Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Kasus Leptospirosis di Yogyakarta, Korban Semakin Banyak

close up of a rat
Pexels/Nikolett Emmert
Intinya sih...
  • Lonjakan kasus leptospirosis di Yogyakarta selama musim hujan meningkat dari tahun 2024.
  • Angka kematian akibat leptospirosis meningkat dibandingkan tahun 2024, terlambat mendapat penanganan.
  • Gejala ringan mirip flu membuat penanganan terlambat, kasus menyebar ke 11 kecamatan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Leptospirosis adalah penyakit dari hewan yang dapat menular ke manusia atau zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis hewan, termasuk manusia. 

Penyakit ini sering dikaitkan dengan lingkungan yang terkontaminasi urine hewan yang terinfeksi, terutama tikus. Sehubungan dengan leptospirosis, beberapa waktu ke belakang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta melaporkan 19 kasus Leptospirosis di 11 dari total 14 kemantren (kecamatan) di wilayah tersebut per 12 Juli 2025 lalu.

Sejak tanggal tersebut, tercatat enam warga meninggal dunia akibat penyakit itu. Karena penyebaran Leptospirosis ini, Dinkes Kota Yogyakarta pun melakukan uji coba untuk menekan kasusnya.

Berikut Popmama.com rangkum fakta kasus leptospirosis di Yogyakarta, korban semakin banyak dalam waktu singkat.

1. Lonjakan kasus leptospirosis di Yogyakarta di musim hujan

nocturnal rodent in shinjuku urban streets
Pexels/Cenk Salfur

Kabar mengenai kasus Leptospirosis di Kota Yogyakarta mengalami peningkatan signifikan pada semester pertama 2025. Dinas Kesehatan setempat mencatat ada 19 kasus, meningkat drastis dibandingkan periode sama pada 2024 yang hanya mencatat 10 kasus.

Salah satu pengaruh dari peningkatan ini dipengaruhi oleh curah hujan tinggi dan adanya genangan air di banyak wilayah. Genangan air sendiri menjadi lingkungan ideal bagi bakteri Leptospira berkembang. 

Risiko semakin tinggi karena kontak langsung dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine tikus. Karena hal tersebut, Wali Kota Yogyakarta bahkan menerbitkan imbauan dan surat edaran antisipasi Leptospirosis dan Hantavirus sebagai langkah pencegahan sejak awal musim hujan.

2. Angka kematian akibat leptospirosis di Yogyakarta meningkat

close up of a gray rat eating
Pexels/Nikolett Emmert

Per 12 Juli 2025, dikutip dari IDN Times, ada 19 kasus yang tercatat. Tercatat sebanyak 6 pasien meninggal, menghasilkan rasio kematian sekitar 31%. Angka kematian ini meningkat dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya 2 kasus meninggal dari total 10 kasus.

Salah satu penyebab korban meninggal karena terlambat mendapat penanganan. Pasalnya gejala awal Leptospirosis sering mirip dengan flu atau kelelahan biasa. Ketika sudah parah, seperti gangguan ginjal baru mencari bantuan medis.

Misalnya, salah satu cerita dari pasien ke-19 yang baru mendapatkan perawatan seminggu setelah gejala muncul. Padahal korban sudah perlu mendapatkan perawatan seperti cuci darah. Namun, ia belum sempat melakukannya karena keburu meninggal dunia.

3. Gejala ringan mirip flu membuat penanganan terlambat

soft focus of mice through walls
Pexels/David Bartus

Sudah disinggung sebelumnya kalau salah satu hambatan penanganan leptospirosis adalah gejalanya sangat ringan dan mudah disalahartikan. Pasien sering mengira hanya flu atau efek hujan, sehingga enggan memeriksakan diri segera.

Gejala umum seperti demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot (terutama betis dan punggung), serta mata merah atau kuning. Akibatnya, sebagian besar pasien datang setelah infeksi berkembang hingga gagal ginjal.

Dinkes Yogyakarta meminta masyarakat untuk tidak menunda memeriksakan diri jika mengalami gejala tersebut, terutama setelah kontak dengan air tergenang atau tanah lembap. 

4. Kasus Leptospirosis di Yogyakarta menyebar ke 11 kecamatan

rat in close up
Pexels/Nikolett Emmert

Kasus Leptospirosis di Yogyakarta tersebar hampir merata di 11 dari 14 kemantren/kecamatan di Yogyakarta. Daerah paling terdampak antara lain Jetis dan Tegalrejo (masing-masing 3 kasus), disusul Ngampilan, Gedongtengen, dan Pakualaman.

Hanya tiga kemantren, yakni Kraton, Danurejan, dan Gondomanan yang masih bebas kasus leptospirosis sejauh ini. Kondisi ini menunjukkan bahwa bahaya leptospirosis tidak hanya terbatas di daerah pinggir sungai, meski genangan air tetap menjadi faktor utama.

5. Dinkes Yogyakarta sebar perangkap tikus

close up of a rat on the ground
Pexels/Chris F

Berkaitan dengan banyaknya kasus leptospirosis ini, pemerintah provinsi dan kota bekerja sama dengan lembaga lingkungan. Mulai dari penyemprotan desinfektan dan pengelolaan sampah guna mengurangi populasi tikus, yang menjadi faktor utama penularan.

Sanitasi lingkungan diperhatikan agar perkembangan tikus bisa ditekan. Di samping itu, mereka juga tetap menyarankan praktik hidup bersih, lalu menyimpan makanan rapat, kelola sampah, dan gunakan alas kaki saat berada di area basah.

Dikerahkan juga tenaga dan fasilitas kesehatan yang dilengkapi rapid test untuk deteksi dini Leptospirosis atau Hantavirus. Masyarakat dihimbau untuk meningkatkan kewaspadaan selama musim hujan dan genangan berlangsung. 

Pemerintah setempat pun sudah menyiapkan surveilans rutin dan edaran kesehatan untuk mengantisipasi kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Itulah tadi fakta kasus leptospirosis di Yogyakarta, korban semakin banyak. Tetap waspada dan selalu jaga kebersihan lingkungan agar risiko penularan leptospirosis dapat ditekan sejak dini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Denisa Permataningtias
EditorDenisa Permataningtias
Follow Us

Latest in Life

See More

Resep Pakcoy dan Tape, Hasilnya Mirip Jus Alpukat yang Bikin Nagih!

08 Des 2025, 09:10 WIBLife