TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

4 Cara Menghindari Pelampiasan Emosi pada Anak ala Kak Awam Prakoso

Jangan buat anak menjadi 'samsak' emosi orangtua yang kurang bisa meregulasi emosi

Pexels/Vlada Karpovich

Orangtua tentu bukanlah manusia yang sempurna dan pastinya tak bisa lepas dari rasa marah. Pada dasarnya mendidik anak memang membutuhkan kesabaran yang tak terbatas.

Namun, sebagai orangtua kita pun kerap kurang sabar dalam menghadapi tingkah si Kecil. Asal jangan sampai rasa marah tersebut dilampiaskan begitu saja ke anak. Tak hanya tekanan di dalam keluarga, masalah dari luar kerap menjadi penyebab orangtua sering ‘kelepasan’ hingga memarahi atau bahkan membentak anak.

Padahal, hal tersebut tidak adil bagi anak. Terlepas dari seberapa berat beban hidup yang harus dipikul orangtua, tak seharusnya menjadikan anak-anak sebagai ‘korban’ pelampiasan. Anak bukanlah samsak pelampiasan emosi negatif orangtuanya.

Di Instagramnya, pendongeng sekaligus penulis Kak Awam Prakoso membagikan tips yang menurutnya bisa membantu orangtua agar tak menjadikan anak tempat pelampiasan emosi.

Mudah ditiru dan bisa langsung diterapkan lho, terutama bagi Papa yang mungkin bekerja sekaligus membantu mengurus anak sehingga beban emosinya lebih berat.

Berikut Popmama.com bagikan cara menghindari pelampiasan emosi pada anak ala Kak Awam Prakoso.

1. Yakinlah tak ada dampak baik setelah memerahi anak, apalagi tanpa alasan

Pexels/RODNAE Productions

Membentak dan memarahi anak bisa meninggalkan luka emosi yang dalam bagi si Kecil. Jika orangtua terlalu sering membentak anak bisa membuat hubungan menjadi renggang.

Dampaknya, anak bisa merasa sedih, malu, dan tidak disayang lagi. Tak heran jika anak tidak mau terlalu dekat lagi dengan orangtuanya karena terlalu sering dimarahi atau dibentak. Membentak juga menjadi salah satu bentuk penindasan kepada si Kecil.

Selain itu ini bisa menjadi pemicu tingkah anak yang agresif di masa depan. Anak pun menjadi tidak percaya diri dibandingkan teman-temannya.

"Pikirkan akibatnya, sekesal-kesalnya kita kepada anak yakinlah kemarahan yang berlebihan akan berdampak buruk bagi perkembangan anak kita," tutur kak Awam di videonya, 8 Agustus 2022.

2. Keluarga yang tidak harmonis jadi pemicu anak menjadi korban pelampiasan emosi orangtua

Pexels/Alena Darmel

Tumbuh di keluarga harmonis membuat anak merasa aman dan nyaman dalam perkembangannya. Pasalnya interaksi dan pola komunikasi yang ada di tengah keluarga akan menjadi bekal anak dalam memahami hubungan sosial.

Anak-anak yang sejak kecil sudah terasah kemampuan emosionalnya, diyakini akan memiliki kehidupan sosial yang baik ke depannya. Seiring berjalannya waktu, anak akan belajar memahami bahwa interaksi dengan sesama manusia adalah hal yang penting.

Keluarga yang harmonis, lingkungan tinggal yang baik dan melindungi, serta hubungan pertemanan yang terjalin menjadi hal yang penting dalam perkembangan emosionalnya.

"Harmonisasi dalam hubungan keluarga untuk bisa membagi tugas pengasuhan. Hal ini penting sekali agar tidak terjadi salah-menyalahkan dalam proses pengasuhan anak kita. Karena pemicu kemarahan kepada anak, salah satu penyebabnya karena tidak harmonisnya keluarga," pungkas kak Awam.

Jika anak tumbuh di tengah keluarga yang kurang harmonis, misalnya terbiasa melihat hal buruk, mencaci-maki, atau berbicara keras akan membuat anak mengembangkan kondisi emosi yang berbeda. Di kehidupan sosialnya kelak, anak lebih mungkin melakukan tindakan kekerasan atau mengucilkan orang lain.

3. Buanglah pikiran 'anak bermasalah', arif dan bijaksana menyikapi situasi tak mudah dengan anak

Pexels/Arina Krasnikova

Rasanya tidak adil jika orangtua sudah melabeli anak nakal atau anak bermasalah tanpa alasan jelas. Apalagi jika hal yang dianggap salah itu sepele dan bagian dari cara belajar dan tumbuh kembangnya.

Misalnya, anak belum bisa menuangkan air agar tidak berantakan. Ketika orangtua sedang lelah ini bisa menjadi pemicu anak menjadi pelampiasan emosi orangtuanya. Padahal hal yang dilakukan sang Anak bukan masalah yang besar saat itu.

Kak Awam menyebut ketika kondisi orangtua kesal karena kelakuan anak, jangan langsung menyebutnya nakal atau bermasalah. Sebagai orang dewasa kita punya kemampuan regulasi emosi yang lebih daripada mereka, kitalah yang harusnya memberi contoh agar menyikapi masalah lebih arif.

Bukannya melampiaskan kekesalan kepada si Kecil.

"Jangan berpikir bahwa anak bermasalah, hadirkan dalam pikiran setiap yang terjadi kepada anak hayalah situasi dan kondisi yang harus disikapi secara arif dan bijaksana," tutur kak Awam.

4. Masalah hidup yang ada jangan dijadikan alasan untuk melampiaskan emosi ke anak

Instagram.com/awamprakoso

Tekanan dan masalan internal kadang tak bisa dihadapi dengan mudah. Belum lagi ditambah dengan tekanan dari luar seperti pekerjaan yang tidak ada habisnya. Cangkir emosi orangtua bisa penuh, dan itu adalah hal wajar.

Namun, seberapa berat dan pilunya masalah hidup jangan sampai anak menjadi korban. Kak Awam mengingatkan kalau setiap masalah yang hadir hendaknya orangtua sadar bisa diselesaikan dan akan berakhir.

Dengan menyadari itu, orangtua akan lebih menahan untuk bisa mengelola emosinya lebih baik. Jangan sampai anak menjadi korban pelampiasan sementara hingga membuatnya trauma dan terluka emosinya.

"Yakinlah bahwa setiap masalah yang hadir hanya bersifat mampir dan akan berakhir. Uakinlah bahwa kesabaran dalam mengelola emosi sangatlah penting," ucap kak Awam.

Itulah tadi tips menghindari pelampiasan emosi pada anak ala Kak Awam Prakoso, pendongen ulung kesukaan si Kecil. Yuk, mulai sekarang lebih arif dan bijaksana dalam menghadapi emosi yang hadir. Jangan sampai anak menjadi samsak pelampiasan yang hanya akan membuatnya terluka di masa depan.

Baca juga:

The Latest