IWD 2022: Peran Perempuan Penting untuk Duduk di Kursi Kepemimpinan

Sebab visi dan pandangannya bisa menolong dan menginspirasi yang lainnya

8 Maret 2022

IWD 2022 Peran Perempuan Penting Duduk Kursi Kepemimpinan
Popmama.com/Putri Syifa N
Tangkapan layar acara Women Leaders Forum 2022

Berbicara mengenai International Woman's Day 2022 ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Ini penting untuk mendukung agar perempuan didengarkan versi dirinya.

Terutama saat pandemi Covid-19, banyak perempuan dari seluruh dunia kehilangan kesempatan mereka. Apalagi masalah karier, banyak kesenjangan yang terjadi terutama di lingkungan kerja yang kebanyakan dipimpin oleh laki-laki atau male domination.

Berikut Popmama.com rangkum bagaimana peran perempuan penting untuk duduk di kursi kepemimpinan.

1. Perempuan selama pandemi Covid-19 banyak yang kehilangan kesempatan bekerja

1. Perempuan selama pandemi Covid-19 banyak kehilangan kesempatan bekerja
Instagram.com/katadataperempuan

Penny Williams PSM selaku Australian Ambassador for Indonesia mengatakan selama pandemi Covid-19 di seluruh dunia kehilangan pekerjaan. 

"Ada ketidakseimbangan terhadap perempuan dan kelompok rentan lain selama Covid-19. Biasanya perempuan bekerja di sektor informal. Disamping itu mereka juga harus mengurus anak dan menyeimbangkan dengan pekerjaan lain," tuturnya dalam webinar Women Leaders Forum 2022, Selasa (8/3/2022).

Perempuan, sebut Penny butuh rasa aman dan selamat di rumah dan di tempat ia bekerja. Ini tidak hanya memberikan ruang yang cukup tapi juga melibatkan secara aktif perempuan di berbagai kesempatan. 

"Keselamatan di pekerjaan dan rumah, memberdayakan ekonomi untuk perempuan, berpartispasi ikut dalam pengambilan keputusan, ini bisa di tingkat rumah tangga, masyarakat lokal hingga pemerintahan," pungkasnya.

Dengan begini suara dari sisi perempuan akan lebih didengar. Sebab, ada kondisi tertentu perempuan dituntut 24 jam bekerja di kantor dan di rumah.

"Kita harus terus menangani hal ini, dan mengecek data ini. Apalagi terkait keselamatan dan keamanan perempuan. Sebab bisa saja mereka tidak merasa aman, terutama soal isu kekerasan berbasis keluarga," tutur Penny.

2. Di sektor swasta, kadang perempuan tidak diberikan akses setara dengan laki-laki

2. sektor swasta, kadang perempuan tidak diberikan akses setara laki-laki
Instagram.com/iranoviarti

Dari sektor swasta sendiri, kursi kepemimpinan yang diduduki perempuan belum bisa menyamai laki-laki. Padahal kepemimpinan perempuan diperlukan untuk punya visi yang nyata mengenai kondisi tertentu yang sampai saat ini masih bias.

Faktanya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia pada 2019 saja yang mengukur partisipasi aktif laki-laki dan perempuan pada kegiatan ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan baru menunjukkan angka 75,24.

Disampaikan oleh Ira Noviarti selaku CEO dari Unilever Indonesa serta Chairman of Woman in Business Action Council B20 Indonesia Presidency, ada beberapa faktor yang memengaruhi.

"Gap terbesar yang terbesar adalah leadership development, promotion dan salary. Ini hal-hal yang bisa dibilang harus didorong untuk certain policy. Pada saat kita ada policy tersebut, sangat penting untuk kita bekerja sama secara keseluruhan," pungkasnya pada acara yang sama. 

Agenda tersebut berperan untuk memberikan akses terhadap perempuan. Lebih penting lagi di dunia digital saat ini. Sehingga tidak bisa bekerja sendiri. 

"Perlu diingat juga bahwa tidak semuanya juga berpusat pada perusahaan formal, di sisi informal sangat penting untuk mendukung perempuan untuk bisa connected and accelerate," tutur Ira.

Ira menceritakan, dari segi perempuan sendiri juga harus menunjukkan kepercayaan dirinya. Karena kadang ketika ditawari pada suatu jabatan banyak perempuan yang masih minder padahal dirinya pantas.

"Kita pantas bukan karena kita perempuan tapi karena memang value kita juga di sana. Kita harus percaya diri untuk bisa mengetahui dan memahami kursi yang diduduki itu," ucapnya.

3. Stigma pemimpin perempuan masih ada hingga sekarang

3. Stigma pemimpin perempuan masih ada hingga sekarang
Instagram.com/smindrawati

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ketika menjabat sebagai menteri perempuan pertama, ada stigma yang harus ia hadapi.

"Mereka anggap 'oh bos saya perempuan dan masih muda'. Banyak stereotyping yang muncul, 'oh kalau perempuan itu lebih emosional, nggak fokus, dia kayaknya detail jadinya bawel'. So all good treat, kayaknya menjadi negative treat kalau dibawa sama perempuan. Kalau tegas dianggapnya bossing around, detail dianggapnya bawel, kalau kita ingin perfect dianggapnya terlalu demanding," tutur Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, anggapan itu adalah tantangan yang harus dibuktikan. Jadi ujiannya adalah apakah memang bisa untuk melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik.

"Persistent, consistent tapi juga strategic dan organize menjadi sangat penting. Itu sebagai perempuan advantage, karena terbiasa jugling dengan banyak hal," tuturnya.

Sekarang dengan adanya dukungan teknologi bisa dibilang perempuan bisa leluasa jugling dengan kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Di beberapa berpusahaan juga sudah berkembang banyak kebijakan untuk mendukung perempuan untuk menyusui atau mengurus anak misalnya.

Itulah tadi peran perempuan penting untuk duduk di kursi kepemimpinan. Sebab banyak visi yang bisa membantu banyak perempuan lain.

Baca juga:

The Latest