Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Biografi RA Kartini, Tokoh Emansipasi Wanita di Indonesia

Pinterest/Diana Dindien Dindien
Pinterest/Diana Dindien Dindien

Setiap tanggal 21 April, Indonesia merayakan Hari Kartini. Momen ini bukan sekadar mengenang seorang tokoh sejarah, tetapi juga merayakan semangat emansipasi dan perjuangan perempuan Indonesia.

Di balik kebaya dan sanggul yang identik dengan peringatan Hari Kartini, ada sosok perempuan hebat yang punya pemikiran luar biasa bernama Raden Ajeng Kartini.

Nama Kartini tidak hanya dikenal di buku pelajaran sekolah, tapi juga menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan gender. Ia adalah sosok yang berani bermimpi besar di tengah keterbatasan, dan tak ragu menyuarakan suara hati perempuan Indonesia.

Kisah hidupnya penuh inspirasi, terutama bagi Mama yang ingin mengajarkan si Kecil tentang keberanian, semangat belajar, dan pentingnya memperjuangkan hak-hak diri sendiri.

Siapa sebenarnya Kartini? Seperti apa perjuangannya?

Apa yang bisa Mama ajarkan kepada si Kecil dari sosok Kartini? Berikut Popmama.com telah merangkum informasi tentang biografi RA Kartini. Simak informasinya di bawah ini.

1. Lahir dari keluarga bangsawan Jawa

Dok. Museum Nasional Kebudayaan Dunia
Dok. Museum Nasional Kebudayaan Dunia

RA Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota kecil Jepara, Jawa Tengah. Ia lahir dalam keluarga bangsawan Jawa, sehingga sejak kecil mendapat gelar "Raden Ajeng". Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah seorang bupati Jepara. Ibunya, M.A. Ngasirah, adalah istri pertama dari sang bupati, namun berasal dari kalangan rakyat biasa, yang membuat posisi sosialnya di lingkungan kerajaan agak berbeda dibanding istri lainnya.

Kartini tumbuh di lingkungan keluarga yang cukup terbuka terhadap pendidikan, terutama karena pengaruh sang ayah yang berwawasan luas. Ia pun berkesempatan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS)—sekolah elit khusus anak-anak Eropa dan bangsawan pribumi.

Di sana, Kartini belajar membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Belanda, serta mengenal budaya Barat yang jauh berbeda dengan kehidupan tradisional di sekelilingnya. Pengalaman ini menjadi titik awal terbukanya pandangan Kartini terhadap dunia luar, dan memupuk rasa ingin tahunya yang besar, terutama tentang hak-hak perempuan.

2. Terbatasnya pendidikan untuk perempuan

Dok. Museum Nasional Kebudayaan Dunia
Dok. Museum Nasional Kebudayaan Dunia

Sayangnya, kebebasan Kartini untuk belajar tidak berlangsung lama. Pada usia 12 tahun, ia harus berhenti sekolah karena menjalani masa pingitan, yaitu tradisi adat Jawa yang mewajibkan anak perempuan tinggal di rumah dan tidak diperbolehkan berinteraksi dengan dunia luar menjelang masa pernikahan.

Meski fisiknya terkurung di dalam rumah, pikiran Kartini tetap bebas. Ia tidak menyerah. Ia menggunakan waktunya untuk membaca sebanyak mungkin buku, surat kabar, dan majalah yang dikirimkan oleh sahabat-sahabatnya dari Belanda. Ia juga mulai menulis surat kepada mereka, menyampaikan isi hati, pertanyaan, dan kegelisahannya mengenai kehidupan perempuan di Indonesia.

Melalui surat-surat ini, Kartini mengungkapkan keinginannya agar perempuan bisa memiliki hak untuk sekolah, bekerja, dan memiliki kebebasan memilih masa depan. Ia merasa bahwa perempuan tidak seharusnya hanya berperan sebagai istri dan ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai individu yang bebas berpikir, bermimpi, dan berkarya.

3. Menulis sebuah surat dan menyuarkan perubahan

Zenius.net
Zenius.net

Surat-surat Kartini yang ditulis kepada sahabatnya di Belanda, terutama kepada Estelle "Stella" Zeehandelaar, menjadi bukti bahwa pemikirannya sangat maju untuk perempuan di zamannya. Ia tidak hanya sekadar curhat tentang kehidupan pribadi, tetapi juga menyampaikan gagasan besar tentang pendidikan, hak perempuan, pernikahan paksa, ketidaksetaraan, dan budaya patriarki yang ia nilai membatasi perkembangan perempuan Indonesia.

Beberapa isi surat Kartini bahkan sangat emosional dan penuh semangat perubahan. Salah satu kutipannya yang terkenal adalah:

"Apakah yang disebut mulia itu? Apa tanda kemuliaan itu? Kami menganggapnya: bekerja untuk kemajuan bangsanya adalah salah satu tanda kemuliaan."

Setelah Kartini wafat, surat-suratnya dikumpulkan dan diterbitkan dalam buku berjudul Door Duisternis tot Licht, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini kemudian menjadi salah satu karya monumental dalam sejarah perjuangan perempuan Indonesia.

4. Pernikahan dan mimpinya yang belum tuntas

Zenius.net
Zenius.net

Pada tahun 1903, Kartini menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang yang usianya jauh lebih tua. Beruntung, sang suami justru mendukung cita-cita Kartini dalam memperjuangkan pendidikan perempuan.

Setelah menikah, Kartini berhasil mendirikan Sekolah Kartini di Rembang, yang diperuntukkan bagi anak-anak perempuan agar mereka bisa belajar membaca, menulis, dan memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik. Sekolah ini menjadi salah satu warisan terbesarnya yang menunjukkan bahwa Kartini tidak hanya berbicara soal perubahan, tapi juga mewujudkannya.

Namun sayangnya, mimpi Kartini harus terhenti terlalu cepat. Pada 17 September 1904, hanya empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Kepergiannya yang begitu muda menjadi duka besar, namun semangat dan pemikirannya terus hidup hingga kini.

5. Warisan besarnya untuk perempuan Indonesia

Imdb.com/Kartini
Imdb.com/Kartini

Meskipun hidupnya singkat, pengaruh RA Kartini terhadap perempuan Indonesia sangatlah besar. Pemikirannya menjadi titik awal perjuangan panjang menuju kesetaraan gender, terutama dalam bidang pendidikan dan hak perempuan untuk menentukan hidupnya sendiri.

Berkat Kartini, lahir lebih banyak sekolah untuk perempuan di masa kolonial. Gagasannya juga menginspirasi tokoh-tokoh perempuan Indonesia lainnya untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan dan hak perempuan di berbagai bidang seperti politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Kini, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, bukan hanya sebagai bentuk penghormatan, tetapi juga sebagai momen refleksi bagi perempuan Indonesia, terutama para Mama untuk terus belajar, berkembang, dan memberi dampak positif di lingkungan sekitar.

Itulah informasi mengenai biografi RA Kartini. Kisah hidup RA Kartini membuktikan bahwa suara seorang perempuan bisa membawa perubahan besar, bahkan melintasi zaman. Di balik segala keterbatasan yang dihadapinya, Kartini memilih untuk terus berpikir, menulis, dan bermimpi demi masa depan perempuan Indonesia.

Share
Topics
Editorial Team
Rayhan Fairuz SA
Novy Agrina
Rayhan Fairuz SA
EditorRayhan Fairuz SA
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Contoh & Ciri Gerak Manipulatif dalam Olahraga, Materi PJOK Kelas 4 SD

04 Des 2025, 18:38 WIBBig Kid