TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Jarang Disadari, 5 Dampak Toxic Masculinity pada Anak Laki-laki

Tak hanya berdampak pada anak sendiri, toxic masculinity bisa berdampak pada orang di sekitar anak

PExels/Kindel Media

"Anak laki-laki nggak boleh menangis!"

"Anak laki kok cengeng?"

"Kamu sebagai anak laki-laki harus kuat ya!"

Pernahkah Mama mendengar kalimat tersebut? Atau pernah mengucapkannya pada anak laki-laki? Kalimat di atas adalah salah satu bentuk toxic masculinity.

Ini merupakan anggapan yang salah tentang maskulinitas, hingga berdampak pada tuntutan yang tidak wajar terhadap sisi kuat dan maskulin seorang anak laki-laki.

Parahnya, tak sedikit orangtua yang belum memahami ini dan menerapkannya dalam pola asuh. 

Anak laki-laki yang sering terkena toxic masculinity, bisa berdampak pada mental dan pembentukan pribadinya.

Lantas apa saja dampak toxic masculinity pada anak laki-laki?

Berikut Popmama.com telah merangkum beberapa informasinya di bawah ini!

1. Memendam emosi dan perasaan sakitnya sendiri

Freepik/gpointstudio

Toxic masculinity pertama yang sering dilakukan dalam pengasuhan anak laki-laki adalah melarangnya untuk menangis. Ketika anak laki-laki menangis akibat jatuh atau sedang tidak baik-baik saja, ia kerap dianggap lemah dan cengeng. 

Hal ini sebenarnya berdampak buruk pada anak. Jika sejak kecil anak dilarang menangis, ia bisa jadi banyak memendam emosi dan perasaan sakitnya sendiri.

Karena dia berpikir jika laki-laki tidak boleh menangis, padahal kenyataannya sedih atau takut adalah perasaan yang wajar bagi anak-anak, laki-laki maupun permpuan. Dan menangis tidak menandakan laki-laki yang lemah.

2. Berpotensi menjadi pelaku bully

Pixabay.com/AnnaKovalchuk

Selain tidak boleh nangis, di dalam pola asuh yang toxic masculinity, orangtua juga menerapkan aturan jika anak laki-laki itu harus berani berhadapan dengan siapa saja.

Hal ini bertujuan supaya anak dapat tumbuh menjadi sosok yang kuat dan pemberani yang bisa melindungi diri dan tidak penakut.

Namun, salah dalam mengasuh bisa menyebabkan anak berpotensi menjadi pelaku bully. Karena ia beranggapan bahwa dirinya kuat serta bisa menindas siapa pun yang lemah dan melawan orang-orang yang tidak patuh dengannya.

3. Perfeksionis dan dituntut untuk serba bisa

freepik/annakuzmenko

Perfeksionis memang tidak selalu buruk. Namun jika berlebihan ini justru bisa merusak mental anak dan membuatnya terus menyalahkan diri sendiri. 

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa ada toxic masculinity di mana anak laki-laki diwajibkan supaya bisa segala hal. Terutama dalam menangani masalah di rumah dan membantu mengerahkan pekerjaan berat. 

Anak laki-laki seringkali harus bisa menjadi sosok yang diandalkan menangani banyak hal. Di sisi lain hal ini bisa membuat anak laki-laki jadi dituntut untuk serba bisa dan perfeksionis dalam berbagai hal supaya jati dirinya yang 'maskulin' diakui. 

4. Kurang empati dan membangkang

Freepik/Cookie-studio

Ketika anak perempuan dianggap wajar jika perasaannya sensitif, maka anak laki-laki kebalikannya. Hal ini termasuk salah satu toxic masculinity yang melarang anak laki-laki untuk memiliki perasaan yang sensitif. 

Sayangnya hal ini berdampak pada pribadi anak ke depannya. Ketika sejak kecil ia dilarang untuk memasukkan kata-kata orang ke dalam hati, maka saat besar ia cenderung acuh dan cuek pada perkataan orang lain.

Pada akhirnya, anak laki-laki tumbuh menjadi kurang empati dan membangkang.

5. Memiliki ego tinggi dan sifat dominan yang besar dengan anak perempuan

Pexels/RODNAE Productions

Tak boleh kalah dari anak perempuan adalah salah satu toxic masculinity lain yang juga banyak diterapkan dalam pola asuh anak laki-laki. Bagaimana pun caranya, anak laki-laki harus bisa selalu di atas perempuan, agar tidak malu jika dipimpin oleh perempuan. 

Sayangnya, dampak dari hal ini ialah anak laki-laki jadi memiliki ego tinggi dan sifat dominan yang besar jika berhadapan dengan perempuan.

Ia pun menganggap bahwa dirinya sebagai laki-laki selalu lebih hebat dari perempuan. Akhirnya anak juga akan tumbuh dengan kurang menghargai perempuan. 

Nah itulah beberapa dampak toxic masculinity pada anak laki-laki, yang jarang diketahui. Tentu saja, apa pun yang namanya toxic atau beracun, tidak baik untuk diterapkan dalam segala hubungan. Termasuk hubungan orangtua-anak.

Dengan mencegah bersikap toxic masculinity, Mama dapat membesarkan anak laki-laki yang positif, baik, bahagia, dan sehat secara fisik maupun mental. 

Baca juga:

The Latest