya. Akibat tak bisa melampiaskan rasa sakit hatinya, dia nekat melakukan tindakan pembunuhan.
 

Editors' Pick

2. Insane kriminal?

2. Insane kriminal
Pexels/Kat Jayne

Kasus ini dalam dunia kriminolog dianggap sebagai insane criminal. Dalam pemaparan bahan ajar Psikologi Kriminal Universitas Udayana dijelaskan, tipe insane criminal, merupakan tipe kejahatan yang perbuatannya dipicu oleh penyakit jiwa, seperti idiosi (kebodohan), imbesilitas (taraf kecerdasan berpikir yang rendah bagi orang dewasa), paranoid, demensia (kondisi kemunduran otak seseorang), alkoholisme, epilepsi, histeria, dan sebagainya.

Dalam sate sianida ini, diduga akibat pelaku sakit hati dengan calon korbannya yang merupakan seorang anggota polisi. Pelaku ditinggal nikah.

3. Tak ada ciri-ciri yang khas?

3. Tak ada ciri-ciri khas
Unsplash.com/Niu Niu

Hal yang lebih mengerikan, tipe kriminal jenis ini tak memiliki ciri khas. Biasanya pelaku kejahatan dikaitkan dengan tanda fisik, misalnya berwajah sangat atau memakai tato. Namun, pelaku kasus sate sianida dilakukan perempuan yang tampak kalem.

Tipe criminaloid, termasuk golongan terbesar penjahat yang tidak punya ciri-ciri fisik yang khas.

Bahkan, Mereka punya susunan mental dan emosional sedemikian matang, tenang, sehingga dalam keadaan tertentu mereka bisa melakukan sesuatu yang
sangat kejam dan jahat.
 

4. Dilakukan saat terdesak?

4. Dilakukan saat terdesak
Unsplash.com/David von Diemar

Kenyataan yang menakutkan adalah bahwa semua orang secara biologis cenderung mengalami kekerasan dalam situasi tertentu.

Douglas Fields, ilmuwan saraf dan penulis buku mengatakan otak manusia telah berevolusi.

Fungsinya pun jadi makin berkembang. Salah satunya, memantau bahaya dan memicu agresi dalam menanggapi bahaya pertahanan yang dirasakan sebagai mekanisme pertahanan.

"Kita semua memiliki kapasitas untuk kekerasan karena dalam situasi tertentu itu diperlukan untuk kelangsungan hidup kita," katanya.

5. Respons agresif

5. Respons agresif
Unsplash.com/ Bill Oxford

Stres juga bisa membuat siapa pun lebih sensitif terhadap ancaman potensial, dan lebih gelisah. Melansir dari qz.com, orang normal yang tampaknya baik didorong untuk melakukan sesuatu yang mengerikan.

"Ini bukan pendapat, itu fakta," kata Fields. "Lihatlah jumlah kejahatan yang dilakukan dalam kemarahan, bukan kejahatan konvensi tetapi respons agresif yang diinduksi kemarahan. Mereka adalah orang-orang yang tidak memberi alasan untuk percaya sebelumnya bahwa mereka memiliki kecenderungan agresif."

Idealnya, semua orang bisa menyadari bahwa stres membuat terlalu sensitif, dan sentakan kemarahan dapat dirasakan. Namun, saat terlambat mengetahuinya, respon agresif yang akan terjadi.

Semua orang memiliki bibit untuk melakukan kejahatan. Namun tergantung individu masing-masing, apakah bisa menahannya atau justru melepaskannya hingga melakukan tindakan kejahatan hingga pembunuhan.

Baca juga:

The Latest