“Di Indonesia karena kita tinggal di negara timur ya, kita sangat dekat dengan keluarga kita. Sudah umur tua juga masih tinggal bersama orangtua dan dengan segala beban yang dirasakan. Segala trauma yang dialami oleh orangtua kita terimbas ke kita,” kata Joko.
Joko Anwar Bagikan Trauma Keluarga dalam Legenda Kelam Malin Kundang

- Kisah film Legenda Kelam Malin Kundang menyoroti hubungan mama dan anak dari sudut pandang lebih dalam.
- Film ini mengajak penonton melihat kembali kisah klasik tentang hubungan keluarga yang penuh trauma, luka, sekaligus cinta yang tak pernah selesai.
- Joko Anwar ingin menampilkan relevansi cerita rakyat lama dengan realitas keluarga masa kini agar pesan relasi tetap bisa sampai tanpa terasa menggurui.
Sebagai salah satu sutradara papan atas Indonesia, Joko Anwar kerap menghadirkan karya yang bukan hanya menghibur, tetapi juga menyentuh sisi emosional penontonnya.
Pada acara Press Conference Official Trailer film Legenda Kelam Malin Kundang di RM Padang Merdeka Cipete, Rabu (1/10/2025), Joko mengungkapkan bahwa film yang akan tayang 27 November 2025 ini mengajak penonton melihat kembali kisah klasik mana dan anak dari sudut pandang lebih dalam, menyoroti hubungan keluarga yang penuh trauma, luka, sekaligus cinta yang tak pernah selesai.
Joko Anwar juga membagikan bagaimana proses pembuatan film Legenda Kelam Malin Kundang secara teknis dan bagaimana film ini dapat relevan dengan kehidupan generasi sekarang.
Berikut Popmama.com telah merangkum bagaimana Joko Anwar bagikan trauma keluarga dalam film Legenda Kelam Malin Kundang.
Yuk, disimak!
1. Hubungan mama dan anak sebagai pusat cerita

Konflik utama dalam film Legenda Kelam Malin Kundang tetap berakar pada kisah klasik tentang hubungan mama dan anak.
Namun, Joko Anwar menekankan bahwa film ini tidak sekadar menyajikan ulang cerita lama, melainkan mencoba memberikan lapisan baru yang lebih dekat dengan pengalaman keluarga Indonesia saat ini.
Menurutnya, relasi antara anak dan orangtua inilah yang membuat kisah Malin Kundang relevan hingga kini.
Konflik Malin dengan mamanya tidak hanya soal durhaka, tetapi juga cermin tentang bagaimana trauma, luka serta cinta dalam keluarga bisa saling bertabrakan.
2. Trauma generasi yang diwariskan

Salah satu hal yang ditekankan Joko Anwar dalam film Legenda Kelam Malin Kundang, yakni bagaimana trauma keluarga bisa menurun dari generasi ke generasi.
Ia melihat kisah Malin Kundang bukan sekadar mitos tentang anak durhaka, melainkan refleksi nyata tentang beban hidup yang diwariskan dari orangtua kepada anak-anak mereka.
“Masyarakat Indonesia seperti itu dan kita berbicara apakah generasi setelah kita layak untuk mendapatkan kebahagiaan dan terbebas dari trauma-trauma yang dialami oleh orang-orangtua kita? Itu urgensinya, kenapa kita mencoba untuk menampilkan Malin Kundang secara reinterpretasi,” tegas Joko.
Dengan cara ini, film tidak hanya menakut-nakuti penonton lewat kutukan batu, tetapi juga mengajak mereka merenung.
3. Relevansi dengan keluarga masa kini

Meski bersumber dari cerita rakyat lama, film Legenda Kelam Malin Kundang dirancang agar terasa dekat dengan realitas keluarga masa kini.
Joko Anwar menyadari bahwa cara bercerita tradisional sudah jarang digunakan, apalagi generasi muda lebih akrab dengan media visual. Oleh karena itu, ia memilih pendekatan baru agar pesan relasi tetap bisa sampai tanpa terasa menggurui.
“Jadi kita membuat film Legenda Kelam Malin Kundang itu nilainya sama. Tapi cara kita bercerita kita dekonstruksi sehingga sesuai sensitifitasnya dengan penonton sekarang,” lanjut Joko Anwar.
Joko Anwar merasa bahwa dengan pendekatan ini, kisah Malin Kundang tidak lagi sekadar dongeng pengantar tidur, melainkan karya yang bisa memantik diskusi tentang dinamika keluarga, hubungan orangtua-anak, lalu bagaimana generasi baru memahami cinta, luka, dan pengkhianatan dalam lingkaran keluarga mereka sendiri.
Itulah rangkuman soal Joko Anwar bagikan trauma keluarga dalam film Legenda Kelam Malin Kundang.



















