Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
Perjalanan Embrio Transfer Fanny Kondoh, Penuh Perjuangan
instagram.com/fannykondoh

Intinya sih...

  • Perjalanan embrio transfer Fanny Kondoh penuh perjuangan

  • Kabar nggak mudah di awal, tetap berjuang di tengah kondisi suami yang kritis

  • Embrio transfer ketiga penuh haru dan doa, berserah pada kehendak Tuhan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap perjalanan untuk memiliki buah hati selalu menyimpan cerita dan perjuangan yang nggak mudah. Di balik harapan besar akan kehadiran momongan, ada proses panjang yang kerap menguji fisik, mental, hingga emosi. Meski demikian, banyak perempuan tetap menjalaninya dengan penuh keteguhan, karena di sanalah harapan untuk menyambut kehidupan baru terus dijaga.

Hal serupa juga dirasakan oleh Fanny Kondoh. Ia sempat membagikan pengalamannya mengenai perjalanan embrio transfer yang dijalani, sebuah proses yang bukan hanya berkaitan dengan tindakan medis, tetapi juga tentang kesabaran, kekuatan mental, dan doa yang tak pernah putus. Dari cerita tersebut, terlihat betapa besar perjuangan yang harus dilalui demi mewujudkan impian memiliki momongan.

Berikut Popmama.com rangkum mengenai perjalanan embrio transfer Fanny Kondoh yang penuh perjuangan. Yuk, simak bersama!

1. Perjalanan embrio transfer yang diawali dengan kabar yang nggak mudah

instagram.com/fannykondoh

Fanny Kondoh sempat membagikan kisah perjuangannya saat menjalani program embrio transfer, sebuah proses yang penuh harapan sekaligus tantangan besar.

Pada percobaan embrio transfer kedua, Fanny menerima kabar yang cukup berat. Dokter menyampaikan bahwa kondisi dinding rahimnya terlalu tebal, sehingga belum memungkinkan untuk dilakukan embrio transfer. Mendengar hal tersebut, Fanny hanya bisa bertanya apa langkah terbaik yang bisa ia ambil, di tengah kondisi sang suami yang saat itu sudah menjalani perawatan paliatif.

Di situasi yang sama, Fanny juga sempat menanyakan kemungkinan melanjutkan embrio transfer apabila sang suami meninggal dunia. Namun dokter menjelaskan bahwa embrio transfer hanya dapat dilakukan apabila pasangan masih terikat pernikahan, dalam keadaan hidup, dan nggak bercerai.

Penjelasan ini membuat Fanny harus menghadapi kenyataan yang semakin kompleks, karena ia harus memikirkan dua hal sekaligus, yakni kondisi kesehatan almarhum suami dan kelanjutan program embrio transfer yang tengah dijalaninya.

2. Tetap berjuang di tengah kondisi suami yang kritis

instagram.com/fannykondoh

Dalam ceritanya, Fanny mengungkapkan bahwa perjuangannya nggak berhenti sampai di situ. Ia sempat membagikan momen haru ketika setelah mengantar sang suami menjalani kemoterapi, ia langsung pergi ke klinik pada sore harinya untuk melakukan pemeriksaan rahim. Meski secara fisik dan emosional sangat melelahkan, Fanny tetap mencoba bertahan dan menumbuhkan harapan.

Bulan berikutnya, Fanny memutuskan untuk mengganti klinik dan kembali mencoba program embrio transfer. Dari beberapa embrio yang ada, satu embrio dinyatakan dalam kondisi baik. Setelah sebelumnya rahim belum siap menerima embrio, pada percobaan ketiga akhirnya embrio transfer berhasil dilakukan. Namun di saat yang sama, kondisi sang suami justru semakin menurun, dengan saturasi oksigen yang terus melemah.

3. Embrio transfer ketiga yang penuh haru dan doa

instagram.com/fannykondoh

Fanny juga membagikan cerita emosional mengenai proses embrio transfer ketiganya yang terasa sangat berbeda.

Ia nggak ditemani langsung oleh sang suami karena kondisi beliau yang sudah lumpuh dan hanya bisa berbaring. Komunikasi pun dilakukan melalui pesan singkat, di mana Fanny terus mengabarkan perkembangan proses yang ia jalani. Sang suami tetap menunjukkan harapan besar akan kehadiran buah hati yang diyakini dapat membawa warna baru bagi keluarga kecil mereka.

Diketahui, sang suami menderita kanker kantung kemih dan berpulang pada 15 Oktober 2024. Momen tersebut menjadi semakin menyentuh karena terjadi hanya satu minggu setelah Fanny berhasil menjalani embrio transfer.

4. Prinsip berserah dan keyakinan pada kehendak Tuhan

instagram.com/fannykondoh

Dalam pengalamannya, Fanny juga menjelaskan bahwa embrio transfer umumnya disarankan disertai dengan bed rest, menghindari stres, mencukupi waktu tidur, serta menjaga asupan nutrisi. Pada percobaan embrio transfer pertama dan kedua, Fanny menjalani semua anjuran tersebut dengan sangat disiplin, bahkan hingga melakukan staycation selama dua minggu demi menjaga kondisi tubuh dan pikiran. Namun hasil yang diharapkan belum juga datang.

Memasuki embrio transfer ketiga, kondisi Fanny justru jauh dari ideal. Ia tak bisa sepenuhnya menjaga kesehatan dan pikirannya karena harus menjadi caregiver bagi sang Suami. Mulai dari membantu mengangkat tubuh suami yang lumpuh, mengganti pampers, kurang tidur karena harus selalu siaga, hingga pola makan yang nggak teratur selama di rumah sakit.

Meski sempat mengalami stres, Fanny memilih untuk berserah dan memegang prinsip nothing to lose. Ia percaya bahwa jika Tuhan mengizinkan, maka kehamilan itu akan datang pada waktunya.

Kini, perjuangan panjang tersebut berbuah manis. Fanny Kondoh dikaruniai anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Kazuki Musa Kondoh, menjadi simbol harapan, cinta, dan kekuatan dari perjalanan yang penuh air mata dan doa.

Perjalanan Fanny Kondoh menjadi pengingat bahwa harapan bisa tetap tumbuh di tengah ujian terberat sekalipun. Dengan keteguhan hati dan kepercayaan pada kehendak Tuhan, perjuangan panjangnya pun akhirnya berbuah manis.

Semoga informasi ini bermanfaat, ya!

Editorial Team