TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Miris! 7,8 Juta Balita di Indonesia Penderita Stunting

Asupan gizi ibu hamil dan anak wajib diperhatikan!

Pixabay/RitaE

Masih ada pandangan orangtua yang menganggap masalah perawakan pendek (stunting), hanya berkaitan pada masalah tinggi badan Si Kecil saja.

Padahal dalam jangka pendek balita yang mengalami kondisi stunting karena kekurangan zat besi dan asam amino, akan mempengaruhi tumbuh kembang, daya tahan tubuh dan fungsi kognitif si anak.

Data World Health Organization (WHO) mengungkapkan, bahwa di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen.

Padahal WHO sudah menetapkan toleransi stunting maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita.

Hal ini juga, yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk.

Indonesia juga menjadi salah satu Negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainnya. Di dunia, Indonesia menduduki posisi ke-17 dari 117 negara. 

Apa itu stunting?

Pixabay/igorovsyannykov

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya, dilihat dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study).

Kekurangan gizi ini pun terjadi sejak bayi di dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupannya.

Sayangnya, sering kali stunting baru terdeteksi setelah anak berusia 2 tahun.

Penyebab anak mengalami stunting

Unsplash.com/fahri ramdani

Secara umum stunting disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak cukup atau mengalami gizi buruk pada ibu dan anak.

Selain itu sebagian besar stunting disebabkan juga kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan gizi sebelum dan masa kehamilan.

Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kondisi stunting:

  • Gizi ibu dan praktik pemberian makan yang buruk pada anak

Bila ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi, maka anak akan mengalami stunting.

Masalah gizi anak yang berdampak pada stunting, berkaitan erat dengan asupan gizi dan nutrisi calon ibu.

Dari 89,1 persen perempuan hamil yang mendapatkan tablet tambah darah, hanya sebesar 33,3 persen ibu hamil yang mengonsumsi tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan (Data Riskesdas, 2013)

Perempuan yang kekurangan berat badan dan mengalami anemia selama masa kehamilan juga, akan memungkinkan memiliki anak dengan keadaan stunting.

Bahkan hal ini, berisiko menjadi kondisi stunting yang akan terjadi secara turun-menurun.

Tidak hanya itu, gizi buruk yang dialami ibu selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak terhambat.

Kondisi tersebut juga bisa diperburuk bila asupan gizi pada bayi kurang memadai, misalnya bayi diberikan air putih dan teh sebelum berusia enam bulan.

Seharusnya di usia ini, anak hanya diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif maupun susu formula sebagai penggantinya.

Selain itu pada momen makan pertama anak, tidak diberikan asupan nutrisi yang lengkap pada menu makanannya. Padahal, momen makan pertama si kecil sangatlah penting.

  • Sanitasi yang buruk

Lingkungan dengan sanitasi yang tidak sehat dan bersih, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak stunting.

Sanitasi yang buruk pun berkaitan dengan terjadinya penyakit diare dan infeksi cacing usus (cacingan) secara berulang-ulang pada anak.

Terbukti, kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut berperan menyebabkan anak kerdil.

Tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare dan cacingan yang kemudian berdampak kepada tingkatan gizi anak.

Praktik hidup inilah yang kemudian dapat mengurangi nafsu makan anak, menghambat proses penyerapan nutrisi di dalam tubuh anak, serta meningkatkan risiko kehilangan nutrisi.

  • Pernikahan dini

Diperkirakan pernikahan dini menjadi satu diantara penyebab lahirnya balita mengidap stunting.

Balita yang terlahir akibat pernikahan dini kerap lahir dengan tidak sempurna dan terganggu dalam perkembangannya, hal ini pun dapat diindentifikasi ketika balita lahir kurang dari 48 sentimeter.

  • Fetus Alcohol Syndrome (FAS)

Anak yang terlahir dengan sindrom alkohol janin juga dapat mengalami stunting. FAS merupakan pola cacat yang dapat terjadi pada janin karena sang ibu mengonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol saat sedang hamil.

Anak dengan FAS memiliki sekelompok rangkaian gejala yang mencakup bentuk wajah yang berbeda dari anak normal, pertumbuhan fisik terhambat, serta beberapa gangguan mental.

Bagaimana dengan risiko kesehatan balita stunting?

todaysparent.com

Anak yang mengalami stunting umumnya memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, rentan terhadap penyakit dan menurun produktivitasnya. Berikut risiko lengkapnya:

  • Stunting dikaitkan dengan kurangnya perkembangan otak dengan konsekuensi berbahaya untuk jangka waktu lama, termasuk kecilnya kemampuan mental dan kapasitas untuk belajar, penurunan IQ, serta peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.
  • Lebih besar memiliki risiko untuk rentan terserang penyakit, bahkan mengalami kematian dini.
  • Stunting pun dapat menurun pada generasi berikutnya, kondisi ini disebut siklus kekurangan gizi antargenerasi.
  • Kelak saat balita tumbuh dewasa, perempuan stunting memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi selama persalinan karena memiliki panggul lebih kecil dan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah.

Upaya pencegahan pada balita stunting

bumrungrad.com

Untuk mencegah penyakit stunting ini kian bertambah, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan ibu atau calon ibu untuk mengatasinya.

  • Pemberian ASI eksklusif, ASI adalah sumber asupan gizi pada balita yang memberikan kekebelan terhadap penyakit. Karena itu, balita yang sehat akan tumbuh optimal.
  • Mencukupi gizi pada masa kehamilan, memberikan ASI selama enam bulan pertama dan memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dari sejak usia enam bulan hingga dua tahun.
  • Melanjutkan ASI hingga usia 2 tahun.
  • Menyediakan lingkungan bersih dan sehat, bebas dari BABS (Buang Air Besar Sembarangan) bagi balita.

Permasalahan stunting dan kekurangan gizi pada anak ini, tak hanya ditanggung oleh masyarakat saja. Namun, pemerintah juga memberikan perhatian khusus mengenai permasalahan ini agar terus berkurang.

The Latest