Tak hanya 1 atau 2 grup, dilaporkan telah terbentuknya sejumlah grup berisikan konten inses, termasuk grup bernamakan "Fantasi Sedarah".
Mirisnya lagi, grup tersebut berisikan 32 ribu anggota yang mana masing-masing anggota saling berbagi cerita atau bahkan foto yang berisikan fantasi mereka terhadap anggota keluarga sedarah atau inses.
Padahal, anak yang menjadi korban inses memiliki dampak traumatis yang bisa mengganggu perkembangan dan mental mereka, Ma.
Melansir dari American Psychological Association, anak korban inses berisiko tinggi mengalami depresi, PTSD, dan gangguan kecemasan yang sering terbawa hingga dewasa dan memengaruhi kemampuan dalam mengelola emosi.
Studi yang dilakukan UNICEF pada tahun 2021 juga menunjukkan bahwa korban inses biasanya lebih memilih menarik diri dari lingkungan akibat rasa malu dan ketakutan. Hal ini tentu membuat anak sulit membangun kepercayaan dalam lingkungan sosial.
Merasa dirinya diperlakukan tidak semestinya, hal ini membuat anak kerap menyalahkan dirinya sendiri hingga menurunkan rasa percaya diri mereka. Dampak berbahayanya bisa membuat anak mengalami gangguan makan atau bahkan penyalahgunaan obat di kemudian hari.
Kasus inses yang marak terjadi belakangan ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga penghancuran masa depan anak. Dari dampak psikologis dan sosial yang disebutkan di atas bisa saja bertahan seumur hidup jika tidak ditangani secara serius, Ma.
Untuk itu, yuk, bersama kita jaga ruang digital dan lingkungan sekitar dari konten atau perilaku berbahaya ini. Jangan sampai hal serupa menimpa anak-anak kita dan merusak kehidupannya.
Perlindungan anak adalah tanggung jawab kita semua. Semoga hal serupa tak kembali terjadi pada anak-anak lainnya.