Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
3 Masalah Utama Kesehatan Gigi di Indonesia Menurut SKI
Freepik/shurkin_son

Intinya sih...

  • Kesehatan gigi penting untuk fungsi makan, berbicara, dan percaya diri

  • 57% penduduk Indonesia mengalami masalah gigi, hanya 11,2% mencari pengobatan

  • Masalah utama kesehatan gigi di Indonesia: radang gusi, gigi berlubang, ketidakharmonisan susunan gigi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kesehatan gigi merupakan bagian penting dari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Gigi dan mulut yang sehat berperan besar dalam mendukung fungsi makan, berbicara, hingga rasa percaya diri seseorang.

Namun dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan gigi masih sering diposisikan sebagai kebutuhan yang bisa ditunda, baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.

Padahal, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa sekitar 57% penduduk Indonesia usia 3 tahun ke atas mengalami masalah gigi dan mulut, tetapi hanya 11,2% yang mencari pengobatan.

Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara tingginya masalah gigi dan rendahnya kebiasaan berobat.

Berdasarkan pengalaman klinis sepanjang 2025, AUDY Dental menemukan tiga masalah utama kesehatan gigi yang paling sering dialami keluarga Indonesia, yaitu radang gusi, gigi berlubang, dan ketidakharmonisan susunan gigi.

Masih banyak masyarakat yang datang ke dokter gigi setelah muncul rasa sakit atau keluhan berat. Padahal, perawatan gigi preventif dan rutin berperan besar untuk mencegah kondisi yang lebih serius dan kompleks,” ujar drg. Yulita Bong, CEO AUDY Dental, dalam acara AUDY Dental Rilis 3 Masalah Utama Kesehatan Gigi dan Mulut Keluarga Indonesia, pada Senin, 22 Desember 2025, di Jakarta.

Berikut Popmama.com akan membahas mengenai 3 masalah utama kesehatan gigi di Indonesia menurut SKI. Yuk simak pembahasannya berikut ini.

1. Radang gusi

Freepik/8photo

Radang gusi menjadi salah satu masalah gigi yang paling sering terjadi, terutama pada orang dewasa, namun kerap tidak disadari sejak awal. Dalam keseharian, banyak orang merasa sudah menjaga kesehatan gigi hanya dengan menyikat gigi dua kali sehari.

Padahal, radang gusi lebih sering dipicu oleh sisa plak yang menumpuk di area yang jarang tersentuh sikat, seperti garis gusi dan sela-sela gigi.

Kebiasaan sehari-hari seperti menyikat gigi terlalu cepat, tidak membersihkan bagian belakang gigi, jarang menggunakan benang gigi, serta menunda scaling selama bertahun-tahun membuat plak mengeras menjadi karang gigi.

Karang gigi inilah yang terus-menerus mengiritasi gusi hingga memicu peradangan. Pada orang dewasa, kebiasaan merokok, stres, serta kurangnya asupan cairan juga dapat memperburuk kondisi gusi tanpa disadari.

Karena pada tahap awal radang gusi jarang menimbulkan rasa sakit yang hebat, banyak orang baru menyadarinya saat gusi mulai mudah berdarah, bengkak, atau muncul bau mulut.

Jika dibiarkan, peradangan dapat berkembang ke jaringan penyangga gigi dan meningkatkan risiko gigi goyang hingga tanggal. Inilah sebabnya radang gusi tidak bisa dianggap sepele dan perlu dicegah melalui perawatan gigi rutin.

2. Gigi berlubang

Freepik/cookie_studio

Gigi berlubang masih menjadi masalah paling umum yang dialami anak-anak maupun orang dewasa. Kondisi ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan merupakan akumulasi dari kebiasaan sehari-hari yang berlangsung lama.

Pola makan tinggi karbohidrat menjadi salah satu pemicu utama, bukan hanya dari makanan manis, tetapi juga camilan asin seperti biskuit, keripik, dan roti yang mudah menempel di permukaan gigi.

Pada anak-anak, kebiasaan ngemil berulang kali tanpa diimbangi pembersihan gigi yang tepat membuat mulut berada dalam kondisi asam lebih lama.

Ditambah lagi, anak usia 3–4 tahun ke atas belum mampu menyikat gigi secara efektif tanpa bantuan orangtua. Meski terlihat rajin menyikat gigi, sisa makanan sering kali masih tertinggal dan perlahan membentuk lubang.

Sementara pada orang dewasa, gigi berlubang sering bermula dari lubang kecil yang tidak terasa sakit, sehingga kerap diabaikan.

Padahal, lubang yang dibiarkan akan semakin dalam, mendekati saraf gigi, dan memicu nyeri hebat hingga infeksi. Dampaknya bukan hanya rasa sakit, tetapi juga gangguan makan, tidur, dan produktivitas sehari-hari.

Oleh karena itu, pengaturan pola makan, penggunaan pasta gigi berfluoride, serta pemeriksaan rutin menjadi langkah penting untuk mencegah gigi berlubang.

3. Ketidakharmonisan susunan gigi (Maloklusi)

Freepik/8photo

Ketidakharmonisan susunan gigi atau maloklusi sering dianggap sebagai masalah estetika, padahal berkaitan erat dengan kebiasaan sehari-hari sejak usia anak.

Kebiasaan seperti mengisap jempol, penggunaan dot terlalu lama, bernapas melalui mulut, hingga posisi mengunyah yang tidak seimbang dapat memengaruhi pertumbuhan rahang dan arah tumbuh gigi.

Dalam banyak keluarga, kebiasaan ini sering dianggap wajar dan akan membaik dengan sendirinya. Selain itu, pemeriksaan gigi biasanya hanya dilakukan saat anak mengeluh sakit, bukan untuk memantau pertumbuhan gigi.

Akibatnya, tanda awal ketidakharmonisan susunan gigi sering terlewat dan baru disadari ketika gigi permanen sudah tumbuh sempurna, sehingga perawatan menjadi lebih kompleks.

Dampak maloklusi tidak hanya pada penampilan. Susunan gigi yang tidak rapi membuat proses mengunyah kurang optimal dan kebersihan gigi lebih sulit dijaga.

Sisa makanan mudah terselip di area tertentu, meningkatkan risiko gigi berlubang dan radang gusi. Dalam jangka panjang, kondisi ini juga dapat memengaruhi rasa percaya diri, terutama pada anak dan remaja.

Masalah gigi di Indonesia bukan sekadar soal nyeri sesaat, melainkan berkaitan erat dengan kebiasaan sehari-hari dan pola perawatan dalam keluarga.

Menjadikan perawatan gigi sebagai bagian dari gaya hidup sehat sejak dini merupakan langkah penting untuk menekan tingginya angka masalah gigi di masyarakat.

Kesehatan gigi anak perlu diperhatikan sejak awal karena kondisi gigi susu akan memengaruhi pertumbuhan gigi permanen, struktur rahang, hingga rasa percaya diri anak di masa depan. Pemeriksaan sejak gigi pertama tumbuh dan membangun pengalaman perawatan yang positif dapat membantu anak terbiasa merawat giginya dengan baik,” jelas drg. Eka Sabaty Shofiyah, Sp.KGA, Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak AUDY Dental, dalam acara AUDY Dental Rilis 3 Masalah Utama Kesehatan Gigi dan Mulut Keluarga Indonesia, pada Senin, 22 Desember 2025, di Jakarta.

Dengan edukasi yang tepat dan kebiasaan perawatan yang konsisten di lingkungan keluarga, kesehatan gigi diharapkan tidak lagi menjadi prioritas terakhir, melainkan bagian penting dari kualitas hidup jangka panjang.

Editorial Team