TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Kondisi Kehamilan akibat Pernikahan Dini

Pernikahan dini berisiko bagi pasangan, terutama perempuan

Pexels/ Ron Lach

Batas usia nikah di Indonesia yang diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, menyebutkan ketentuan minimal usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.

Meski sudah ditetapkan batasan umur di dalam undang-undang, praktik pernikahan usia dini masih banyak ditemukan di masyarakat.

Banyak alasan mengapa pernikahan dini dilakukan, salah satunya adalah alasan ekonomi. Selain itu, pasangan mungkin tidak mengetahui risiko-risiko yang mungkin muncul.

Pernikahan dini di usia remaja memiliki dampak buruk dari sisi medis maupun psikologis serta lebih berisiko berujung pada perceraian.

Terutama bagi perempuan, kehamilan di usia dini juga berdampak buruk bagi dirinya dan calon bayi.

Kali ini Popmama.com akan membahas soal kondisi kehamilan akibat pernikahan dini. Semoga informasi ini dapat membantu remaja yang berniat untuk melakukan pernikahan dini.

Alasan Melakukan Pernikahan Dini

Pexels/Ron Lach

Banyak pasangan yang melakukan pernikahan dini mesti sudah diatur batasan umur oleh undang-undang. Berikut beberapa alasan yang umum mengapa mereka melakukannya:

  • Faktor ekonomi atau kemiskinan,
  • Tingkat pendidikan yang rendah,
  • Keluarga menganggap bahwa menikah adalah sumber rezeki,
  • Menikah menjaga nama baik keluarga,
  • Anggapan bahwa anak yang belum menikah menjadi “beban” keluarga,
  • Semakin cepat menikah, semakin baik,
  • Stigma telat menikah di masyarakat,
  • Aturan hukum pernikahan yang kurang tegas.

Kondisi Kehamilan akibat Pernikahan Dini

Pexels/ Nataliya Vaitkevich

Sebenarnya, pihak yang paling dirugikan karena pernikahan dini adalah perempuan. Banyak yang harus dikorbankan, seperti misalnya perempuan harus berhenti sekolah jika hamil.

Selain itu, pernikahan dini juga membatasi kesempatan perempuan untuk mencapai pendidikan tinggi dan berkarier.

Namun yang utama adalah tubuh perempuan belum siap untuk memiliki kehamilan yang sehat. Ini dapat meningkatkan risiko bagi calon mama dan janin.

Di usia kurang dari 16 tahun, perempuan masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Kehamilan di usia muda dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya akan terganggu.

Berikut beberapa kondisi kehamilan akibat pernikahan dini:

  • Hamil di usia remaja berisiko tinggi terhadap tingginya tekanan darah. Ini dapat menyebabkan preeklampsia yang ditandai dengan tekanan darah tinggi. Selain itu, preeklampsia juga ditandai dengan adanya protein dalam urine, dan tanda kerusakan organ lainnya.
  • Perempuan di bawah usia 18 tahun yang hamil dan melahirkan berisiko mengalami kematian saat persalinan. Ini disebabkan tubuhnya belum matang dan siap secara fisik saat melahirkan.
  • Persalinan prematur dan berat badan lahir rendah. Bayi prematur biasanya memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) karena belum siap dilahirkan. Ini meningkatkan risiko bayi mengalami gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, kognitif, dan masalah lainnya. 
  • Risiko penyakit menular seksual yang akhirnya dapat membahayakan janin jika terjadi kehamilan. Hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan di bawah usia 18 tahun, akan lebih berisiko terkena penyakit menular seksual, seperti HIV. Hal ini dapat terjadi lantaran kurangnya pengetahuan tentang seks yang sehat dan aman, sehingga penggunaan alat kontrasepsi pun masih sangat rendah.
  • Anemia disebabkan karena kurangnya zat besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Anemia saat hamil dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur dan kesulitan saat melahirkan. 

Risiko Pernikahan Dini dari Segi Mental

Pexels/Kat Smith

Selain berisiko bagi kesehatan fisik, pernikahan dini juga dapat menimbulkan beragam masalah yang berhubungan dengan psikologis, antara lain:

  • Perempuan yang menjalani pernikahan dini cenderung mengalami kekerasan dari pasangannya. Pasangan belum mampu berpikir secara dewasa karena faktor usia yang masih muda. Ini termasuk kondisi emosionalnya belum stabil, menyebabkan pasangan mudah terbawa emosi. Ini menyebabkan segala masalah diselesaikan dengan kekerasan fisik maupun verbal. Meski tujuan awal dari pernikahan dini adalah melindungi perempuan dari kekerasan makin tinggi, namun justru di sini peluang kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
  • Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia perempuan saat menikah, semakin tinggi risikonya terkena gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan suasana hati, dan depresi, di kemudian hari.
  • Seperti yang disebutkan di atas, jika perempuan hamil karena pernikahan dini, maka ia harus berhenti sekolah. Masa muda seharusnya dipenuhi oleh bermain dan belajar untuk mencapai masa depan dan kemampuan finansial yang lebih baik. Perempuan harus mengurus rumah tangga dan anak sehingga tida memiliki peluang untuk bekerja. Ini berefek pada tingkat ekonomi yang rendah juga.
  • Anak-anak yang menjadi saksi mata kasus kekerasan di rumahnya akan tumbuh besar dengan mengalami kesulitan belajar dan memiliki keterampilan sosial yang terbatas. Mereka juga berisiko menderita depresi, PTSD, atau gangguan kecemasan yang berat.

Mencegah Terjadinya Pernikahan Dini

Pexels/ Katerina Holmes

Pendidikan memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya pernikahan dini.

Ini dapat memperluas wawasan anak dan remaja soal usia yang tepat untuk menikah dan apa saja risiko pernikahan dini.

Pendidikan juga semata-mata bukan hanya semata-mata untuk pintar di bidang akademik saja. Dengan pendidikan yang tepat, anak dapat terampil, mengembangkan karir, serta memiliki cita-cita.

Selain itu, pendidikan seks serta informasi seputar risiko pernikahan dini juga harus diajarkan kepada anak. Sehingga mereka memahami risiko-risikonya.

Orangtua juga harus diberi pemahaman soal risiko-risiko yang mungkin dialami oleh anak yang menikah di usia dini.

Stigma dalam masyarakat soal beban keluarga, meningkatkan ekonomi atau usia pernikahan juga harus dihilangkan.

Semoga ulasan ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi kehamilan pada pernikahan dini serta segala risikonya.

Baca juga:

The Latest