Kenapa Metode Intermittent Fasting pada Perempuan Banyak yang Gagal?

- Tubuh perempuan lebih sensitif terhadap stres, puasa panjang, dan pembatasan kalori
- Kesalahan IF adalah fokus pada jam makan tanpa memperhatikan kualitas makanan dan pola makan yang salah
- Pola IF yang terlalu ekstrem, kurang tidur, dehidrasi, dan olahraga intensitas tinggi dapat membuat IF gagal
Banyak perempuan yang mencoba intermittent fasting (IF) karena dianggap cara mudah untuk menurunkan berat badan tanpa harus menghitung kalori. Tapi setelah beberapa minggu, hasilnya nggak selalu sesuai harapan.
Ada yang berat badannya berhenti turun, tubuh terasa lemas, bahkan siklus menstruasi jadi berantakan. Alih-alih lebih sehat, tubuh malah terasa nggak seimbang dan mudah stres.
Siapa sangka, kegagalan IF sering kali bukan karena kurang niat, tapi karena tubuh perempuan punya aturan main sendiri. Supaya lebih paham, yuk simak ulasan lengkapnya dari Popmama.com berikut ini!
Tubuh Perempuan Lebih Sensitif

Mama tahu nggak, tubuh perempuan itu jauh lebih sensitif terhadap stres, apalagi kalau sedang menjalani puasa panjang atau membatasi asupan kalori. Menurut Harvard Health Publishing, saat tubuh merasa tertekan, hormon kortisol alias hormon stres bisa meningkat, lho.
Kalau kadar kortisol tinggi terus-menerus, tubuh bisa kehilangan keseimbangan hormon lain, seperti progesteron dan estrogen. Akibatnya, muncul keluhan seperti siklus haid yang kacau, rasa lemas, bahkan kesuburan menurun.
Melansir Cleveland Clinic, sebaiknya hindari puasa panjang menjelang menstruasi. Di fase ini, kadar estrogen lagi menurun sehingga tubuh lebih sensitif terhadap stres. Jadi, pastikan tubuh tetap dapat asupan cukup supaya hormon tetap seimbang, ya, Ma.
Pola Makan yang Salah

Salah satu kesalahan terbesar saat menjalani IF adalah terlalu fokus pada jam makan, tapi mengabaikan kualitas makanan.
Menurut Cleveland Clinic, saat makan tiba, banyak orang justru balas dendam dengan makanan tinggi gula dan lemak. Padahal, hal itu bisa menghapus manfaat IF. Tubuh tetap butuh nutrisi lengkap dari protein tanpa lemak, sayur, buah, dan biji-bijian.
Sebaliknya, makan terlalu sedikit juga bisa jadi masalah. Pembatasan kalori ekstrem malah bikin tubuh panik dan menyimpan lemak lebih banyak saat makan berikutnya. IF bukan berarti menahan lapar seharian, tapi menata ulang pola makan supaya tetap seimbang dan sehat.
Terlalu Ekstrem dan Nggak Realistis

Kesalahan lain yang sering terjadi adalah menerapkan pola puasa terlalu ekstrem. Misalnya, langsung mencoba puasa 24 jam padahal baru mulai. Padahal tubuh butuh waktu untuk beradaptasi, Ma.
Idealnya, mulai dari yang ringan dulu, seperti puasa 12–14 jam semalam. Kalau tubuh sudah terbiasa, baru bisa ditingkatkan sedikit demi sedikit. Tujuan IF bukan untuk menyiksa diri, tapi menciptakan kebiasaan makan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Selain itu, kurang tidur dan dehidrasi juga bisa bikin IF gagal total. Kurang tidur dapat mengacaukan hormon nafsu makan, sedangkan kurang minum bisa bikin tubuh salah mengira haus sebagai lapar.
Olahraga intensitas tinggi di saat perut kosong juga sebaiknya dihindari. Tubuh tetap butuh bahan bakar untuk membantu proses pemulihan setelah olahraga.
Dengarkan Sinyal Tubuh

Setiap tubuh punya cara beradaptasi yang berbeda. Kalau Mama merasa cepat capek, gampang emosi, atau susah fokus, bisa jadi itu tanda tubuh sedang stres dan butuh jeda dari IF.
Perhatikan juga tanda-tanda lain seperti siklus haid yang berubah, rambut rontok, atau tidur yang terganggu. Itu semua cara tubuh memberi tahu kalau Mama perlu menyesuaikan kembali pola makan dan istirahat.
Ingat, IF bisa membawa banyak manfaat, tapi kuncinya adalah mendengarkan tubuh sendiri. Jalani dengan lembut, fleksibel, dan jangan ragu konsultasi dengan ahli gizi supaya hasilnya tetap aman dan sesuai kebutuhan Mama.
Nah, itu dia penjelasan kenapa IF kadang terasa lebih sulit buat perempuan. Nggak perlu memaksakan diri, Ma. Dengarkan tubuhmu dan jalani dengan cara yang paling nyaman!



















