Makna Busana Patih Kedhaton, Hanya Boleh Dikenakan Pejabat Istana

- Dalam budaya Jawa, busana Patih Kedhaton bukan hanya fashion, melainkan simbol dan warisan budaya yang tertata rapi dalam sistem istana.
- Pemakaman Susuhunan Pakubuwono XIII menampilkan beberapa busana kebesaran keraton, termasuk Patih Kedhaton yang dikenakan oleh para abdi dalem dengan makna ganda.
- Busana Patih Kedhaton memiliki makna dan asal usul yang mendalam dalam budaya Jawa, menjadi bagian penting dari struktur dan simbolisme istana.
Dalam budaya Jawa, busana bukan sekadar fashion namun jauh lebih dalam dari itu, Busana menjadi simbol, struktur, dan warisan budaya yang tertata rapi dalam sistem istana.
Dalam momen terbaru, tepatnya pada pemakaman Susuhunan Pakubuwono XIII, terlihat beberapa busana kebesaran keraton. Patih Kedhaton dikenakan oleh para abdi dalem yang memiliki makna ganda.
Seperti apa maknanya, dan apa asal usul dari busana patih kedhaton? Popmama.com akan merangkumkannya untuk Mama.
1. Asal usul busana patih kedhaton

Asal usul busana ini bisa ditelusuri dari tradisi tata busana keraton Jawa yang sudah berkembang sejak pra-Islam dan terus beradaptasi hingga era kerajaan Islam di Jawa.
Bagi para pejabat keraton, busana menjadi pijakan formal dalam naskah-naskah tatakrama dan arsip istana, demikian ditengok dari kratonjogja.id.
Tidak sembarang orang bisa mengenakan pakaian ini, hanya pejabat istana yang khusus mengurus urusan kedhaton atau layanan internal keraton saja yang bisa mengenakannya.
2. Khusus untuk pejabat keraton

Siapa yang bisa mengenakan busana patih kedhaton? Mereka adalah abdi dalem atau yang biasa disebut dengan Patih Kedhaton.
Mereka khusus mengurus urusan kedhaton atau layanan internal keraton. Para pemakai busana ini umumnya adalah pejabat istana yang memegang fungsi penting dalam struktur internal keraton.
Beberapa tugas mereka antara lain pengatur protokol, kepala urusan kedhaton, atau pejabat senior yang mewakili istana dalam prosesi upacara.
3. Dikenakan hanya pada acara khusus

Lebih lanjut, dijelaskan bahwa busana ini hanya dikenakan pada waktu khusus tepatnya pada saat "hari besar" keraton. Contohnya, saat raja menggelar grebeg, ketika terjadi pemakaman raja, atau saat prosesi jumenengan (penobatan), serta acara ritual internal keraton.
Yang terbaru, busana ini dikenakan saat pemakaman Susuhunan Pakubuwono XIII pada awal November 2025 kemarin.
4. Makna dari pakaian patih kedhaton

Lebih lanjut, busana ini bukan sekadar seragam, melainkan memiliki makna ganda. Setidaknya ada 3 makna yang terkandung dari busana ini, di antaranya adalah sebagai penanda kedudukan dan sebagai alat kekuasaan birokratis.
Lalu juga sebagai ekspresi estetika dan adat yang melekat dalam lingkungan keraton.
5. Detail motif dari busana patih kedhaton

Pemilihan susunan pakaian untuk patih kedhaton tidak sembarangan. ada naskah dan arsip yang menetapkan seperti apa motif kain, bordir, warna, dan kombinasi aksesoris yang harus dikenakan.
Karena, semuanya itu memuat makna simbolis tentang status sosial, jabatan, dan aturan adat. Seperti contoh, motif batik "larangan" yang hanya boleh dipakai oleh kalangan bangsawan atau pejabat tertentu saja, muncul dalam sistem tata busana keraton.
Tambahan aksesori seperti keris atau sabuk kebesaran menjadi penanda kalau pemakainya berada pada jungjung tertinggi dalam hierarki istana di bawah sultan.
Sampai saat ini, busana patih kedhaton tetap bisa menyampaikan pesan dengan kuat. Bagaimana tradisi tetap relevan dan terpelihara, serta bagaimana identitas keraton dipertahankan lewat visual dan upacara. Sehingga, makin banyak orang yang menyadari betapa pentingnya nilai warisan budaya yang tersembunyi dibalik lipatan kain dan bordir.



















