TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

7 Kategori Kehamilan Risiko Tinggi, Jangan Dianggap Remeh ya!

Jika perlu kondisi seperti ini diperiksakan oleh dokter subspesialis fetomaternal, Ma

Freepik

Mama mungkin pernah mendengar istilah kehamilan berisiko tinggi atau pregnancy high risk. Tapi tahukah Mama apa arti dari istilah tersebut?

Kehamilan berisiko tinggi adalah kehamilan di mana Mama, janin, atau bahkan keduanya berisiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan selama kehamilan atau persalinan, jika dibandingkan dengan kehamilan biasa atau yang bukan berisiko tinggi.

Misalnya adalah Mama yang memiliki riwayat masalah kesehatan kronis seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, kondisi ini membuat Mama memiliki kehamilan berisiko tinggi, bahkan jika kondisinya terkontrol dengan baik. Demikian dikutip dari National Institute of Child Health and Human Development.

Faktor-faktor lain termasuk di antaranya seperti infeksi, cedera, dan gangguan kehamilan, juga dapat menempatkan kehamilan pada risiko tinggi.

Perempuan yang kehamilannya berisiko tinggi mungkin memerlukan perawatan khusus dan pemeriksaan rutin oleh dokter agar kesehatannya tetap terjaga. Jika perlu, lakukan konsultasi dengan dokter kandungan subspesialis fetomaternal.

Jenis perawatan khusus yang diperlukan akan bergantung pada faktor-faktor risiko spesifik, serta kesehatan keseluruhan ibu dan janin. Tapi ingat ya, hanya karena kehamilan dianggap berisiko tinggi, bukan berarti masalah tersebut pasti akan terjadi.

Dirangkum Popmama.com, berikut tujuh kondisi yang termasuk dalam kategori kehamilan risiko tinggi:

1. Punya tekanan darah tinggi

Freepik/prostooleh

Jika seorang perempuan memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak sebelum kehamilan, maka hal ini perlu diinformasikan dengan dokter saat pemeriksaan. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko berat badan lahir rendah pada bayi.

Selain itu, riwayat tekanan darah tinggi juga bisa menimbulkan risiko preeklampsia, yakni di mana tekanan darah Mama tiba-tiba meningkat mulai pada usia kehamilan 20 minggu. Oleh sebab itu, sangat penting bagi Mama untuk rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah saat kontrol ke dokter atau bidan.

Tetapi meskipun tekanan darah tinggi dapat berisiko bagi Mama dan janin, sebagian besar perempuan dengan tekanan darah tinggi tetap bisa memiliki kehamilan dan persalinan yang sehat, terutama jika tekanan darahnya tetap bisa terkendali sebelum kehamilan.

2. Ada riwayat diabetes

Freepik/xb100

Penting bagi perempuan dengan diabetes untuk mengatur kadar gula darahnya sebelum hamil dan selama kehamilan. Selama beberapa minggu pertama kehamilan, bahkan saat Mama sendiri belum tahu sedang hamil, kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan cacat lahir.

Ketika diabetes dan kadar gula darah bisa terkontrol dengan baik pun seseorang tetap berisiko mengalami perubahan metabolisme selama kehamilan, sehingga tetap dibutuhkan perawatan atau pengobatan ekstra untuk membantu proses persalinan yang sehat nantinya.

Bayi ibu dengan diabetes cenderung memiliki berat badan yang tinggi dan memiliki gula darah rendah segera setelah lahir. Itulah alasan lain bagi ibu hamil dengan diabetes perlu tetap mengontrol gula darahnya dengan ketat.

3. Memiliki penyakit autoimun

Pexels/JESHOOTS.com

Kondisi autoimun seperti lupus dan multiple sclerosis dapat meningkatkan risiko seorang perempuan untuk mengalami masalah saat kehamilan dan persalinan. Sebagai contoh, perempuan dengan lupus berisiko lebih tinggi untuk mengalami kelahiran prematur.

Sebagian mungkin menemukan bahwa gejala penyakitnya membaik selama kehamilan, sementara yang lainnya justru tidak demikian.

Obat-obatan yang umumnya digunakan untuk mengobati penyakit autoimun mungkin berbahaya bagi janin, sehingga diperlukan konsultasi rutin dan patuhi anjuran minum obat hanya dari dokter, Ma.

4. Kehamilan pertama pada usia di atas 35 tahun

Freepik/Jcomp

Pada perempuan yang pertama kali hamil pada usia di atas 35 tahun, penelitian menunjukkan bahwa mereka memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi. Hal ini jika dibandingkan dengan perempuan yang hamil pada usia lebih muda.

Beberapa masalah yang lebih berisiko untuk dialami misalnya tekanan darah tinggi, diabetes gestasional, kehamilan ektopik, persalinan dengan operasi cacesar, komplikasi persalinan seperti perdarahan berlebihan, serta gangguan genetik pada janin (termasuk di antaranya sindrom Down).

Oleh sebab itu, pada kehamilan dengan usia di atas 35 tahun, jangan lupa untuk rutin melakukan konsultasi dengan dokter ya, Ma.

5. Kecanduan minum minuman beralkohol

Pexels/Bruce Mars

Kebiasaan minum minuman beralkohol selama kehamilan dapat meningkatkan risiko bayi mengalami fetal alcohol spectrum disorders (FASD), sindrom kematian bayi mendadak, dan masalah lainnya.

FASD adalah berbagai efek pada janin yang dihasilkan dari konsumsi minuman beralkohol selama kehamilan. Efeknya mulai dari tahap ringan hingga parah, termasuk di antaranya masalah intelektual dan perkembangan; masalah perilaku; fitur wajah abnormal; dan gangguan jantung, ginjal, tulang, dan pendengaran.

FASD sepenuhnya dapat dicegah yakni dengan tidak minum minuman beralkohol saat program hamil dan selama kehamilan itu sendiri.

Selain berisiko mengalami FASD, perempuan yang kecanduan minuman beralkohol juga lebih berisiko mengalami keguguran. Saat ini, penelitian menunjukkan bahwa tidak ada jumlah minimum alkohol yang aman untuk diminum saat hamil.

Menurut sebuah penelitian yang didukung oleh National Institutes of Health (NIH), bayi berisiko mengalami masalah perkembangan jangka panjang bahkan dengan tingkat paparan alkohol yang sedikit.

6. Kehamilan dengan janin kembar

Pixabay/Karen Warfel

Kehamilan dengan janin kembar atau multiple gestations meningkatkan risiko bayi dilahirkan prematur (sebelum 37 minggu kehamilan). Konsultasi rutin dengan dokter dan pemantauan ketat selama kehamilan pun menjadi kunci penting, Ma.

Hamil dengan janin kembar tiga tau lebih juga meningkatkan kemungkinan ibu hamil perlu melewati operasi caesar.

Terlebih jika bayi lahir prematur, biasanya mereka cenderung mengalami kesulitan bernapas sehingga perlu diberikan perawatan khusus.

7. Riwayat kelahiran prematur sebelumnya

Pexels/Vidalbalielo

Perempuan dengan riwayat kelahiran prematur memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali mengalaminya pada kehamilan yang kedua. Biasanya, dokter atau bidan pun akan memantau secara ketat jika Mama memiliki riwayat ini.

Penelitian National Institute of Child Health and Human Development menunjukkan bahwa di antara ibu hamil yang berisiko tinggi mengalami persalinan prematur, pemberian progesteron dapat membantu menunda kelahiran. Tetapi hal ini harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing dan berdasarkan pemeriksaan dokter.

Demikian informasi mengenai tujuh kategori kehamilan risiko tinggi. Jangan lupa untuk rutin cek ke dokter untuk memantau kesehatan kehamilan dan juga janin ya, Ma.

Baca juga:

The Latest