Terungkap! Asal dan Bahaya Tersembunyi di Balik Baju Thrifting Impor

- Asal baju thrifting dari berbagai negara, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok
- Thrifting ramah lingkungan dan memiliki karakter unik
- Pakaian thrifting masuk lewat jalur ilegal, pemerintah siap tindak tegas
Belakangan ini, thrifting jadi tren yang digemari banyak orang karena ingin tampil modis tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Selain harganya terjangkau, pilihan pakaiannya juga unik dan sering kali terlihat seperti barang baru. Nggak heran kalau banyak yang tergoda untuk berburu pakaian bekas impor di pasar atau toko online.
Namun di balik tren seru ini, ada sisi lain yang perlu Mama waspadai. Pakaian bekas impor ternyata memiliki perjalanan panjang sebelum sampai ke tangan pembeli, dan prosesnya tidak selalu melalui jalur resmi. Selain bisa merugikan industri lokal, pakaian thrifting juga berpotensi membawa risiko kesehatan jika tidak ditangani dengan benar.
Popmama.com sudah merangkum fakta-fakta di balik baju thrifting impor yang selama ini jadi favorit banyak orang. Yuk cari tahu, Ma!
1. Asal baju thrifting yang Mama kenakan

Di balik setiap baju thrifting yang Mama temukan di pasar, ada kisah perjalanan panjang yang jarang diketahui, lho!
Sebagian besar pakaian bekas ini dikirim dari luar negeri dalam bentuk karung besar yang disebut bale. Di dalamnya berisi beragam pakaian, mulai dari kaos, kemeja, hingga jaket dan rok yang sebelumnya sudah pernah digunakan, tapi masih dalam kondisi layak pakai.
Banyak di antaranya berasal dari negara-negara dengan industri fashion besar seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Negara-negara ini dikenal cepat berganti tren, sehingga pakaian yang masih bagus sering kali berakhir di pasar barang bekas. Dari sanalah perjalanan pakaian dimulai, kemudian dikirim dalam bentuk karung besar.
Sebelum sampai di pasar thrifting Tanah Air, pakaian bekas impor ini biasanya transit terlebih dahulu di negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Negara-negara tersebut menjadi jalur distribusi utama karena memiliki pelabuhan besar dan akses perdagangan yang lebih terbuka. Dari sana, pakaian thrifting kemudian dikirim ke berbagai daerah di Indonesia dan dijual kembali dengan harga terjangkau.
2. Alasan banyak orang yang gemar thrifting

Selain karena harganya yang ramah di kantong, thrifting juga jadi tren gaya hidup baru yang lebih ramah lingkungan. Dengan membeli baju bekas, Mama ikut membantu mengurangi limbah tekstil yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun. Menurut World Bank, industri fashion menyumbang sekitar 10% emisi karbon dunia, jadi thrifting bisa jadi langkah kecil tapi berarti untuk bumi.
Nggak cuma itu, baju thrifting juga sering punya karakter unik seperti model vintage atau potongan yang sulit ditemukan di toko modern. Itulah sebabnya banyak perempuan yang gemar dan bangga pakai outfit hasil thrifting karena terlihat lebih personal dan beda dari yang lain.
3. Pakaian thrifting ternyata masuk lewat jalur ilegal, pemerintah siap tindak tegas

Mama mungkin nggak menyangka, tapi sebagian besar pakaian thrifting yang dijual murah di pasar ternyata masuk ke Indonesia lewat jalur ilegal.
Cara ini dilakukan untuk menghindari pajak, bea masuk, dan aturan impor yang sebenarnya cukup ketat. Akibatnya, negara kehilangan potensi pemasukan, sementara industri tekstil dan UMKM lokal jadi ikut merugi karena sulit bersaing dengan barang impor murah.
Pelabuhan menjadi pintu utama bagi pakaian bekas ini masuk ke tanah air. Karena itu, pemerintah kini fokus melakukan razia langsung di pelabuhan, bukan di pasar-pasar. Menurut menteri Purbaya Yudhi Sadewa, dengan menghentikan pasokan dari hulu, otomatis barang ilegal nggak akan sampai ke tangan pedagang di hilir. Langkah ini dinilai lebih efektif untuk memutus rantai penyelundupan sekaligus melindungi pelaku usaha lokal dan kesehatan masyarakat dari risiko pakaian bekas yang nggak steril.
4. Risiko kesehatan di balik pakaian thrifting yang nggak steril

Mama mungkin nggak menyangka kalau di balik harga murah dan gaya unik pakaian thrifting, ada risiko kesehatan yang perlu diwaspadai.
Asal-usul pakaian bekas impor yang tidak jelas serta proses penanganan yang kurang higienis bisa membuatnya membawa berbagai bibit penyakit.
Meski beberapa pakaian sudah dicuci di negara asal, prosesnya sering tidak terstandarisasi, sehingga jamur dan bakteri masih bisa menempel di serat kain, terutama setelah pakaian tersebut dipres rapat dalam balpres dan disimpan berbulan-bulan.
Pakaian yang terkontaminasi bisa memicu penyakit kulit seperti panu dan kurap, yang ditandai dengan rasa gatal dan bercak kemerahan.
Selain itu, bakteri seperti E.coli dan Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan iritasi, alergi, bahkan infeksi kulit seperti bisul.
Nggak cuma itu, partikel mikroskopis dari jamur atau bakteri yang menempel pada kain bisa terhirup saat pakaian digunakan, sehingga menimbulkan gangguan pernapasan, terutama bagi Mama yang punya alergi dan asma.
Ada juga risiko infeksi lain, seperti penyebaran virus HPV penyebab kutil, hingga kutu yang bisa membawa bakteri pemicu penyakit serius seperti tifoid.
Jadi, Ma, meski thrifting bisa jadi cara seru buat tampil modis tanpa boros, tetap penting untuk bijak dan waspada. Pastikan pakaian yang dibeli bersih, aman, dan tidak berasal dari impor ilegal. Dengan begitu, Mama bisa tetap stylish sambil menjaga kesehatan dan mendukung industri lokal.



















