7 Dampak Buruk Open Marriage, Bikin Pasangan Cemburu

Kekurangan terbesar dari open marriage ialah berpotensi tertular penyakit seksual. Hal ini karena open marriage pada dasarnya memperbolehkan melakukan hubungan seksual dengan partner selain suami atau istri sah.  

Oleh karena itu, potensi untuk tertular penyakit seksual dari partner seks sangat besar. Apalagi bila pasangan bukan hanya menjalin hubungan dengan seorang partner dalam rentang waktu tertentu, namun kerap berganti-ganti dengan partner lain. 

Meski ketika awal menjalani hubungan open marriage, Mama dan pasangan tentu telah membuat kesepakatan. Namun, nyatanya tidak menutup kemungkinan adanya masalah di masa depan. Salah satunya terkait rasa cemburu yang muncul dari pasangan.

Mungkin pasangan akan merasa cemburu karena lebih sering menghabiskan waktu dengan partner. Bahkan rasa minder juga dapat muncul ketika melihat bahwa pasangan menjalani hubungan seks yang panas dengan partner, namun jarang menyentuh suami atau istri sah.

Open marriage tentu akan menguntungkan khususnya dalam hal seks bagi pasangan yang menjalaninya. Tetapi, konsep hubungan tersebut bisa memberi dampak yang buruk untuk anak, terutama ketika anak masih dalam masa pertumbuhan.

Hal ini karena tidak semua anak bisa memahami ketika tahu bahwa orangtuanya menjalani hubungan dengan orang lain. Bahkan, ketika mengetahui kenyataan tersebut ada kemungkinan anak akan merasa terluka secara emosional.

Banyak yang mengira bahwa open marriage bisa menjadi solusi untuk rumah tangga yang sudah retak dan sedang mengalami masalah. Hal ini menjadi sesuatu kekeliruan. Pasalnya, open marriage tidak bisa menjadi solusi keretakan rumah tangga.

Open marriage justru dapat memperburuk masalah rumah tangga. Hal ini karena menjalankan open marriage membutuhkan rasa kepercayaan yang kuat terhadap pasangan. Bila rumah tangga sudah retak, justru malah bisa memicu perpisahan.

Ketika menjalani hubungan open marriage, maka waktu yang dimiliki bukan hanya untuk bersama keluarga saja. Tentunya pasangan juga akan menghabiskan waktu dengan partner selain suami atau istri sah.

Mengatur waktu agar semua hal itu bisa dilakukan bukanlah hal yang mudah. Terutama ketika awal menjalani open marriage, pasangan mungkin akan kesulitan untuk membagi waktu karena belum bisa beradaptasi dengan perubahan hubungan.

Ketika menjalani hubungan open marriage, tentunya lingkungan sekitar akan turut mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu, Mama mungkin akan mendapat prasangka dari lingkungan sekitar mengenai hubungan yang sedang dijalani.

Terutama bila lingkungan sekitar termasuk orang-orang yang pro terhadap monogami. Apalagi di Indonesia masih menjunjung norma tersebut di keseharian. Bukan hanya prasangka, mungkin nantinya Mama dan suami bisa dikucilkan dari lingkungan.

Salah satu risiko lainnya yang mungkin dapat terjadi ketika menjalani hubungan open marriage ialah hamil. Apalagi kehamilan tersebut terjadi dari hubungan atau pasangan yang tidak sah. 

Meski risiko tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan pengaman saat seks, namun nyatanya risiko tersebut akan tetap ada dan tidak bisa dihilangkan. Maka dari itu, hal ini perlu dipertimbangkan sebelum menjalani open marriage.

Itulah deretan dampak buruk dari menjalani open marriage terhadap hubungan rumah tangga. Bila Mama tertarik untuk menjalani open marriage, jangan lupa pertimbangkan dulu dampak-dampak negatif di atas ya, Ma.