TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Puber Kedua Dapat Terjadi pada Pasangan, Mitos atau Fakta?

Ketahui juga cara mengahadapi puber kedua pada pasangan!

Freepik/lookstudio

Pernikahan tidak selamanya indah, beberapa masalah bisa saja terjadi dalam rumah tangga dan membuatnya menjadi buruk.

Seiring dengan lamanya setiap pasangan menghabisi waktu bersama, maka tak dapat dipungkiri juga jika masalah akan semakin banyak timbul diantara keduanya.

MLC (Mid Life Crisis) selalu terjadi dalam konteks hubungan interpersonal, terlepas dari kapan terjadinya dan bagaimana bentuk hubungannya dengan pasangan. 

Suatu saat bisa jadi kamu dan pasangan akan tiba pada kondisi yang membingungkan ketika tiba-tiba terjadi perubahan sikap yang ekstrim sehingga mengganggu kenyamanan hubungan. 

Jika sudah begini, maka jangan pernah biarkan salah satu pasangan menghadapinya sendirian.

Hal tersebut bisa saja membuat salah satu pasangan merasa tidak nyaman dan mencari sosok baru yang dapat membuatnya lebih nyaman.

Memang, cinta merupakan hal yang rumit, bahkan ketika kita sudah memilikinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, berikut Popmama.comtelah mengulas permasalah rumah tangga yang seringkali dikaitkan dengan puber kedua pada pasangan.

Apa dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Sekedar mitos ataukah sebuah fakta?

Simak ulasannya berikut ini!

1. Apakah itu puber kedua?

Freepik/cookie_studio

Pada dasarnya, pubertas hanya terjadi pada masa remaja dan tidak akan terjadi untuk kedua kalinya pada seseorang. 

Namun, pada umumnya puber kedua seringkali dikaitkan dengan fase dimana seseorang merasa bosan dengan pasangannya dan mencari sosok lain yang dapat membuatnya lebih bersemangat.

Puber kedua sering digunakan untuk menyebut kondisi orang-orang paruh baya yang bertingkah laku kembali seperti remaja.

Dengan kata lain, puber kedua sering dikaitkan bagi orang dewasa yang sudah menikah, berubah perilakunya kembali seperti anak remaja kemudian ia melakukan perselingkuhan.

2. Mitos atau fakta?

Freepik/cookie_studio

Beberapa orang mengatakan bahwa puber kedua menjadi salah satu penyebab hancurnya rumah tangga mereka.

Namun sebenarnya, puber kedua hanyalah mitos belaka atau justru merupakan sebuah fakta?

Puber kedua sebenarnya tidak ada dalam dunia medis. Maka dapat dikatakan juga bahwa puber kedua merupakan sebuah mitos.

Meskipun dikatakan mitos, namun faktanya beberapa dari mereka terlihat lebih memperhatikan penampilan, memiliki perubahan mood yang lebih fluktuatif, lebih mudah stres, memiliki krisis kepercayaan diri, dan lebih agresif.

Pada dasarnya rasa bosan pada pasangan sehingga mencari kenyamanan pada orang lain bisa saja terjadi. Namun hal tersebut bukan dikatakan sebagai puber kedua, melainkan seseorang yang sedang mengalami fase MLC (Mid Life Crisis).

3. Bagaimana cara mengatasinya?

Freepik/svetlanasokolova

Untuk menghindari hal tersebut, maka hal terpenting yang perlu dimiliki oleh setiap pasangan adalah komitmen.

Lalu, apakah komitmen saja sudah cukup? Perhatikan juga hal berikut jika hal yang tidak diinginkan terjadi pada rumah tanggamu!

  • Fokus pada diri sendiri dan anak-anak

Tidak perlu menghabiskan waktu memikirkan bagaimana mengontrol atau mengubah sikap pasangan yang mengalami hal tersebut.

Cari kesibukan baru yang membuatmu tidak harus selalu berhubungan dengan pasangan. 

Jika suasana di rumah memanas dan tidak kondusif, sebaiknya lakukanlah hobi atau kegiatan lainnya di luar rumah, seperti bermain badminton dengan teman, aktif di organisasi, ikut kegiatan kerohanian atau menjadi sukarelawan dalam kegiatan sosial.

Ajak juga anak-anak untuk turut serta. Jangan biarkan anak-anak menjadi korban pelampiasan emosi pasangan yang sedang mengalami fase MLC.

  • Buat batasan yang jelas dengan pasangan

Jika pasangan punya affair dengan orang lain, katakan terus terang bahwa kamu tahu soal affair-nya namun kamu tidak ingin tahu detilnya dan apapun yang berhubungan dengan orang ketiga tersebut.

Jauhkan dirimu dari hubungan cinta segitiga yang akan membuat konflik semakin keruh. Biarkan pasangan menyelesaikannya sendiri.

  • Kendalikan amarah atau emosi negatif dengan cara yang sehat

Jika amarah sedang memuncak, pergilah keluar rumah atau bergabunglah dengan kelas kick boxing atau apapun yang dapat menyalurkan emosi negatifmu. 

Tidak ada gunanya untuk beradu argumen dengan suara tinggi, menangis meraung-raung, menyalahkan pasangan dan lain sebagainya. 

Orang yang sedang mengalami fase MLC tidak akan mengerti dan tidak bisa menerima pembelaan dirimu.

  • Jangan melakukan gencatan senjata dengan pasangan

Meskipun awalnya kamu dan pasangan terkenal sangat mesra dan selalu membahas masalah secara terbuka, namun pada saat fase MLC terjadi, maka semua hal akan berubah 180 derajat.

Pasanganmu tidak akan tertarik untuk membahas apa yang sedang ia alami saat ini. Kamu juga akan dipandang sebagai orang yang menjadi sumber masalahnya.

Semakin kamu berusaha untuk berdamai, ia akan semakin menjauh dan menutup diri atau bahkan semakin benci padamu. Semuanya akan menjadi super misterius!

Meskipun begitu, kamu perlu membiarkan semuanya berjalan secara alami. Pasangan akan mulai menyapamu jika ia sendiri merasa sudah siap untuk bicara dan kembali berinteraksi denganmu.

Ingat, semua akan indah pada waktunya.

  • Ambil keputusan terbaik 

Jika pasangan larut atau tenggelam  terlalu jauh dalam fase MLC,  seperti menjadi semakin terikat pada orang ketiga (jika ada affair), menghambur-hamburkan uang tanpa pertimbangan, atau bahkan menjadi abusive, maka kamu berhak untuk memilih yang terbaik bagi dirimu sendiri. 

Keputusan ada di tanganmu, apakah tetap ingin bertahan atau melepaskannya dan memulai hidup baru. Pikirkan dan pertimbangkan baik-baik sebelum mengambil keputusan.

Baca juga:

The Latest