Hilangkan Stigma tentang TBC, Mulai Kenali Gejala dan Pencegahannya

TBC bukan penyakit keturunan tetapi penyakit yang menular

13 Agustus 2021

Hilangkan Stigma tentang TBC, Mulai Kenali Gejala Pencegahannya
Freepik/rawpixel

Saat ini Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia.

Koordinator Substansi TBC, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr. Tiffany Tiara Pakasi, mengatakan sampai saat ini masih ada stigma bahwa TBC adalah penyakit yang identik dengan kaum miskin.

Sebagian kalangan juga beranggapan bahwa penyakit TBC diderita seseorang karena salah satunya faktor keturunan tetapi ternyata itu tidak benar. Tiara menegaskan, TBC bukan penyakit keturunan tetapi penyakit menular yang ditularkan dari satu orang ke orang lainnya.

"Ini bukan penyakit keturunan tetapi ketularan atau menular," ujar Tiara dalam acara peluncuran “TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh) TBC Virtual Run & Ride 2021" yang diselenggarakan oleh PT Johnson & Johnson Indonesia bersama Kemenkes RI, Kamis (12/08/2021).

Agar lebih jelas lagi, yuk simak informasi seputar penyakit TBC yang disampaikan oleh dr. Tiffany Tiara Pakasi yang dipantau oleh Popmama.com berikut ini:

1. Penyebab dan gejala TBC

1. Penyebab gejala TBC
Freepik/benzoix
Ilustrasi

Penyakit dengan sifat kronis ini disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ pernapasan seperti paru-paru dan organ vital lain misalnya otak, tulang, kulit kelenjar getah bening, bahkan organ-organ lainnya.

Gejala yang muncul umumnya meliputi demam, sumeng, tidak enak badan, batuk berdahak, dan nafsu makan berkurang yang menyebabkan berat badan turun terutama pada anak-anak.

Menurut Tiara, saat seseorang atau anggota keluarga mengalami gejala-gejala itu lebih dari dua minggu maka kemungkinan besar berisiko mengalami TBC.

"Gejalanya kita harus curiga kalau ada kejadian lebih dari dua minggu. Berbeda dari Covid-19. Gejala TBC diantaranya demam sumeng-sumeng, tidak tinggi tapi hangat, tidak enak badan, batuk umumnya berdahak, nafsu makan kurang sampai akhirnya lama-lama berat badan bisa menurun apalagi pada anak-anak," ucapnya.

Selain itu, gejala umum lainnya yang juga ditemukan pada pasien TBC, yakni berkeringat di malam hari padahal tidak melakukan aktivitas fisik cukup berat.

Editors' Pick

2. TBC pada anak-anak

2. TBC anak-anak
allenallergy

Semua usia mulai dari balita, anak-anak, remaja, sampai lansia bisa terkena tuberkulosis (TBC).

Pada anak, TBC biasanya ditularkan dari orang dewasa di sekitarnya. Oleh karena itu, mengobati TBC pada orang dewasa hingga selesai menjadi penting.

"Kalau anak-anak kena tuberkulosis, pasti sumber penularan orang dewasa yang ada di sekitarnya sehingga memang risiko kita atau double risk-nya kalau kita tidak menemukan dan mengobati pasien dewasa, misalnya adalah anak-anaknya berpotensi tertular," tutur Tiara.

Gejala umum yang sering terjadi pada anak yang terinfeksi TBC adalah masalah berat badan.

Gejala ini ditandai dengan berat badan anak yang sulit naik atau cenderung rendah untuk anak seusianya. Masalah berat badan ini umumnya terjadi berturut-turut selama 2-3 bulan.

Nafsu makan anak menurun ketika sakit sebenarnya adalah hal yang wajar. Namun, masalah berat badan ini disebabkan kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk melawan bakteri.

Infeksi yang terjadi pada tubuh membuat anak membutuhkan asupan kalori lebih banyak dari biasanya. Jumlah kalori ini ditujukan untuk melawan bakteri sekaligus memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.

Sayangnya, banyak orangtua yang tidak menyadari hal ini sehingga kurangnya asupan kalori saat anak terinfeksi menyebabkan berat badan anak cenderung turun sekalipun nafsu makannya masih tergolong normal.

3. Pemerintah terus berkomitmen menanggulangi TBC di Indonesia

3. Pemerintah terus berkomitmen menanggulangi TBC Indonesia
promkes.kemkes.go.id

Koordinator Substansi TBC, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes RI, dr. Tiffany Tiara Pakasi, mengatakan pihaknya memperkirakan penyakit menular ini mencapai 845.000 kasus pada 2020. Dari angka tersebut baru 357.199 kasus yang terlaporkan.

“Di sisi lain, Kemenkes RI juga terus berusaha meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat tentang TBC termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” ujar Tiara, Kamis (12/08/2021).

Ia menambahkan, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis terus berkomitmen menanggulangi tuberkulosis (TBC) dengan target penurunan angka penyakit ini pada tahun 2030 menjadi 65 per 100.000 penduduk dan penurunan angka kematian 6 per 100.000 penduduk.

4. Cara-cara mencegah TBC

4. Cara-cara mencegah TBC
Freepik/Jcomp

Tiara menyampaikan, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mencegah tuberkulosis (TBC). Jika seseorang terdeteksi mengalami gejala TBC, segera bawa ke Fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) terdekat untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut.

“Patuhi pengobatan yang dianjurkan dokter dan selesaikan pengobatan sampai tuntas,” ucapnya.

Penting juga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehari-hari. Hal-hal yang bisa dilakukan antara lain mengonsumsi makanan bergizi seimbang, berolahraga secara rutin, serta rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

“Selain itu, memastikan rumah mendapatkan sinar matahari dan ventilasi udara yang memadai serta memakai masker dan menerapkan etika batuk dengan benar ketika sakit TBC,” lanjutnya.

5. Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia

5. Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia
Freepik

Selain pemerintah dan instansi terkait, peran dan kesadaran masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk membantu menekan angka kasus penyakit TBC.

Patut disyukuri bahwa sekarang telah bermunculan sekelompok orang, yayasan dan sebagainya yang peduli terhadap penyakit TBC. Berbagai cara juga dilakukan agar masyarakat lebih peduli terhadap TBC sehingga mencegah banyaknya penularan dan menurunkan jumlah penderita.

“Prioritaskan orang yang rentan atau mempunyai faktor risiko tinggi terhadap TBC, seperti tenaga kesehatan, lansia, ibu hamil, anak-anak, serta yang punyai penyakit berat penyerta (komorbid). Sangat penting juga untuk melindungi dan mendukung petugas kesehatan yang berjuang dalam mengendalikan TBC,” ungkap dr. Tiffany Tiara Pakasi.

Hal penting lainnya yang harus dilakukan adalah mengakhiri stigma terhadap orang yang terkena TBC dan saling bahu-membahu melawan penyakit yang menular melalui udara ini (airbone disease).

Bagi yang masih sehat, tidak boleh mengasingkan para penderita TBC melainkan harus mendukung mereka dan memberikan mereka semangat agar bisa sembuh total sehingga bisa beraktivitas seperti biasanya.

Itulah beberapa informasi mengenai tuberkulosis (TBC). Yuk, mulai sekarang lebih peka terhadap lingkungan dan juga pada keluarga serta bersama-sama temukan TBC dan obati sampai sembuh.

Baca Juga:

The Latest