Kemunculan grup Facebook bernama ‘Fantasi Sedarah’, yang memiliki lebih dari 32 ribu pengikut, menjadi bukti nyata bahwa ruang digital saat ini jauh dari kata aman.
Jumlah anggota yang begitu besar menunjukkan bahwa ada ribuan orang yang setidaknya tertarik atau terlibat dalam konten menyimpang tersebut. Meski sudah ditutup pada 14 Mei 2025 lalu, pasti masih terbersit dalam benak kita kekhawatiran dan mungkin juga pertanyaan, bagaimana bisa orang sebanyak itu berpikir hal yang sebegitu kejinya?
Jika kita menganggap seluruh anggotanya sebagai pelaku kejahatan atau berpotensi menjadi pelaku, maka mungkin muncul dari dalam pikiran kita pertanyaan: apa yang sebenarnya ada dalam pikiran orang-orang ini?
Ketika fantasi seksual yang menyimpang seperti ini dinormalisasi, dampaknya bisa sangat merusak. Bukan hanya merusak nilai-nilai moral dan sosial, tetapi juga membahayakan generasi muda, yang sering kali menjadi korban utamanya.
Anak-anak tidak seharusnya melihat orang di sekitarnya, keluarga, sebagai orang yang jahat, yang merebut rasa ‘aman’ yang harusnya mereka miliki, mengubahnya menjadi ancaman marabahaya.
Lalu, dari mana akar permasalahan ini sebenarnya muncul? Dan mengapa anak-anak yang selalu menjadi korban? Dalam artikel ini, Popmama.com akan mengupas kasus grup Facebook inses tersebut dan mencoba menjawab pertanyaan mengenai mengapa anak selalu jadi korban?
