TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

5 Tips Mengajarkan Hak Reproduksi pada Anak 4-5 Tahun dengan Sederhana

Mengerti tentang consent bisa membantu melindungi anak dari pelecehan seksual, lho

Freepik/drobotdean

Akhir-akhir ini, kasus pelecehan seksual terhadap anak semakin marak. Tentu ini adalah kondisi yang mengkhawatirkan.

Apalagi edukasi seksual kepada anak-anak masih minim. Sehingga ketika mendapat perlakuan yang tidak pantas, mereka bisa saja bingung dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

Pendidikan seksual sudah tak bisa lagi kita abaikan. Ini penting untuk diajarkan sejak dini untuk menekan angka kasus pelecehan seksual.

Salah satu hal yang perlu diperkenalkan pada anak ketika memberikan pendidikan seksual adalah consent atau persetujuan. Anak perlu mengerti bahwa pendapatnyalah yang terpenting ketika membuat pilihan untuk tubuhnya sendiri.

Ia akan belajar untuk menghargai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Dengan begitu, ia bisa mengerti bahwa sentuhan fisik tanpa disertai persetujuan adalah tindakan yang salah.

Tak hanya membantu melindunginya dari pelecehan seksual, pengertian tentang consent juga mencegahnya untuk melakukan pelecehan seksual ketika ia dewasa karena ia sudah mengerti bahwa ia tidak boleh menyentuh orang lain sembarangan.

Consent juga merupakan salah satu bagian dari hak reproduksi lho, Ma. Intinya sama, yaitu mengajarkan bahwa setiap orang berhak membuat pilihan yang terbaik untuk tubuhnya sendiri. Jadi, penting juga untuk memberikan pendidikan tentang hak reproduksi pada anak.

Nah, bagaimana caranya mengajarkan hak reproduksi pada anak dengan sederhana, ya?

Yuk, simak 5 tips mengajarkan hak reproduksi pada anak 4-5 tahun dengan sederhana yang telah Popmama.com rangkum dilansir dari laman parents.com di bawah ini, Ma.

1. Perkenalkan consent sejak dini

Freepik/drobotdean

Pendidikan tentang consent atau persetujuan pada anak sangat perlu dimulai sejak dini. Sedini apa? Sejak anak mama lahir, Mama sudah bisa mulai memperkenalkannya.

Mulailah dari meminta izin pada anak setiap kali Mama perlu melakukan sesuatu dengannya.

Misalnya ketika Mama ingin menggantikan popoknya, Mama bisa bertanya, “Popoknya boleh Mama ganti dengan yang bersih?”

Mungkin anak mama tidak meresponsnya secara verbal karena ia belum menguasainya. Namun, belum menguasai bahasa verbal bukan berarti usaha Mama untuk bertanya itu sia-sia.

Justru anak mama akan mengerti dan terbiasa meminta persetujuan ketika sudah lebih besar. Sebab, budaya apa pun yang Mama bangun sejak anak masih sangat kecil itu akan menjadi praktik yang ampuh baginya.

Untuk hal menyentuh dan mencium anak, Mama juga sudah bisa mulai biasakan meminta izinnya terlebih dahulu. Begitu pula ketika ingin menyentuh anak lain.

Ajari anak bahwa tubuhnya adalah miliknya sendiri dan ia tidak berutang sentuhan fisik kepada siapa pun. Jadi, ia tidak berkewajiban memberi atau memperbolehkan sentuhan fisik jika sebenarnya ia tidak mau.

2. Perkenalkan bahwa aborsi merupakan salah satu perawatan kesehatan

Freepik/rawpixel.com

Pelajaran mengenai hak reproduksi tak lepas dari perihal hak aborsi. Ketika Mama mengajarkan hak reproduksi pada anak, bicarakan juga tentang hak aborsi.

Pembahasan mengenai aborsi di Indonesia memang masih tabu, Ma. Namun, anak perlu tahu bahwa aborsi merupakan salah satu perawatan kesehatan. Jadi, orang yang memiliki kondisi yang memerlukan tindak aborsi atau membuatnya ingin aborsi bisa mendapatkan akses aborsi yang aman.

Di Indonesia sendiri, aborsi dilegalkan untuk kondisi-kondisi tertentu. Ketika nyawa sang calon ibu terancam, terjadi cacat janin berat, dan terjadi kehamilan akibat kekerasan seksual, aborsi dilegalkan untuk mereka.

Nah, bagaimana caranya membicarakan hak aborsi pada anak yang masih kecil? Mama bisa mulai dari memperkenalkan padanya apa itu aborsi.

Untuk anak di bawah usia 8 tahun yang belum menguasai banyak kosakata, lebih baik Mama gunakan kata-kata yang sederhana untuk menerangkan apa itu aborsi.

Mama bisa jelaskan, “Kadang, seseorang mungkin nggak mau hamil. Nah, seorang profesional medis harus menolongnya untuk pilihannya itu.”

Untuk anak pra-remaja, ia kemungkinan sudah pernah mendengar tentang aborsi dari media sosial, TV, atau ada teman yang membicarakannya. Mama bisa tanyakan tentang apa yang ia tahu sambil terus mempertahankan sikap penasaran dan tidak menghakimi. Lalu, berikan fakta padanya.

Untuk anak remaja, ia mungkin saja sudah mengerti tentang aborsi, tapi tidak punya informasi yang akurat. Mama bisa mengajaknya mengobrol dan berpikir kritis tentang aborsi.

Mama bisa memulai dengan bertanya, “Mama pengen tahu, apa ya yang mungkin terjadi kalau seseorang merasa nggak punya tempat yang aman untuk mengakhiri kehamilannya di saat mereka memerlukannya atau belum mau hamil? Gimana menurutmu?”

3. Bicarakan mengenai keadaan sebenarnya

Pexels/Pavel Danilyuk

Tak hanya pelajaran mengenai consent dan hak aborsi, anak juga perlu tahu keadaan sebenarnya tentang hal-hal tersebut, Ma. Apakah orang lain sudah sadar mengenai consent dan hak-hak reproduksinya?

Sejauh ini, apa yang terjadi pada orang yang otoritas tubuhnya dilanggar orang lain, seperti ketika mengalami kekerasan seksual? Apakah mereka mendapatkan keadilan yang seharusnya mereka dapatkan?

Apakah semua orang bisa dengan mudah mendapatkan akses ke perawatan kesehatan reproduksi untuk membuat pilihan yang diinginkan untuk tubuh mereka?

Faktanya, masih banyak sekali orang yang tidak mengerti consent. Buktinya, kekerasan seksual masih marak, korban kekerasan seksual masih kerap disalahkan dan sulit mendapat keadilan, serta pemerkosaan dalam pernikahan masih dianggap halusinasi.

Edukasi tentang hak aborsi juga masih minim karena tabu. Masih banyak perempuan yang menganggap aborsi adalah tindakan memalukan sehingga mereka mencari cara sendiri untuk menghentikan kehamilannya.

Berdasarkan video dokumenter hasil studi aborsi di Indonesia dari kanal Youtube Anatman Pictures, 14 sampai 16 persen kematian ibu di Asia Tenggara disebabkan oleh aborsi yang tidak aman lho, Ma. Memang tidak semua orang memiliki akses layanan kesehatan tersebut karena berbagai faktor, di antaranya adalah karena anggapan aborsi itu memalukan dan tidak memiliki uang yang cukup.

Untuk ini, Mama bisa katakan pada anak, “Nggak semua orang dapet akses ke layanan kesehatan yang mereka butuhkan untuk mewujudkan pilihan yang mereka buat untuk tubuh mereka.”

Mama juga bisa beri tahu, “Nggak semua orang ngerti kalau mereka nggak boleh pegang-pegang tubuh orang lain kalau nggak dibolehin, Nak. Masih banyak orang yang pegang-pegang orang lain tanpa izin dan mereka sulit dapet hukuman. Sebaliknya, orang yang dipegang-pegang malah disalahkan. Padahal yang salah kan yang pegang-pegang tanpa izin.”

4. Ajarkan lewat momen-momen yang berkaitan

Pexels/Gustavo Fring

Momen-momen yang pas untuk membicarakan mengenai hak reproduksi dengan anak bisa datang secara acak. Jika momen-momen seperti itu muncul, manfaatkan kesempatan itu dengan baik untuk mengajarkan hak reproduksi pada anak ya, Ma.

Misalnya, berita tentang gerakan tolak larangan aborsi di Brasil muncul dan anak mama melihatnya. Mama bisa menerangkan padanya bahwa ia boleh memilih yang terbaik untuk tubuhnya sendiri.

Namun, perlu diingatkan juga bahwa bebas bukan berarti semaunya. Semua ada aturan dan risikonya. Ia harus mempertimbangkannya dengan bijak sebelum memutuskan sesuatu untuk tubuhnya.

Seperti di Indonesia, praktik aborsi dilegalkan hanya untuk beberapa kondisi saja. Lalu, fakta bahwa hamil dan membesarkan anak ketika belum siap itu sangat berat.

Jadi, penting baginya untuk berusaha hati-hati agar tidak perlu merasakan semua itu. Namun, jika hal buruk terjadi padanya sehingga merasakan hal-hal itu, ia tidak perlu takut atau malu untuk meminta tolong pada Mama dan Papa.

Mama bisa katakan, “Keluarga kita percaya kalau kamu boleh membuat pilihan untuk tubuhmu sendiri. Tapi kamu harus pikirin baik-baik ya sebelum memutuskan sesuatu buat tubuhmu. Semua ada aturan dan akibatnya. Mama harap, kamu nggak pegang-pegang orang lain sembarangan, apalagi bagian-bagian yang dilarang. Orang lain pun harus begitu sama kamu.”

Mama juga perlu sampaikan bahwa ia bisa minta tolong pada Mama dan Papa kalau hal buruk terjadi padanya, “Tapi kalau orang pegang-pegang kamu tanpa izin, apalagi sampai kamu hamil, kamu bisa minta tolong sama Mama dan Papa. Mama dan Papa akan bantu kamu.”

5. Ciptakan ruang untuk anak bebas bertanya dan terlibat dalam obrolan serius

Pexels/George Park

Apakah anak mama pernah mendengar pembahasan “dewasa” dan menanyakannya pada Mama atau Papa? Bagaimana respons Mama dan Papa? Apakah Mama dan Papa menjawabnya atau justru melarangnya mencari tahu lagi?

Untuk mengajarkan anak perihal hak reproduksi, ada baiknya Mama menciptakan ruang di rumah tempat anak bebas bertanya dan memperbincangkan apa saja dengan Mama dan Papa. Bahkan, mengenai topik sulit, tabu, atau yang kita anggap “dewasa” sekalipun.

Jangan berbicara atau menceramahinya dan memberikan pertanyaan terbuka kapan pun Mama bisa, ya. Cek juga bias Mama. Penting bagi setiap orang mengerti bahwa mereka memiliki pilihan untuk tubuhnya sendiri.

Pastikan anak mama tahu kalau ia bisa datang kapan pun pada Mama dan Papa kalau ia memiliki pertanyaan. Jadi, ia memiliki akses untuk mendapatkan informasi yang ia perlukan dengan tepat.

Mama juga jadi tidak perlu takut ia akan mencari-cari jawaban sendiri dan berujung mendapatkan informasi yang salah. Setuju, Ma?

Itulah 5 tips mengajarkan hak reproduksi pada anak 4-5 tahun dengan sederhana, Ma. Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan tentang hak reproduksi adalah hal yang baru sehingga kita sendiri kadang lupa dalam mempraktikkannya. Namun, tidak ada salahnya untuk belajar bersama-sama dengan anak demi kebaikannya, Ma. Semangat ya, Ma!

Baca juga:

The Latest