Cara agar Orangtua Bisa Jadi Teman Belajar Anak yang Menyenangkan

Supaya pelajaran yang diajarkan mampu dipahami anak

8 Juli 2021

Cara agar Orangtua Bisa Jadi Teman Belajar Anak Menyenangkan
Freepik/Seventyfour

Rencana pembelajaran tatap muka di semester baru, tepatnya bulan Juli 2021, dibatalkan. Hal tersebut menandakan anak harus kembali belajar secara online dan membuat para orangtua tetap menjadi pendamping belajar. 

Namun, tak sedikit Mama dan Papa yang mulai lelah dengan situasi ini, di mana harus membagi tugas antara pekerjaan utama dengan mendampingi anak belajar. Belum lagi, terkadang anak sulit diminta untuk mengerjakan tugas sehingga tak jarang Mama dan Papa marah.

Tak hanya itu, dari sisi anak pun pasti mereka sudah merasa lelah. karena merasa pusing belajar daring menatap layar komuper seharian. Belum lagi terkadang tugas datang secepat kilat dan menumpuk dalam satu hari. 

Situasi ini membuat kedua belah pihak merasa kesulitan. Namun, semua kesulitan tersebut dapat diatasi lho, Ma, Pa. Caranya dengan mengelola emosi.

Berikut ini, Popmama.com telah merangkum tips mengelola emosi agar menjadi teman belajar yang menyenangkan untuk anak menurut Ifa Hanifah Misbach, Psikolog. Simak yuk, Ma!

1. Kesulitan yang sering dialami orangtua saat mendampingi anak belajar daring

1. Kesulitan sering dialami orangtua saat mendampingi anak belajar daring
Freepik/Pressmaster

Berikut ini beberapa kesulitan yang biasa dialami oleh orangtua saat mendampingi anak belajar:

  • Anak sulit konsentrasi/fokus 
  • Susah menjangga mood anak 
  • Anak mudah bosan 
  • Anak sulit paham materi pembelajaran 
  • Anak lebih suka main daripada mengerjakan tugas 
  • Mama sulit membagi waktu antara bekerja dan mendampingi anak belajar
  • Suasana di rumah kurang mendukung mood anak untuk belajar 
  • Anak sering sulit menerima penjelasan dari orangtua

Kesulitan-kesulitan tersebut tanpa disadari sering memancing emosi Mama dan Papa sehingga menjadi lebih mudah berteriak, mudah marah, menyindir, dan lainnya. 

2. Connection before correction 

2. Connection before correction 
Freepik/yanalya

Agar kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran tidak datang, coba dulu connection before corection. Koneksi dahulu sebelum mengoreksi. Apakah Mama dan Papa sudah melakukan hal tersebut?

Sebab, jika terjadi kesulitan dalam pembelajaran online, kebanyakan orangtua langsung menegur, menasihati, bahkan menyalahkan tanpa adanya koneksi dengan anak.

Hal tersebut biasa Mama dan Papa lakukan atas dasar ingin membuat anak-anak menjadi seseorang yang baik di masa depan. Seperti,

"Saya seperti ini supaya anak saya pintar." 

"Saya seperti ini supaya anak saya benar agamanya." 

Namun, selama orangtua tidak ada koneksi dengan anak, hal-hal yang diharapkan tersebut tidak akan terealisasi. Sebab, nasihat dari Mama dan Papa tidak akan bekerja dalam diri anak. Maka dari itu, dibutuhkan koneksi antara orangtua dan anak.

Salah satu cara membuat koneksi yang mudah dan murah yakni dengan cara bermain bersama anak.

Menurut Neil Postman dalam buku The Disappearance of Childhood (1982), "Jangan kau cabut anakmu dari dunianya terlalu cepat karena kelak akan kau temukan orang-orang dewasa yang kekanak-kanakan."

"Anak nantinya tidak bisa mengendalikan diri jika Mama mencabut masa kecilnya terlalu cepat. Selain itu, ia tidak belajar pula cara berempati," ucap Ifa.

Nantinya, anak akan memiliki sifat dominan, tidak mau mendennggarkan orang lain, egois, kalau debat tidak mau dibantah, dan lain-lain.  Jadi, agar tak terjadi hal tersebut, biarkan anak pada duanianya yakni bermain. 

Sebab, bermain adalah pekerjaan serius. Bermain merupakan makanan untuk otak anak. Keseriusan bermain ini seserius orang dewasa mencari nafkah. 

"Saat anak bermain, mereka (anak) pasti membutuhkan partner main,  dan the best partner main sebetulnya adalah orangtuanya," tutur Ifa. 

"Kalau kita ingin punya anak yang antusias dalam mempelajari banyak hal dan dapat membangun hubungan yang baik dengan teman sebayanya dan terbawa sampai mereka besar maka orang dewasa harus ikutan main bareng," lanjut Ifa. 

Ifa pun menggambarkan, "Main bareng tuh bukannya gini, saya main handphone, anak saya di sebelah sana main masak-masakan. Itu bukan main bareng. Itu sibuk masing-masing."

Namun, terkadang beberapa orangtua pasti mengatakan tidak sempat bermain karena sibuk. Nah untuk teknisnya, Mama dan Papa dapat bermain bersama anak satu jam setelah pulang kerja. 

Jadi, Mama dan Papa istirahat terlebih dahulu sehingga tidak terlalu lelah untuk bermain. Dengan begitu, bermain akan menjadi hal yang menyenangkan, bukan melelahkan. 

Selain itu, bermain pun dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh selama pandemi. Sebab, bermain akan meningkatkan level dopamine dan endorfin sehingga membuat tubuh anak kuat dan terhindar dari penularan virus. 

3. Connection before correction melalui verbal 

3. Connection before correction melalui verbal 
Freepik/Zinkevych

Terkadang sudah mengajak anak bermain tetapi ternyata belum juga terkoneksi antara orangtua dan anak. Kenapa ya? 

Coba, Mama dan Papa ingat-ingat lagi, sudah terkoneksi secara verbal belum? Sebab, tak jarang para orangtua mengelurkan perkataan yang membuat anak kesal. Hal tersebut membuat tidak adanya koneksi antara orangtua dan anak. 

"Lidah itu tidak bertulang sehingga ngomel tuh nggampang," tutur Ifa. 

Maka dari itu, Mama dan Papa perlu lebih mengontrol ucapan. 

Nah, berikut ini ada beberapa jenis pernyataan/pertanyaan yang wajib dihindari oleh para orangtua saat berbicara kepada anak.

1. Menghakimi

Terkadang tanpa sadar Mama dan Papa menghakimi anak contoh, 

"Kamu kok nggak pernah denger Mama ngomong ya? kerjaannya bantah mulu!" 

Lebih baik ganti menjadi kalimat berikut, 

"Kamu nggak setuju ya nak sama perkataan Mama, kira-kira bagian mana yang membuatmu tidak setuju? Lalu lebih baik seperti apa? Coba sini diskusikan sama Mama."

2. Retoris 

Retoris adalah pertanyaan yang jawabannya sudah pasti. Misalnya, 

"Kamu tau nggak sih ini sudah jam berpa? Bangunnya kesiannggan mulu!"

Lebih enak diganti menjadi pertanyaan berikut ini, 

"Kira-kira apa ya yang bisa bikin kamu cepet bangun di pagi hari?" 

Terima saran dari anak untuk membangunkannya. Misal,

"Ma, aku bisa lekas bangun kalau dikelitikin."

Contoh kalimat lain yang sering Mama tanyakan saat sedang marah adalah seperti berikut ini,  

"Kamu denger Mama ngomong nggak sih?" 

Padahal, anak yang sedang berada di depan Mama pasti mendengarkan. Jadi, coba ganti dengan kalimat berikut ini yuk, Ma. 

"Boleh nggak Mama minta waktu kamu sebentar? Untuk menyimak ucapan Mama."

3. Mendikte

Kalimat berikut ini sering terucap jika anak tidak mengerti akan tugasnya dan bertanya pada Mama.

"Sudah jelaskan aturannya nggak perlu ditanya lagi."

Dengan mengucapkan kalimat tersebut, nantinya bisa membuat anak kesulitan dalam mengerjakan tugasnya. Sebab, bisa jadi terdapat satu atau dua aturan dalam tugasnya yang belum ia pahami. Jadi, coba ganti yuk dengan kalimat berikut ini:

"Nak, ada yang ingin kamu tanyakan lagi dari pekerjaan rumah ini? Kira-kira bagian mana yang belum kamu pahami?"

4. Menyindir 

Biasanya, Mama dan Papa selaku orangtua menganggap menyindir adalah cara paling efektif agar anak mendengar ucapan Mama dan Papa. Namun, nyatanya hal tersebut tidak benar dan harus dihindari.

Daripada disindir, anak lebih suka di ajak berbicara baik-baik, Ma. Jadi kalimat sindiran Mama berikut ini, 

"Kalau minta kuota aja cepat, giliran disuruh Mama aja nanti dulu nanti dulu." 

Ganti menjadi seperti berikut ini yuk, Ma,

"Boleh tau sekarang anak mama sedang mengerjakan apa?" 

5. Merendahkan harga diri 

Tak ada seorang pun yang senang harga dirinya direndahkan, termasuk anak-anak. Namun, tanpa disadari, orang tua yang yang lebih dewasa dan merasa lebih tua dari anak-anak sering mengucapkan kalimat yang merendahkan anak. 

"Kok kamu gini aja nggak bisa?" 

"Kok kamu cuma dapet nilai segini?" 

Kedua kalimat di atas sungguh tidak enak didengar bukan? 

Mama dapat mengubahnya dengan menanyakan kalimat berikut ini. 

"Kira-kira, apa aja yang membuat kamu merasa kesulitan dalam mengerjakan ini?"

Kalimat tersebut, dapat membantu Mama mengetahui kesulitan yang dirasakan oleh anak. Dari situ, Mama dapat membantu menyelesaikan permasalahannya dan memberinya solusi. Sehingga, kedepannya anak mama menjadi lebih pandai menyelesaikan masalah dan mendapatkan nilai yang lebih memuaskan. 

6. Membandingkan 

Terkadang niat para orangtua membandingkan untuk menyemangati sang anak. Namun, bukan terpacu semangatnya, anak malah menjadi terpuruk, Ma, Pa. Jadi stop yuk membandingkan anak dengan orang lain. Baik itu, anak sendiri dengan tetangga, anak pertama dengan anak kedua, atau lainnya. 

Contoh kalimat yang membandingkan,

"Lihat, kakak waktu kelas 6 dapat nilai tertinggi di sekolahnya, kok kamu nggak sih?"

"Lebih hebat anak tetangngga, dia mendapat nilai 100 di mata pelajaran matematika. Kamu cuma dapet 70."

Ganti kalimat tersebut dengan pertanyaan untuk mengetahui keadaan anak mama. Sebab, bisa jadi anak sedang ada tekanan sehingga tidak bisa maksimal dalam mengerjakan tugasnya.

"Apa yang membuatmu semangat belajar? Belajar bersama teman kah? Belajar menggunakan guru yang masih muda kah? atau atau kamu sedang memiliki masalah apa?"

7. Menyalahkan 

Saat melihat hasil lembar kerja anak dan ternyata hasilnya tidak sesuai harapan atau salah, biasanya orangtua langsung mengomel mengeluarkan kalimat yang menyakitkan untuk anak.

"Ih kamu salah bikinnya tuh bukan seperti ini." 

"Kok gini sih? Tuh kan jadi salah."

"Kok jelek banget sih bikinnya?"

Ubah dengan pertanyaan berikut ini, Ma,

"Coba beritahu Mama bagaimana proses kamu membuat ini?" 

Jika anak sudah menjelaskan dan bertemu titik salahnya, Mama dapat memberitahunya supaya nanti ia tidak salah kembali, 

"Nak, di tahap ke-5 kamu salah, seharusnya bukan seperti itu. Yang benar itu seperti ini." 

"Nak, agar hasilnya lebih bagus, kamu harus melakukan ini di tahap ketiga."

8. Mennggancam

Sama seperti menyindir, mengancam pun dianggap dapat membuat anak semangat dalam belajar. Tetepi, nyatanya tidak, Ma. 

Nantinya, bukan semangat dan fokus dalam belajar melainkan lebih memikirkan ancaman yang Mama utarakan. 

"Awas ya kamu kalau dapat nilai jelek pas ulangan. Mama tidak kasih uang jajan lagi nanti."

Daripada membuat ancaman, lebih baik membuat kesepakatan di awal. Misalnya,

"Kak, bermainnya dua jam saja ya, habis itu belajar. Supaya nanti saat ulannggan kakak bisa mengerjakannya. Kita buat kesepakatan ya, kalau nanti Kakak nilainya jelek, Kakak tidak boleh main selama satu minggu ya." 

Kesepakatan merupakan hal yang disetujui oleh kedua belah pihak, Mama dan anak, sehingga nantinya anak mama jadi sungguh-sungguh dalam bejar. Sebab, itu kesepakatan bersama. 

Jika sudah membuat kesepakatan dan anak masih melangnggar. Mama dapat menagih janjinya. 

"Kakak ingatkan perjanjian kita? sekarang tepati ya, nak. Kakak tidak boleh bermain selama satu minggu."

9. Menyudutkan anak layak dapat hukuman

Tanpa sadar pun orangtua sering menyudutkan anak supaya mereka merasa takut.  

"Kok kamu nunda salat sih? Kamu nanti nggak disayang Allah lho." 

"Kok kamu main mulu sih? Nanti nggak naik kelas lho."

Daripada seperti itu, lebih baik ganti dengan kalimat seperti ini supaya anak berperilaku lebih baik,

"Nak, apa yang membuatmu semannggat salat? Banggaimana jika kita selalu salat berjamaah setelah mendengar azan? Supaya kamu tidak menunda-nunda." 

"Nak, belajar yuk bersama Mama, kira-kira pelajaran apa nih yang kamu suka?"

Jika Mama dan Papa ingin terkoneksi melalui verbal, Mama dan Papa harus berkomunikasi dengan kata-kata yang penuh dukungan dan apresiasi. Selain itu, Mama dan Papa harus mengajak anak berbicara dengan nada yang lembut dan penuh kasih sayang, jangan menggunakan nada meninggi. 

Jika sudah terkoneksi antara fisik dan perkataan, nantinya Mama dan Papa akan terkoneksi dengan anak seutuhnya. sehingga kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran pun tidak akan dihadapi lagi. 

Coba mulai kelola emosi dari sekarang yuk, Ma, Pa! Supaya saat memasuki tahun ajaran baru, Mama dan Papa sudah terkoneksi dengan anak. 

Selain untuk terkoneksi dengan anak, mengelola emosi juga dapat membantu Mama dan Papa mengajarkan perilaku yang terpuji pada anak. Nantinya anak tumbuh menjadi sosok yang sopan, santun dan bertutur kata baik. Jadi, semangat terus berperilaku baik ya, Ma, Pa!

Baca juga:

The Latest