7 Film Korea yang Dilarang Tayang di Indonesia Dianggap Terlalu Vulgar

- Film Korea dilarang tayang di Indonesia karena dianggap terlalu vulgar, mengandung adegan seksual eksplisit, dan tema LGBT yang tidak sesuai dengan aturan LSF.
- Beberapa film seperti "The Handmaiden" dan "Scarlet Innocence" mendapat pujian internasional meskipun dilarang tayang di Indonesia.
- Tema cinta terlarang, hubungan guru-murid, dan kekerasan fisik menjadi alasan film-film Korea ini tidak mendapat izin edar di Indonesia.
Film Korea dikenal dengan cerita yang emosional dan sinematografi indah. Namun, tidak semua film Negeri Ginseng bisa ditayangkan di Indonesia.
Beberapa judul bahkan dilarang karena dianggap mengandung unsur vulgar, kekerasan ekstrem, atau tema tabu yang tidak sesuai dengan aturan Lembaga Sensor Film (LSF).
Meski begitu, film-film ini tetap menarik perhatian dunia karena keberaniannya menyentuh sisi gelap kehidupan dan emosi manusia.
Kira-kira apa saja ya? Berikut Popmama.com telah merangkum 7 film Korea yang dilarang tayang di Indonesia karena dianggap terlalu vulgar. Yuk simak!
1. The Handmaiden (2016)

Disutradarai oleh Park Chan-wook, film ini diadaptasi dari novel Fingersmith karya Sarah Waters. Ceritanya tentang seorang pelayan muda yang terlibat dalam rencana penipuan terhadap pewaris kaya raya di masa penjajahan Jepang.
Namun kisahnya berubah menjadi hubungan cinta sesama jenis yang intens dan kompleks. Setiap adegan dikemas artistik, tapi juga sarat sensualitas. Karena menampilkan adegan seksual eksplisit dan tema LGBT, film ini dilarang tayang di Indonesia.
Meski begitu, “The Handmaiden” memenangkan banyak penghargaan internasional karena keberaniannya mengangkat isu tabu dengan sinematografi memukau. Tak heran jika banyak kritikus menyebut film ini sebagai karya paling berani dalam sejarah perfilman Korea.
2. Scarlet Innocence (2014)

Film ini menceritakan seorang profesor yang dipecat karena skandal dan memutuskan pindah ke desa kecil. Di sana, ia bertemu gadis polos yang kemudian menjadi kekasih rahasianya.
Konflik terjadi ketika hubungan itu menimbulkan kehamilan dan dendam masa lalu. Alur filmnya kelam, penuh simbol, dan menyorot sisi gelap manusia.
Karena banyak menampilkan adegan sensual dan hubungan terlarang antara usia, film ini tidak mendapatkan izin edar di Indonesia. Padahal, secara kualitas akting dan alur, “Scarlet Innocence” mendapat pujian di festival film Eropa.
Film ini menjadi contoh bagaimana cinta bisa berubah menjadi obsesi yang menghancurkan. Namun, sayangnya film ini tidak mendapatan izin penayangan di Indonesia.
3. The Concubine (2012)

Film bergenre historical erotic ini mengangkat kisah cinta segitiga di era kerajaan Joseon. Seorang wanita bernama Hwa-yeon dipaksa menjadi selir demi ambisi politik, sementara hatinya masih milik pria lain.
Ceritanya penuh dengan intrik, pengkhianatan, dan perebutan kekuasaan. Namun, banyak adegan erotis dan kekerasan fisik yang dianggap tidak pantas untuk tayangan umum.
Inilah yang membuat “The Concubine” tidak mendapat izin tayang di Indonesia. Meski begitu, film ini justru dianggap salah satu karya paling emosional dalam sinema Korea.
Setiap detail kostum dan tata visualnya dibuat megah untuk menonjolkan drama dan ketegangan di balik istana.
4. Love Lesson (2013)

Film ini berfokus pada seorang guru musik perempuan yang terlibat hubungan rahasia dengan muridnya sendiri. Awalnya dimulai dari rasa kagum dan ambisi bermusik, namun berubah menjadi hubungan emosional dan fisik yang intens.
Tema “teacher-student relationship” ini sangat sensitif, terutama untuk penonton Indonesia. Banyak adegan dianggap vulgar dan tidak sesuai dengan standar moral lokal. Karena itu, film ini dilarang tayang di bioskop Tanah Air.
Meski kontroversial, “Love Lesson” sempat populer di Korea karena dianggap menggambarkan batas tipis antara cinta, hasrat, dan moralitas. Ceritanya memperlihatkan bagaimana kesepian bisa membuat seseorang melanggar batas yang seharusnya tidak dilewati.
5. Green Chair (2005)

Film ini terinspirasi dari kasus nyata di Korea Selatan tentang hubungan antara wanita berusia 32 tahun dan remaja berusia 19 tahun. “Green Chair” menyoroti bagaimana cinta mereka menghadapi kecaman sosial dan tekanan hukum.
Ceritanya disajikan dengan dialog filosofis dan atmosfer yang emosional. Namun, film ini juga menampilkan banyak adegan eksplisit yang membuatnya sulit lolos sensor. Di Korea saja, film ini sempat menuai kritik keras sebelum akhirnya dirilis terbatas.
Tak heran bila di Indonesia, film ini termasuk yang tidak diizinkan tayang karena dianggap melanggar norma dan nilai moral. Film ini menggambarkan dengan tajam dilema antara cinta, kebebasan, dan batas hukum sosial.
6. Moebius (2013)

Disutradarai oleh Kim Ki-duk, film ini dikenal karena tidak memiliki satu dialog pun sepanjang durasi. Ceritanya menggambarkan hubungan keluarga yang rusak, dengan tema kekerasan, balas dendam, dan mutilasi.
Beberapa adegan ekstrem seperti self-harm dan kastrasi membuat banyak penonton terkejut. Film ini bahkan sempat dilarang tayang di Korea sebelum akhirnya dirilis versi sensor.
Di Indonesia, “Moebius” otomatis tidak lolos karena tingkat kekerasan dan eksploitasi yang terlalu tinggi. Meski begitu, film ini tetap dibahas di kalangan kritikus dunia karena gaya penyutradaraannya yang simbolik dan berani.
Film yang dikelas dalam setiap adegan menyajikan kritik terhadap moralitas dan penderitaan manusia secara artistik. Maka, wajar sekali jika film ini dilarang tayang di Indonesia.
7. Obsessed (2014)

Mengambil latar akhir 1960-an saat perang Vietnam, “Obsessed” bercerita tentang kolonel tentara yang jatuh cinta dengan istri bawahannya. Cerita perselingkuhan mereka disajikan dengan sinematografi lembut namun sensual.
Adegan cinta yang intens membuat film ini menuai kontroversi di berbagai negara Asia. Di Indonesia, “Obsessed” tidak mendapat izin tayang karena dianggap terlalu vulgar dan bertentangan dengan nilai kesusilaan.
Film ini sebenarnya ingin menggambarkan tragedi cinta dan tekanan sosial, tetapi justru dikategorikan sebagai tontonan dewasa ekstrem. Akting Song Seung-heon dalam peran kolonel yang tersiksa batin menjadikannya salah satu performa terbaik sepanjang kariernya.
Setiap negara memiliki aturan dan nilai budaya yang berbeda dalam menilai sebuah karya seni, termasuk film. Di Indonesia, LSF memiliki peran penting dalam memastikan tontonan yang tayang sesuai norma masyarakat.
Meskipun film-film Korea di atas dilarang tayang, banyak di antaranya diapresiasi secara global karena kualitas sinematografi dan cerita yang kuat. Ini membuktikan bahwa seni tetap bisa memancing perdebatan, selama membawa pesan dan ekspresi yang jujur.
Demikianlah informasi tentang 7 film Korea yang dilarang tayang di Indonesia karena dianggap terlalu vulgar. Jadi, kalau kamu penasaran, pastikan tetap bijak menonton dan pahami konteks di balik setiap karya film ya, Ma!



















