TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Penyakit Hemofilia: Gejala, Penyebab, dan Cara Pengobatan

Tahukah Mama? Penyakit hemofilia bisa dideteksi sejak bayi di dalam kandungan

Freepik/wayhomestudio

Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah bawaan yang terjadi akibat kekurangan faktor pembekuan darah. Terdapat dua jenis penyakit hemofilia. Hemofilia A terjadi karena kekurangan faktor VIII, sedangkan hemofilia B terjadi akibat kekurangan faktor IX.

Saat ini, tercatat setidaknya ada 2700 pasien penderita hemofilia di Indonesia. Penderita hemofilia memang terbilang jarang ditemukan. Namun yang perlu diketahui, hemofilia merupakan penyakit keturunan yang diwarisi melalui Kromosom X.

Laki-laki cenderung menjadi pengidap, sementara perempuan bersifat sebagai pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut.

“Penyandang hemofilia mudah mengalami pendarahan. Kurang lebih sebanyak 70 sampai 80 persen penderitanya berawal dari riwayat keluarga karena hemofilia diturunkan secara genetik,” kata Dr. dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K) selaku Spesialis Anak, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia.

Meski termasuk penyakit langka, namun hemofilia tetap perlu diwaspadai ya, Ma. Sebagai informasinya, berikut Popmama.com telah merangkum seputar fakta penyakit hemofilia yang bisa menjadi ilmu baru bagi Mama.

1. Gejala hemofilia ringan, sedang, dan berat

Freepik/user18526052

Tidak ada salahnya mengenali gejala hemofilia sejak dini. Biasanya, gejala yang timbul bergantung pada tingkat keparahan penyakit yang diderita individu. Berikut penjelasan selengkapnya:

1. Gejala hemofilia ringan

  • Mempunyai jumlah faktor pembekuan darah di tubuhnya sebanyak 5-50 persen dari jumlah normal.
  • Pendarahan sulit berhenti setelah menjalani operasi kecil, seperti cabut gigi atau sunat.
  • Pendarahan juga akan mudah terjadi ketika penderitanya mengalami luka.
  • Kondisi-kondisi ini menyebabkan pendarahan lebih lama dari biasanya.

2. Gejala hemofilia sedang

  • Jumlah faktor pembekuan darah pada pengidam hemofilia sedang sekitar 1-5 persen dari orang normal.
  • Penderitanya lebih sering mengalami memar.
  • Muncul gejala-gejala pendarahan dalam, terutama di area sendi. Bagian tubuh yang biasanya terdampak, yaitu pergelangan kaki, lutut, dan siku.
  • Gejala hemofilia sedang muncul setidaknya satu kali dalam sebulan.

3. Gejala hemofilia berat

  • Penderita memiliki faktor pembekuan darah di bawah 1 persen dari jumlah normal.
  • Sering mengalami lebam, bengkak, dan nyeri sendi akibat trauma benturan ringan atau tanpa sebab yang jelas.
  • Pendarahan spontan yang memicu mimisan, gusi berdarah, serta pendarahan pada otot juga sering muncul secara tiba-tiba.

Sendi yang mengalami pendarahan akan terlihat bengkak, nyeri, dan susah digerakkan. Kalau terjadi berulang kali, akan mengalami kerusakan pada sendi. Lama kelamaan kalau nggak diobati di usia dekade kedua dan ketiga, penderitanya dapat mengalami kerusakan sendi dan bisa berujung kecacatan,” jelas Novie Chozie.

2. Pemeriksaan hemofilia bisa dilakukan sejak di dalam kandungan

Freepik/valuavitaly

Mendiagnosis penyakit hemofilia bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan darah. Namun sayangnya, fasilitas tersebut masih relatif terbatas.

Px kadar faktor pembekuan dan inhibator juga hanya tersedia di rumah sakit rujukan nasional (RSCM) dan beberapa rumah sakit propinsi yang mempunyai fasilitas lengkap.

“Hanya sekitar 5-6 propinsi yang ada (fasilitas pengecekan hemofilia). Tapi itu juga nggak bisa rutin setiap hari ada. Cuman bisa sebulan sekali untuk menghemat reagen karena harganya cukup mahal dan pasiennya tidak terlalu banyak,” ungkap Novie Chozie.

Selain itu, pemeriksaan hemofilia juga bisa dilakukan sejak bayi di dalam kandungan, yaitu melalui air ketuban tepatnya ketika janin berusia 8-12 minggu. Namun proses ini harus dilakukan dengan tenaga yang ahli dan berpengalaman di bidangnya karena cukup berisiko.

3. Pengobatan hemofilia salah satunya adalah terapi

Freepik/partystock

Spesialis Anak, Kolegium Ilmu Kesehatan Anak, PRODI IKA FKUI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr, Fitri Primacakti, Sp.A(K) menjelaskan lebih lanjut bahwa terapi hemofilia dilakukan secara kolaborasi.

“Terapi terbaiknya adalah bagaimana kita mencegah pendarahan dengan memberikan profilaksis, yaitu dengan pembekuan darah. Pemberian profilaksis itu bisa mencegah pendarahan jangka pendek. Kalau jangka panjangnya bisa mencegah kecacatan dan peradangan agar tidak terjadi,” kata Fitri Primacakti.

Pemberian terapi ini diperlukan kolaborasi antara tenaga medis. Tidak hanya dokter hematologi, tetapi juga dokter anak, dokter penyakit dalam, hingga dokter penyakit umum. Setidaknya perlu dokter-dokter memumpuni dari fasilitas kesehatan primer dan sekunder.

4. Penyakit hemofilia masih belum bisa disembuhkan

Freepik/tirachardz

Untuk saat ini, sayangnya penderita hemofilia masih belum bisa disembuhkan lantaran hemofilia berada di dalam gen Kromosom X. Kendati demikian, orang yang mengidap hemofilia tetap bisa hidup normal dengan cara menghindari terjadinya luka dan melakukan kontrol rutin ke dokter.

“Sampai saat ini hemofilia masih belum bisa disembuhkan, karena penyakit ini ada di dalam Kromosom X. Sekarang tenaga medis masih berupaya gimana caranya terapi gen. Walaupun hasinya menggembirakan, tapi kita masih menunggu lebih lanjut untuk mengetahui ini bisa jadi pelayanan rutin atau belum, karena biayanya sangat mahal,” ungkap Novie Chozie.

5. Kisah inspiratif dr. Satria Dananjaya, salah satu penyandang hemofilia di Indonesia

Freepik/Jcomp

dr. Satria Dananjaya selaku penyandang hemofilia sekaligus anggota Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia membagikan pengalamannya selama menderita hemofilia.

Dibanding memandang sebagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan, Satria lebih menganggap hemofilia sebagai teman dan anugerah yang diberikan Tuhan untuknya.

“Jangan jadikan hemofilia musibah tapi teman, karena dengan hemofilia saya bisa mengeksplor diri lebih dalam. Untuk orang tua penyandang dan penyandang sendiri harus memahami penanganan awal atau deteksi dini jika sudah mulai pendarahan. Misal jika tangan sudah tak bisa dilurusin itu harus ada pengobatan,” ungkap Satria.

Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Satria untuk berusaha meminimalisir terjadi luka atau pendarahan lainnya. Hemofilia juga membuatnya belajar untuk lebih menjaga kesehatan fisik serta mental.

Dukungan keluarga dan orang-orang sekitar sangat penting untuk membuat penyandang hemofilia tetap semangat serta optimis dalam menjalani hidup.

“Hemofilia membuat saya belajar dan berpikir kalau penyakit ini bukan kutukan tapi anugerah. Saya juga menjadi lebih bersyukur karena dikelilingi orang-orang tersayang. Kita juga barus berpikir gimana hemofilia bisa menjadi keunggulan dari diri kita,” pungkasnya. 

Jadi itu dia pembahasan tentang hemofilia mulai dari gejala, penyebab, cara pengobatan hingga kisah inspiratif dari penyandangnya. Semoga bisa menjadi ilmu baru bagi Mama ya!

Baca juga:

The Latest