- Kreator Konten, termasuk YouTuber, TikToker, dan kreator Instagram yang memonetisasi konten mereka melalui iklan, sponsorship, atau endorsement.
- Influencer, individu atau publik figur yang memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan produk dan layanan dengan imbalan bayaran.
- Perusahaan Penyedia Layanan Digital Asing (OTT), termasuk platform streaming dan layanan berlangganan yang beroperasi di Indonesia.
Pengguna Media Sosial Akan Dikenai Pajak Mulai 2026

- Pajak digital akan menyasar ekonomi media sosial, termasuk kreator konten dan influencer yang memperoleh penghasilan dari platform seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan Facebook.
- Kebijakan pajak media sosial tidak menyasar pengguna biasa, melainkan pelaku ekonomi digital seperti kreator konten, influencer, dan perusahaan penyedia layanan digital asing (OTT).
- Direktorat Jenderal Pajak akan menggunakan teknologi big data dan analitik media sosial untuk mendeteksi potensi pajak serta melakukan sosialisasi intensif kepada para pelaku ekonomi digital sebelum kebijakan ini resmi berlaku pada 2026.
Pemerintah Indonesia akan memperluas basis pajak digital mulai tahun 2026 dengan menyasar aktivitas ekonomi di media sosial. Langkah ini merupakan bagian dari strategi reformasi perpajakan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan pesat ekonomi digital.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mampu mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor yang selama ini belum tergarap maksimal.
Di artikel ini Popmama.com akan membahas pengguna media sosial akan dikenai pajak mulai 2026. Yuk disimak!
1. Pajak digital menyasar ekonomi media sosial

Kementerian Keuangan, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), telah mengonfirmasi bahwa media sosial akan menjadi salah satu sumber pajak baru setelah sebelumnya pemerintah memberlakukan pajak pada transaksi marketplace.
Pertumbuhan ekonomi digital yang signifikan, termasuk dari sektor media sosial, menjadi alasan kuat di balik kebijakan ini.
Menurut data pemerintah, banyak pelaku ekonomi digital, seperti kreator konten dan influencer, yang memperoleh penghasilan besar dari platform seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan Facebook.
Namun, sebagian dari mereka belum terjangkau oleh sistem perpajakan yang ada. Kebijakan baru ini diharapkan dapat memperluas cakupan pajak dan menutup celah yang ada.
2. Siapa saja yang akan terdampak?

Kebijakan pajak media sosial ini tidak menyasar pengguna biasa yang sekadar mengunggah foto atau video untuk hiburan pribadi. Fokus utamanya adalah pelaku ekonomi digital yang memperoleh penghasilan melalui platform media sosial, seperti.
Dengan demikian, target kebijakan ini jelas diarahkan pada aktivitas ekonomi yang memberikan keuntungan finansial, bukan sekadar penggunaan personal.
3. Metode pemungutan dan pemantauan

Direktorat Jenderal Pajak akan memanfaatkan teknologi big data dan analitik media sosial untuk mendeteksi potensi pajak. Data digital dari aktivitas pengguna, transaksi, serta informasi publik yang tersedia di platform akan menjadi acuan.
Langkah ini selaras dengan tren global di mana negara-negara lain juga mulai menggunakan data digital sebagai basis pengenaan pajak.
Selain itu, regulasi teknis akan disusun agar perusahaan media sosial dan platform digital dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan data yang diperlukan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan meminimalkan potensi penghindaran pajak.
4. Bagian dari reformasi pajak digital

Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mulai berlaku beberapa tahun terakhir.
Salah satu fokus UU HPP adalah penyesuaian sistem perpajakan terhadap perkembangan teknologi dan perdagangan lintas batas negara.
Pemerintah menilai bahwa penerapan pajak di sektor media sosial akan membantu menciptakan level playing field antara pelaku ekonomi tradisional dan pelaku ekonomi digital.
Dengan kata lain, semua pihak yang mendapatkan penghasilan akan memiliki kewajiban pajak yang setara.
5. Tahapan Implementasi

Sebelum kebijakan ini resmi berlaku pada 2026, pemerintah akan melakukan sosialisasi intensif kepada para pelaku ekonomi digital.
Sosialisasi ini bertujuan agar kreator konten, influencer, dan pelaku usaha digital memahami aturan baru, cara pelaporan pajak, serta kewajiban administrasi yang akan diberlakukan.
Selain itu, pemerintah juga akan menyiapkan infrastruktur pendukung, termasuk sistem digital untuk mempermudah pelaporan dan pembayaran pajak secara online.
Nah, itu tadi informasi mengenai pengguna media sosial skan dikenai pajak mulai 2026. Semoga bermanfaat ya!


















