Tes Darah Ini Bisa Prediksi Risiko Postpartum Sejak Awal!

- Tes darah terbaru mampu memprediksi risiko depresi pascapersalinan dengan akurasi hingga 80 persen.
- Cara kerjanya dengan menganalisis biomarker dalam darah untuk mendeteksi perubahan hormon sejak awal kehamilan.
- Meski menjanjikan, tes ini masih dalam tahap pengembangan dan belum tersedia secara luas untuk publik.
Setelah melahirkan, banyak Mama yang mungkin merasakan perubahan emosi yang datang tiba-tiba.
Perasaan sedih, mudah menangis, hingga cemas tanpa alasan bisa menjadi tanda awal dari baby blues atau bahkan postpartum depression.
Kondisi ini umum terjadi, terutama karena perubahan hormon dan adaptasi terhadap peran baru sebagai Mama baru.
Namun kini, ada kabar baik, Ma. Para peneliti menemukan tes darah yang diklaim dapat memprediksi risiko postpartum sejak dini.
Dengan tes ini, Mama bisa mengetahui potensi gangguan emosional setelah melahirkan lebih cepat, sehingga penanganannya pun bisa dilakukan sebelum kondisi menjadi lebih berat.
Popmama.com sudah merangkum mengenai tes darah yang bisa prediksi risiko postpartum sejak awal. Yuk simak bersama!
1. Tes darah baru bisa prediksi risiko postpartum hingga 80 persen

Setelah melahirkan, memang nggak sedikit Mama yang mengalami perubahan suasana hati secara drastis.
Rasa sedih, cemas, hingga kelelahan emosional sering muncul tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini dikenal sebagai baby blues dan pada sebagian Mama bisa berkembang menjadi depresi pascapersalinan (postpartum depression).
Kabar baiknya, kini para ilmuwan menemukan tes darah terbaru yang mampu memprediksi risiko depresi pascapersalinan secara akurat hingga 80 persen, bahkan sebelum gejalanya muncul.
Temuan ini pertama kali dipublikasikan di jurnal Neuropsychopharmacology dan menjadi harapan baru bagi banyak perempuan agar bisa mendapatkan penanganan lebih awal, Ma.
2. Penurunan hormon jadi pemicu utama alami postpartum

Selama masa kehamilan, tubuh Mama mengalami peningkatan hormon estradiol dan progesteron.
Kedua hormon ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan suasana hati dan fungsi tubuh selama kehamilan.
Namun, setelah melahirkan, kadar hormon tersebut menurun secara drastis. Pada sebagian perempuan, penurunan ini dapat memicu timbulnya depresi pascapersalinan.
Inilah alasan mengapa beberapa Mama merasa baik-baik saja selama kehamilan, tetapi mengalami kesulitan emosional setelah melahirkan.
Respons tubuh terhadap perubahan hormon ternyata berbeda-beda pada setiap orang, dan hal inilah yang sedang diteliti lebih dalam oleh para ahli, Ma.
3. Cara kerja tes darah dalam mendeteksi risiko

Melalui penelitian yang panjang, para ilmuwan menemukan bahwa perbedaan pada pola gen tertentu dalam darah bisa menjadi penanda awal munculnya depresi pascapersalinan.
Dua gen yang paling berpengaruh adalah HP1BP3 dan TTC9B, yang sensitif terhadap perubahan hormon estrogen.
Dengan menganalisis penanda biologis atau biomarker dalam darah, dokter bisa mengetahui siapa saja yang berisiko mengalami depresi pascapersalinan (PPD) bahkan sejak trimester awal kehamilan, lho, Ma.
Cara kerjanya mirip seperti tes kesehatan pada umumnya yang mendeteksi tanda-tanda penyakit melalui zat di dalam tubuh.
Jika hasil tes menunjukkan risiko yang cukup tinggi, dokter dapat segera melakukan pemantauan lebih lanjut dan memberikan dukungan sejak dini.
Dengan begitu, Mama bisa merasa lebih tenang dan siap menghadapi masa setelah melahirkan dengan lebih percaya diri.
4. Bisa jadi langkah pencegahan sejak awal kehamilan

Keunggulan dari tes ini adalah kemampuannya dalam membantu pencegahan dini. Mama yang mengetahui dirinya berisiko dapat mengambil langkah proaktif, seperti berkonsultasi dengan psikolog, mencari dukungan sosial, atau melakukan terapi ringan sebelum gejala muncul.
Peneliti juga menyebutkan bahwa hasil tes bisa membantu dokter dalam memberikan perawatan yang lebih personal, termasuk kemungkinan pemberian obat antidepresan ringan setelah melahirkan.
Pendekatan ini diharapkan mampu menekan angka depresi pascapersalinan yang hingga kini masih cukup tinggi di seluruh dunia.
Tes darah ini bukan hanya terobosan medis, tapi juga simbol perubahan cara pandang terhadap kesehatan mental Mama.
Menurut psikiater reproduksi Jennifer Payne, tes ini dapat membantu mengurangi stigma bahwa depresi hanyalah persoalan mental belaka. Dengan bukti biologis, masyarakat dapat memahami bahwa PPD adalah kondisi medis yang membutuhkan perawatan.
Rencananya, tes darah prediksi postpartum ini akan mulai tersedia di beberapa klinik di Amerika Serikat pada awal 2026.
Jika terbukti efektif, langkah ini bisa menjadi awal dari pemeriksaan rutin bagi Mama yang sedang hamil di seluruh dunia. Harapannya, semakin banyak Mama yang dapat merasa aman, tenang, dan siap menyambut peran barunya tanpa harus berjuang sendirian.
Dengan adanya tes darah ini, harapan baru terbuka bagi para Mama di seluruh dunia. Penelitian ini menunjukkan bahwa kesehatan mental setelah melahirkan sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Semoga dengan deteksi dini seperti ini, lebih banyak Mama yang bisa mendapatkan dukungan dan perawatan yang tepat sejak awal, sehingga perjalanan menjadi Mama terasa lebih ringan dan penuh kebahagiaan.



















