TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

KPAI Rilis Catatan Pelanggaran Hak Anak 2021, Apa Saja Isinya?

Pandemi Covid-19 turut meningkatkan jumlah pelanggaran hak anak di Indonesia

Freepik

Anak-anak merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan. Begitu banyak peristiwa yang memposisikan anak sebagai korban, di mana mereka masih belum memiliki kapasitas untuk melindungi dirinya sendiri dan memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Salah satunya adalah hak untuk hidup sejahtera dan mendapatkan perlindungan.

Komisi Perlindungan Anak, melalui Siaran Pers yang diterima oleh Popmama.com, merilis "Catatan Pelanggaran Hak Anak Tahun 2021 dan Proyeksi Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2022." 

Di dalam Siaran Pers tersebut, termuat beberapa hal yang penting, terutama terkait pandemi Covid-19 dan pelanggaran hak anak. Berikut rangkumannya:

1. Kebijakan nasional dalam hal perlindungan anak

Freepik/master1305 Ilustrasi

Perlindungan anak menjadi prioritas nasional. Hal ini terangkum dalam kebijakan nasional yaitu 4 Arahan Presiden yang meliputi:

  • Peningkatan peran Ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak
  • Penurunan kekerasan terhadap anak
  • Penurunan pekerja anak
  • Pencegahan perkawinan anak

2. Tren kasus pemenuhan hak anak terkait keluarga dan pandemi Covid-19

Freepik

Meski kebijakan nasional telah digaungkan dan ditindaklanjuti oleh berbagai kementrian, lembaga, serta civil society, nyatanya di lapangan masih banyak kita temui pelanggaran hak anak dengan berbagai latar belakangnya. 

Berdasarkan data pengaduan masyarakat, di tahun 2021 pelanggaran terkait pemenuhan hak maupun perlindungan khusus anak mencapai 5.953 kasus, dengan rincian kasus pemenuhan hak anak 2.971 kasus, dan perlindungan khusus anak 2.982 kasus.

Kasus pemenuhan hak anak terbanyak yang diterima KPAI adalah yang berasal dari kluster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Kasus-kasus ini didominasi oleh lima provinsi terbanyak, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan Jawa Tengah.

Mengapa kasus pemenuhan hak anak ini mengalami lonjakan ditengarai sebagai efek domino pengasuhan anak yang kurang layak akibar pandemi Covid-19 yang mempengaruhi kesejahteraan dan keharmonisan keluarga. 

Terkait dengan pandemi Covid-19, KPAI memperjuangkan vaksinasi bagi setiap anak tanpa kecuali, termasuk anak-anak yang tidak memiliki NIK dan anak yang sedang berada di dalam lembaga pembinaan khusus anak. 

3. Perkawinan anak masih tinggi

Pexels/Jeremy-wong-382920

Perkawinan anak juga menjadi sorotan KPAI karena hingga saat ini masih mencapai 10,35%. Kejadian perkawinan ini baik yang dimohonkan dispensasi kawin maupun kejadian perkawinan yang tidak tercatat. 

KPAI terus mendorong orangtua untuk terlebih dahulu mengedepankan pemenuhan hak dasar anak dan kepentingan terbaik bagi anak. 

Selan usia minimal perkawinan, KPAI mendorong segera disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah Dispenasi Kawin sebagai upaya pengetatan pelaksanaan dispensasi kawin sebagai bagian dari pencegahan perkawinan anak.

4. Tren kasus perlindungan khusus anak

Freepik/Photoroyalty

Kasus perlindungan khusus anak didominasi 6 kasus tertinggi, yaitu:

  • Anak korban kekerasan fisik (1.138 kasus)
  • Anak korban kejahatan seksual (859 kasus)
  • Anak korban pornografi dan cyber crime (345 kasus)
  • Anak korban perlakuan salah dan penelantaran (175 kasus)
  • Anak dieksploitasi secara ekonomi atau seksual (147 kasus)
  • Anak berhadap dengan hukum sebagai pelaku (126 kasus)

Yang patut menjadi perhatian khusus adalah para pelaku yang melakukan kekerasan fisik dan/atau psikis terhadap korban adalah orang yang dikenal korban, seperti teman, kenalan, orangtua, tetangga, keluarga, oknum pendidik. Hanya sebagian kecil pelaku yang tidak dikenal oleh korban. 

Kasus kekerasan fisik, psikis, dan juga kekerasan seksual yang dialami anak dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Antara lain adalah pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisifitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi rumah yang tidak ramah anak. 

5. Upaya KPAI dalam mendorong perlindungan hak anak

Freepik/tirachardz

Untuk mencegah dan menangani berbagai kasus pelanggaran hak anak, KPAI telah melakukan hal-hal berikut ini:

  • Optimalisasi pengawasan untuk memastikan stakeholder melakukan tugasnya sesuai tusi dan mengintegrasikan perspektif perlindungan anak
  • Advokasi secara reguler untuk perbaikan sistem perlindungan anak di Indonesia dan memastikan inovasi pencegahan pelanggaran terhadap anak
  • Pengawasan terhadap proses hukum terhadap kasus-kasus anak agar sejalan dengan regulasi dan semangat pemajuan perlindungan anak di Indonesia; keempat, mengoptimalkan layanan dan penanganan terhadap korban. 
  • Pencegahan kekerasan terhadap anak berbasis institusi, baik berasrama maupun non asrama dengan Kebijakan Keselamatan Anak (child safeguarding)

5. Isu strategis dan rekomendasi

Usatoday.com

Berdasarkan trend kasus dan dinamika perlindungan anak di Tahun 2021, KPAI memandang beberapa isu strategis yang perlu menjadi perhatian tahun 2022 meliputi: 

  1. Intervensi anak yang kehilangan orang tua karena pandemi covid-19.
  2. Memastikan anak mendapatkan vaksinasi untuk anak usia 6-12 dan menuntaskan vaksinasi anak usia 12-17 tahun. 
  3. Munculnya omicron di Indonesia yang menyebabkan anak rentan menjadi korban, maka pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan PTM 100% dengan mempertimbangkan dan memprioritaskan keselamatan serta kesehatan anak. 
  4. Penguatan pengasuhan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan Taman Penitipan Anak yang berkualitas dan mudah di akses. Hal ini untuk mencegah munculnya potensi berbagai kasus perlindungan anak, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.
  5. Mengupayakan hadirnya regulasi terkait pemenuhan hak anak pada orangtua berkonflik. 
  6. Memaksimalkan pencegahan perkawinan usia anak baik melalui edukasi pengetatan proses pemberian dispensasi di Pengadilan, serta menguatkan peran keluarga dan masyarakat dalam mencegah budaya perkawinan anak. Apalagi, Covid-19 juga menimbulkan potensi terjadinya perkawinan usia anak yang disebabkan berbagai faktor.
  7. Pemerintah hendaknya merumuskan strategi untuk pencegahan dan penanggulangan potensi angka putus sekolah sebagai dampak Covid-19 dan efek domino ekonomi keluarga. 
  8. Mengoptimalkan upaya-upaya pencegahan anak terpapar rokok dan sebagai perokok aktif melalui regulasi dan edukasi, serta mencegah adanya segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok.
  9. Optimalisasi kualitas layanan rehabilitasi anak korban. 
  10. Meningkatkan penguatan forum anak sebagai pelopor dan pelapor perlindungan anak.
  11. Optimalisasi perlindungan anak berbasis siber dan kejahatan transnasional melalui regulasi dan edukasi terkait.
  12. Edukasi literasi digital dengan melibatkan sekolah, keluarga, masyarakat, media, dan pihak terkait.
  13. Memastikan tanggung jawab media platform untuk mengintegrasikan etika perlindungan anak dalam layanan.
  14. Mengoptimalkan pengawasan Perlindungan Anak dari trafficking, terutama aktivitas anak di dunia siber mengingat kasus-kasus perdagangan orang saat ini banyak berbasis online. 
  15. Mendorong roadmap Indonesia bebas pekerja anak
  16. Mendorong gugus tugas TPPO bekerja lebih optimal
  17. Penguatan kapasitas aparat penegak hukum terkait perlindungan anak, termasuk perlindungan anak di dunia siber.
  18. Peningkatan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak menjadi setingkat direktorat di Bareskrim Mabes Polri dan mengupayakan adanya Unit PPA di tingkat Polsek dengan jumlah penanganan kasus anak yang tinggi. 
  19. Penguatan nilai-nilai nasionalisme dan toleransi bagi usia anak melalui berbagai pendekatan formal dan non formal. 
  20. Penguatan dan Pembentukan Lembaga Pengawas Perlindungan Anak di Daerah. 

Baca juga:

The Latest