TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Miris! Literasi Gizi di Indonesia Tempati Peringkat 2 Terbawah

Biasakan konsumsi makanan bergizi seimbang, Ma

Freepik/valeria_aksakova

Seluruh dunia sepertinya sudah tahu kalau Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber pangan. Bahkan menurut data Kementerian Pertanian RI, Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, dengan beragam sumber pangan bergizi.

Kita yang hidup di negara sesubur ini, selayaknya sudah terbebas dari masalah kurang gizi. Setuju?

Namun sayang, masih banyak rakyat Indonesia yang bermasalah dengan status gizi buruk.

Berdasarkan hasil pengukuran status gizi PSG 2016 yang dipublikasikan di laman Kementerian Kesehatan RI, diketahui bahwa balita 0-59 bulan di Indonesia mengalami:

  • Gizi buruk 3,4%
  • Gizi kurang 14,4%
  • Gizi lebih 1,5%

Provinsi dengan status gizi buruk dan gizi kurang tertinggi tahun 2016 adalah Nusa Tenggara Timur (28,2%) sedangkan terendah adalah Sulawesi Utara (7,2%).

Miris kan, Ma?

Untuk itu Popmama.com bertanya pada Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi dari Fakultas Ekologi IPB, Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD. Mau tahu apa saja penyebab status gizi buruk masih sering terjadi di Indonesia?

Simak yuk penjelasan di bawah ini, Ma.

1. Buruknya literasi gizi

Freepik/freephoto

Untuk meraih pemenuhan gizi seimbang, dibutuhkan literasi gizi yang baik pula. Menurut Prof. Ahmad, literasi gizi ini sangat penting agar seseorang paham dengan kandungan nilai gizi dari makanan atau minuman yang dikonsumsi.

Namun sayang, tingkat literasi Indonesia secara umum masih memprihatinkan.

Menurut data World’s Most Literate Nations, tingkat literasi Indonesia berada di urutan dua terbawah (peringkat 60) dari 61 negara di dunia.

Ini artinya, kesadaran masyarakat untuk membaca, mencari tahu, dan memahami informasi (termasuk yang terkait dalam masalah gizi), masih sangat rendah.

2. Makan tidak sesuai angka kecukupan gizi

Freepik/freephoto

Menurut Prof. Ahmad, saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang mengonsumsi makanan tidak berdasarkan pada angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Padahal, kondisi kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dapat berdampak pada kesehatan jangka panjang lho, Ma.

“Remember, you are what you eat! Karena itulah, sangat penting untuk memahami kandungan nilai gizi dasar, serta takaran dan proposi yang tepat dari makanan dan minuman yang akan kita konsumsi. Seseorang dengan literasi gizi yang baik akan dengan cermat menghitung kebutuhan gizinya, serta bijak dalam membaca label informasi pada makanan olahan yang dikonsumsi,” jelas Prof. Ahmad saat ditemui di acara konferensi pers Frisian Flag Indonesia MilkVersation (12/10) di Gran Mahakam Hotel.

3. Makan tidak bervariasi

Freepik/topntp26

Mama perlu tahu kalau tidak ada jenis pangan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh (selain ASI untuk anak 0-6 bulan). Maka, keluarga mama perlu mengonsumsi makanan yang bervariasi, baik pangan alami maupun pangan olahan, untuk memenuhi kebutuhan gizi harian.

Memiliki preferensi makanan favorit memang tidak dilarang, namun demi memenuhi kebutuhan gizi, mengonsumsi aneka ragam makanan bergizi tidak ada salahnya kan, Ma?

4. Pentingnya menerapkan pola gizi seimbang

Freepik/jcstudio

Kementerian Kesehatan RI kini sudah merevisi anjuran 4 sehat 5 sempurna menjadi anjuran pola makan gizi seimbang.

Artinya?

Mama dan keluarga perlu mengonsumsi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dianjurkan.

Prof. Ahmad mencontohkan, bahwa nasi memang sumber karbohidrat dan sumber utama energi, namun minim kandungan vitamin dan mineral. Maka penting untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dari sumber pangan lain, seperti aneka buah dan sayuran.

Namun jangan lantas makan nasi dan sayuran saja, karena buah dan sayuran kurang mengandung energi dan protein.

Untuk itu, Mama harus mengonsumsi pangan yang tinggi protein.

Bagaimana dengan susu? Ini adalah asupan gizi yang baik, dan mampu melengkapi kebutuhan gizi harian keluarga Mama, sehingga pola makan gizi seimbang pun terpenuhi.

Yuk, biasakan untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang sejak dini.

The Latest