7 Fakta Keluarga Sri Mulyani, Disiplin dan Berpendidikan

Sri Mulyani merupakan perempuan kelahiran Bandar Lampung pada 26 Agustus 1962. Ia merupakan anak ketujuh dari sepuluh bersaudara dari pasangan Prof. Dr. Satmoko dan Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko. 

Kedua orangtuanya adalah guru besar IKIP Semarang yang kini menjadi Universitas Negeri Semarang. Tak hanya sebagai seorang pendidik, mereka ikut serta membesarkan nama Universitas Semarang saat namanya masih IKIP Semarang.

Bak buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Sri Mulyani dan saudara kandungnya juga sangat berpendidikan. Seluruh anggota keluarganya menyandang gelar pendidikan yang cukup tinggi mulai dari sarjana hingga doktor. 

Meskipun profesi mereka beragam, namun beberapa di antaranya mengikuti jejak kedua orangtua sebagai pendidik.

Kedua orangtua Sri Mulyani membesarkan anak-anaknya dengan cara biasa saja, tak ada yang istimewa. Namun, ada tiga poin cara mereka mendidik anak-anaknya yang cukup berdampak besar bagi kehidupan sang anak sekarang. 

Pertama, sepuluh anak mereka selalu diharuskan selalu bersama dan bersatu, mengingat ekonomi mereka tidak melimpah dan kedua orangtuanya hanya berprofesi sebagai dosen. 

Kedua, mereka harus unggul dalam mata pelajaran sekolah. Anak-anak mereka diarahkan untuk aktif dalam kegiatan luar sekolah, seperti voli, basker, hiking, dan pramuka. 

Ketiga, membaca dijadikan sebagai kebiasaan atau hobi. Kompas dan Suara Merdeka menjadi bacaan wajib keluarga tersebut. Sedangkan bacaan lain saat mereka kecil dan remaja adalah majalah Bobo, Kuncung, dan buku non-mata pelajaran lain.

Seperti pada salah satu poin yang sudah disebutkan, Sri Mulyani dan keluarganya selalu berkomunikasi dengan akrab. Meja makan menjadi tempat paling favorit untuk menghangatkan keluarga tersebut. 

Setiap anak menceritakan apa yang terjadi di hari itu dan kedua orangtuanya juga ikut menceritakan pekerjaannya. 

Selain selalu berkumpul bersama, kebiasaan unik keluarga Satmoko adalah meminta restu. Walaupun anak-anak mereka sudah dewasa dan memiliki jabatan tinggi, namun anak-anak tersebut diwajibkan meminta restu saat menghadapi masalah penting.

Dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan disuwuk atau dicium ubun-ubunnya. Kemudian didoakan serta dibacakan pepatah Jawa yang berbunyi 'rawe-rawe rantas malang-malang putung' (segala sesuatu yang merintangi untuk mencapai tujuan harus disingkirkan).

Namun sayang, tradisi itu hanya bisa diteruskan oleh anak-anak mereka dan keluarga kecilnya karena saat ini kedua orangtua Sri Mulyani telah tiada. Papanya meninggal pada 25 Desember 2006 dan mamanya meninggal pada 11 Oktober 2008.

Sri Mulyani menikah dengan Tonny Sumartono pada tahun 1988. Mereka saling bertemu usai menyelesaikan pendidikan master di University of Illionis, Amerika Serikat. Kemudian, keluarga mereka dilengkapi dengan hadirnya tiga orang anak. 

Mereka adalah Dewinta Illinia, Adwin Haryo Indrawan, dan Luqman Indra Pambudi. Diketahui bahwa tiga anak mereka sudah membangun keluarga masing-masing.

Meskipun Sri Mulyani dididik oleh keluarga Jawa yang penuh aturan dan batasan, namun ia justru membebaskan anak-anaknya dalam memilih profesi. Dia tak ingin mendoktrinasi anak-anaknya berdasarkan tujuan spesifik tertentu. 

Menurutnya, yang paling penting mereka diberi nilai-nilai umum karena pada akhirnya anak punya takdir sendiri sesuai rencana Tuhan. Ia juga berusaha sebisa mungkin untuk menjadi tempat diskusi bagi anak-anaknya.

Itulah beberapa fakta keluarga Sri Mulyani yang disiplin dan berpendidikan. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari keluarga Sri Mulyani, semoga bisa menginspirasi, ya.