Kesehatan Mental Perempuan Jadi Kunci Masa Depan Umat

Saat seseorang merasa lelah secara emosional, penting untuk kembali mengenali jati diri, termasuk bakat dan potensi yang dimiliki. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah menggali kemampuan diri dan mengembangkannya. 

Ketika seseorang menyadari apa yang menjadi kelebihannya, ia bisa lebih fokus dan terarah dalam menjalani hidup, sehingga beban emosional pun perlahan dapat terangkat.

Perlu diingat bahwa memanfaatkan potensi yang sudah Allah berikan adalah bentuk usaha yang tidak sia-sia. Dengan niat yang baik dan langkah yang sungguh-sungguh, akan selalu ada pertolongan dari Allah. 

“Kamu harus mencari bakatmu dan potensimu, kemudian kembangkan. Dengan memanfaatkan apa yang diberikan, insyaAllah Allah akan membantu,” ujar Sheikha Dr. Rania Awaad, MD, Professor, Psychiatry at Stanford University; President of Maristan. 

Setiap hal yang kita lakukan dalam hidup, sekecil apa pun itu, memiliki nilai yang berarti jika dilakukan dengan niat dan pola pikir yang benar.

Tak perlu menunggu momen besar atau pencapaian luar biasa, bahkan hal sederhana seperti merapikan rumah, membantu orang lain, atau bekerja dengan jujur pun bisa menjadi jalan keberkahan.

Kunci utamanya terletak pada mindset atau pola pikir. Ketika seseorang menjalani aktivitasnya dengan niat yang lurus, pikiran yang baik, dan hati yang tulus, maka keberkahan akan menyertainya. 

“Setiap aktivitas yang kamu lakukan, baik kecil maupun besar itu adalah sebuah keberkahan. Kalau kamu punya pola pikir yang tepat dan baik, insyaAllah apa yang kamu lakukan akan diberkahi Allah,” ujar dr. Sari Chairunnisa, VPof R&D and Deputy CEO of ParagonCorp. 

Menjaga batasan emosional penting, bahkan di tengah jadwal yang padat. Salah satu cara adalah dengan menanamkan mindset yang benar agar tubuh dan jiwa selaras.

Dengan mindset yang tepat, kita bisa mengelola waktu dan menjaga keseimbangan antara ibadah, kesehatan fisik, dan rutinitas harian.

“Kita butuh mindset yang benar agar tubuh kita juga benar. Misalnya, setelah salat, kenapa tidak angkat beban 5 menit saja? Jadi salat itu bisa menjadi batas, waktu yang tidak bisa diganggu, bahkan oleh presiden sekalipun,” ungkap dr. Sari Chairunnisa. 

Bagi sebagian mama, memiliki waktu pribadi (me time) kadang terasa mustahil. Namun, dengan komunikasi yang baik dan kesepakatan bersama pasangan, waktu tersebut bisa tetap ada meskipun singkat. Pada dasarnya, me time tidak harus lama, namun yang penting adalah bermakna. 

“Saya bersyukur punya pasangan yang mau diskusi tentang konsep waktu pribadi. Kami menormalisasi bahwa meski punya bayi, saya tetap punya waktu untuk diri sendiri,” lanjutnya. 

Demikian pembahasan mengenai kesehatan mental perempuan jadi kunci masa depan umat. Bagaimana menurut pendapat Mama?