7 Puisi Hari Ayah yang Menyentuh, Ada Karya Sastrawan Terkenal

Bisa jadi inspirasi untuk menulis puisi tentang ayah

11 November 2022

7 Puisi Hari Ayah Menyentuh, Ada Karya Sastrawan Terkenal
Freepik/Freepik

Ayah sering kali menjadi sosok pelindung dalam keluarga. Meski terkadang ayah sibuk dengan pekerjaan, tapi ia sebenarnya sosok yang peduli dengan istri dan anak-anaknya. Ia berusaha menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab, baik secara finansial maupun emosional.

Nah, di momen Hari Ayah Nasional, kamu bisa mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang sosok ayah selama ini. Salah satu caranya dengan menuliskan puisi Hari Ayah.

Lewat puisi, kamu bisa menyampaikan perasaan dengan cara yang indah. Dengan kata-kata puitis, kamu juga dapat menyentuh hati ayah.

Tak masalah bila kamu bukan sastrawan. Pada dasarnya, setiap orang bisa menulis puisi. Jika kesulitan menulis puisi, kamu bisa membaca puisi tentang ayah karya orang lain dulu sebagai inspirasi. 

Berikut beberapa contoh puisi tentang ayah yang dirangkum Popmama.com. Ada puisi karya sastrawan terkenal, seperti Chairil Anwar. 

1. Puisi Hari Ayah karya Pramoedya Ananta Toer

1. Puisi Hari Ayah karya Pramoedya Ananta Toer
Freepik/Prostooleh

"Tidak, Bapak, aku tak akan kembali ke kampung. Aku mau pergi yang jauh”

Sebenarnya, aku ingin kembali.

Pulang ke teduh matamu. Berenang di kolam yang kau beri nama rindu.

Aku, ingin kembali

Pulang menghitung buah mangga yang ranum di halaman. Memetik tomat di belakang rumah nenek.

Tapi jalanan yang jauh, cita-cita yang panjang tak mengizinkanku. Mereka selalu mengetuk daun pintu saat aku tertidur. Menggaruk-garuk bantal saat aku bermimpi.

Aku ingin kembali ke rumah, Ayah.

Tapi nasib memanggilku.

Seekor kuda sembrani datang, menculikku dari alam mimpi. Membawaku terbang melintasi waktu dan dimensi kata-kata.

Aku menyebut pulang, tapi ia selalu menolaknya. Aku menyebut rumah, tapi ia bilang tak pernah ada rumah. Aku sebut kampung halaman, ia bilang kampung halaman tak pernah ada

Maka aku menungganginya.

Maka aku menungganginya.

Menyusuri hutan-hutan jati. Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya. Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah Jawa

Arwah-arwah pekerja bergentayangan menuju ibu kota. Mencipta banjir dari genangan air mata

Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata, mata mereka menyeret banjir.

Kota yang tua telah lelah menggigil, sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi. Hujan ingin bercerai dengan banjir. Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia.

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya. Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu, seperti katamu Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya.

Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia.

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya. Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga-abadi. Di depan sana ufuk yang itu juga-abadi. Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan tangan-jarak dan ufuk abadi itu.

2. Puisi Hari Ayah karya Joko Pinurbo

2. Puisi Hari Ayah karya Joko Pinurbo
Freepik/PV Productions

Perjamuan Petang

Dua puluh tahun yang lalu ia dilepas ayahnya di gerbang depan rumahnya.
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Jangan pulang sebelum benar-benar jadi orang.”
Dua puluh tahun yang lalu ia tak punya celana yang cukup pantas untuk dipakai ke kota.
Terpaksa ia pakai celana ayahnya.
Memang agak kedodoran, tapi cukup keren juga.
“Selamat jalan. Hati-hati, jangan sampai celanaku hilang.”

Senja makin menumpuk di atas meja.
Senja yang merah tua.
Ibunya sering menangis memikirkan nasibnya.
Ayahnya suka menggerutu, “Kembalikan dong celanaku!”
Haha, si bangsat akhirnya datang.

Datang di akhir petang bersama buku-buku yang ditulisnya di perantauan.
Ibunya segera membimbingnya ke meja perjamuan.
“Kenalkan, ini jagoanku.” Ia tersipu-sipu.
Saudara-saudaranya mencoba menahan tangis melihat kepalanya berambutkan gerimis.
Ibunya segera membimbingnya ke meja perjamuan.
“Kenalkan, ini jagoanku.” Ia tersipu-sipu.
Saudara-saudaranya mencoba menahan tangis melihat kepalanya berambutkan gerimis.
“Hai, ubanmu subur berkat puisi?” Ia tertawa geli.
Di atas meja perjamuan jenazah ayahnya telentang tenang berselimutkan mambang.
Daun-daun kalender beterbangan.
“Ayah berpesan apa?” Ia terbata-bata.
“Ayahmu cuma sempat bilang, kalau mati ia ingin mengenakan celana kesayangannya: celana yang dulu kaupakai itu.”
Diciumnya jidat ayahnya sepenuh kenangan.
Tubuh yang tak butuh lagi celana adalah sakramen.
Celana yang tak kembali adalah testamen.
“Yah, maafkan aku. Celanamu terselip di tetumpukan kata-kataku.”

Editors' Pick

3. Puisi Hari Ayah karya Chairil Anwar

3. Puisi Hari Ayah karya Chairil Anwar
Freepik/Freepik

Sebuah Kamar

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia.
Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu.
"Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!"

Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!

4. Puisi Hari Ayah karya Norman Adi Satria

4. Puisi Hari Ayah karya Norman Adi Satria
Freepik/Freepik

Aku Anak Ayahku

Aku pernah mengira kau cengeng, Ayah.
Begitu tersedunya kau mengucurkan air mata
ketika ayahmu meninggalkan kita.
Bocah ingusan memang belum tanggap soal kehilangan
karena terbiasa melihat robot yang tak dapat lagi berjalan
namun masih bisa diajak main perang-perangan.

Aku juga pernah mengira kau keji, Ayah.
Begitu membabi butanya kau menghajarku
hingga babak belur dan darah dari hidungku mengucur
hanya karena aku meminta dua ratus perak
untuk membeli sebungkus batagor;
itupun masih kau tambahi dengan golok tajam
yang kau lekatkan di leherku;
bila Ibu tak buru-buru
sudah melayanglah nyawaku.

Sejak saat itu aku membencimu, Ayah!
Kita tak saling cakap selama enam tahun.
Sedikitpun aku tak pernah lagi menyapamu
kau tak pernah lagi menanyai bagaimana sekolahku.
Kita dua lelaki yang seolah bisu, benar-benar bisu
karena yang tunawicara saja masih berbicara
melalui gerak-gerik tubuhnya, sedangkan kita tidak.

Kau membiarkan aku melakukan apa saja semauku
termasuk membawa gadis dan menenggak minuman di kamarku.
Padahal ketika itu aku hanya ingin kau tegur
Aku rindu kau marahi.
Tapi mengapa kau biarkan aku mabuk
kau biarkan aku rusak
Jadi bocah nakal, calon bajingan?

5. Puisi Hari Ayah karya Riska Cania Dewi

5. Puisi Hari Ayah karya Riska Cania Dewi
Freepik/Freepik

Titip Rindu untuk Ayah

Hening malam
Serpihan-serpihan harapan datang
Merindu kau kembali bersama
Setitik harapan ingin kau kembali datang
Berkumpul bersama kami semua

Air mata menyesakkan dada
Harapan tersapu badai kekecewaan
Apa daya mengharapkan mu datang
Kau tak akan kembali sebab kau telah bersama Tuhan

Ku panggil merpati menyampaikan salam rindu dari anakmu untuk ayah tercinta.

6. Puisi Hari Ayah karya Anik Susanti

6. Puisi Hari Ayah karya Anik Susanti
Freepik/Fabrikasimf

Kekar yang Pengalah

Ada sebuah hari di mana matahari libur
Kami buta dan gelap ditinggal sebentar
Saat kau: Bapak, memutuskan bekerja jauh di luar
Anakmu serupa kapas yang kesiur

Rumah ini tak menemukan suluh cahaya
Dan jiwa ibuku berwarna layu
Engkau yang kekar tapi pengalah, mana tega
Setidaknya, pulang segera sambangi kalbu

Sesekali berbisik, bahwa
warisan hanya kitab-kitab tanggung jawab
Bukan ruah harta seperti tetangga
Bapak kami benar dalam sekejap

Figur kehidupan senantiasa mengalir
Darah itu bertabiat ilmu perilaku
Catatan sifatmu tempat menimba pikir
Seumpama air, hulu adalah dari bimbingan ayahku

Gunungkidul, 3 Maret 2017

7. Puisi Hari Ayah karya Rintanalinie Girinata Primanique

7. Puisi Hari Ayah karya Rintanalinie Girinata Primanique
Freepik/Tirachardz

Catatan Dinding Jiwa

Mencari sejati pada waktu tak terganti
Tidak temukan cela tentangmu
Seperti tidak temukan mawar hitam tanpa duri di sudut taman
Hanya remang bayang di jalan berdebu

Tertulis di lembar catatan
Engkau langit luas tak berbatas
Mengurai ribuan makna di ladang aksara
Engkau perkenalkan dunia

Membawa kehidupan juga mengajari jalan hidup
Memberi tanggungjawab juga makna lapar
Mengajari dapatkan pengalaman yang berujung pada realita
Engkau bertahta di hati dan netra

Senja tergagap daun menguning dekati musim gugur
Aku melihat cinta di tiap helai yang kautulis
Cahayamu tuntun langkah untuk senantiasa bersyukur
Kasihmu kurasa di saat engkau telah tiada
Di setiap lantunan doaku terselip namamu

Kuningan, 01 Maret 2017

Itulah 7 contoh puisi Hari Ayah yang bisa jadi inspirasi. 

Jadikan puisi-puisi tersebut sebagai pemantik ide. Setelah itu, tulis puisi kamu sendiri untuk sang ayah. Tulis dengan ketulusan agar ayah bisa merasakan cinta yang kamu sampaikan.

Baca Juga:

The Latest