Ini Penyebab Kasus Kanker Usus Besar Naik di Usia Muda, Ini Kata Ilmuwan!

- Kasus kanker usus besar makin sering di bawah 54 tahun, diduga karena mutasi di usus.
- Paparan kolibaktin sejak kecil bisa memicu kanker usus besar di usia dewasa.
- Kolibaktin dihasilkan oleh bakteri tertentu dan dipengaruhi pola makan serta gaya hidup.
Kasus kanker kolorektal atau kanker usus besar kini makin sering ditemukan pada orang di bawah usia 54 tahun. Data terbaru menunjukkan, satu dari lima kasus terdiagnosis pada kelompok usia muda, meningkat 11 persen dalam dua dekade terakhir.
Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature mengungkapkan temuan menarik soal kemungkinan penyebab lonjakan ini: paparan kolibaktin, toksin yang diproduksi oleh bakteri tertentu seperti E. coli. Penelitian ini bahkan mengaitkan paparan sejak masa kanak-kanak dengan risiko kanker kolorektal dini.
Berikut Popmama.com tentang penyebab kasus kanker usus besar naik di usia muda, ini kata ilmuwan!
1. Kini kasus kanker usus besar banyak ditemukan di usia sebelum 50 tahun

Tim peneliti dari University of California, San Diego, dikutip dari National Geographic, menganalisis sampel darah dan jaringan tumor dari hampir 1.000 pasien di 11 negara, termasuk Jepang dan Thailand.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa pasien yang didiagnosis di usia muda memiliki mutasi DNA yang khas akibat paparan kolibaktin. Menariknya, semakin muda pasien, semakin tinggi tanda-tanda mutasi ini.
Bagi mereka yang terkena kanker di bawah usia 40 tahun bahkan tiga kali lebih mungkin memiliki mutasi yang dipicu oleh kolibaktin dibandingkan dengan pasien di atas 70 tahun.
2. Paparan kolibaktin bisa terjadi sejak masa kanak-kanak

Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan kemungkinan sudah terpapar kolibaktin sebelum usia 10 tahun. Paparan dini ini bisa menyebabkan kerusakan DNA di usus besar, sehingga kanker muncul lebih cepat, karena sekitar 20 hingga 30 tahun lebih awal dari biasanya.
Artinya, orang yang terpapar sejak kecil bisa mengidap kanker usus besar di usia 30–40 tahun, bukan di usia 60–70 tahun seperti yang umum terjadi.
3. Kolibaktin dihasilkan oleh bakteri tertentu di usus

Kolibaktin merupakan genotoksin, yaitu zat yang dapat merusak DNA. Toksin ini dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri, termasuk E. coli. Dalam kondisi tertentu, bakteri ini bisa menyerang jaringan sehat di usus besar dan memicu mutasi DNA.
Namun tidak semua orang dengan bakteri penghasil kolibaktin akan terkena kanker. Sekitar 20–30 persen orang diketahui memiliki bakteri jenis ini di ususnya, tapi faktor lingkungan dan gaya hidup diduga berperan besar dalam menentukan apakah bakteri tersebut menjadi berbahaya atau tidak.
4. Pola makan dan gaya hidup diduga ikut berpengaruh

Para ahli menemukan bahwa pola makan ala Barat, yang tinggi daging merah, gula, dan makanan olahan tetapi rendah serat, bisa memengaruhi mikrobioma usus. Kondisi inilah yang mungkin membuat kolibaktin menjadi lebih aktif dan memicu mutasi.
Selain itu, faktor-faktor lain di awal kehidupan seperti cara lahir (caesar atau normal), konsumsi antibiotik, hingga jenis susu (ASI atau formula) juga dapat memengaruhi keseimbangan mikroba di usus seseorang sejak kecil.
5. Penelitian membuka peluang deteksi dini lewat tes feses dan probiotik

Para peneliti kini tengah mengembangkan tes feses yang mampu mendeteksi mutasi DNA akibat kolibaktin. Jika berhasil, tes ini bisa digunakan untuk skrining kanker kolorektal sejak usia muda, bahkan mulai usia 20-an.
Selain itu, ada juga wacana mengembangkan probiotik khusus yang dapat menargetkan dan menekan pertumbuhan bakteri penghasil kolibaktin di usus. Dengan begitu, risiko kanker bisa ditekan tanpa efek samping berbahaya.
Hingga saat ini, hubungan antara kolibaktin dan kanker kolorektal masih terus diteliti. Namun, para ahli sepakat bahwa langkah terbaik tetaplah menjaga gaya hidup sehat dengan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur, membatasi daging olahan, rutin berolahraga, serta menghindari rokok dan alkohol.
Kesadaran juga sangat penting! Jika muncul gejala seperti nyeri perut berkepanjangan, penurunan berat badan tanpa sebab, atau pendarahan dari rektum, sebaiknya segera periksa ke dokter.



















