5 Faktor Risiko Penyakit Menular Seksual, Edukasi Anak Mama

Masa remaja adalah waktu penting dalam perkembangan setiap anak, termasuk anak-anak Mama. Di tengah rasa ingin tahu yang besar dan perubahan yang terjadi, penting bagi Mama untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang tepat, terutama tentang risiko penyakit menular seksual (PMS).
Edukasi sejak dini akan membantu anak remaja Mama memahami bahaya yang dapat mengancam kesehatan reproduksi dan masa depan mereka, sekaligus membangun sikap bertanggung jawab dalam menjaga diri.
Dengan pemahaman yang baik, Mama dapat memulai obrolan penting ini di rumah, memberikan perlindungan ekstra bagi buah hati, dan memastikan mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat dan cerdas dalam mengambil keputusan soal kesehatan.
Melalui artikel ini, Popmama.com akan mengajak Mama untuk mengenal 5 faktor risiko utama penyakit menular seksual yang perlu diajarkan kepada anak-anak remaja.
Mari bersama-sama menciptakan lingkungan aman dan edukatif demi masa depan anak yang lebih cerah.
1. Memiliki atau berganti-ganti pasangan seksual

Memiliki atau berganti-ganti pasangan seksual meningkatkan risiko terkena penyakit menular seksual karena setiap pasangan baru bisa membawa risiko infeksi yang berbeda-beda.
Ketika seseorang memiliki banyak pasangan, kemungkinan bertemu dengan pasangan yang terinfeksi PMS pun menjadi lebih besar.
Jika salah satu pasangan terinfeksi, penyakit tersebut bisa ditularkan tanpa disadari, terutama jika hubungan seksual dilakukan tanpa pengaman seperti kondom.
Selain itu, orang yang berganti-ganti pasangan cenderung memiliki paparan lebih luas terhadap berbagai virus atau bakteri penyebab PMS, seperti HIV, gonore, sifilis, dan human papillomavirus (HPV).
Paparan terus-menerus ini meningkatkan peluang menularkan penyakit ke pasangan berikutnya, sehingga risiko penyebaran semakin tinggi.
Mama bisa mengajarkan anak-anaknya bahwa memilih untuk setia kepada satu pasangan dan mengenal riwayat kesehatan pasangan sangat membantu mengurangi risiko tertular penyakit menular seksual.
2. Tidak menggunakan pengaman saat berhubungan seksual

Ketika berhubungan seksual tanpa pengaman, ada risiko besar virus atau bakteri penyebab PMS masuk ke dalam tubuh melalui kontak langsung dengan cairan tubuh seperti darah, air mani, dan cairan vagina pasangan.
Kondom berfungsi sebagai penghalang fisik yang mencegah pertukaran cairan tersebut, sehingga melindungi dari infeksi berbagai penyakit menular seksual seperti HIV, gonore, sifilis, herpes genital, klamidia, dan HPV yang bisa menyebabkan kanker serviks.
Selain itu, seks tanpa kondom meningkatkan risiko penularan PMS karena infeksi dapat terjadi meskipun pasangan tidak menunjukkan gejala atau tidak menyadari dirinya terinfeksi.
Tanpa kondom, kontak langsung antar kulit dan selaput lendir memudahkan virus dan bakteri berkembang biak dan masuk ke tubuh.
Mama bisa mengajarkan anak-anaknya bahwa menggunakan kondom saat berhubungan seksual adalah bentuk perlindungan diri yang sangat penting.
Dengan pemahaman ini, mereka diharapkan dapat mengambil keputusan yang bijak, menjaga diri, dan bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.
3. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran diri

Ketika anak remaja tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang PMS, mereka menjadi kurang sadar akan cara penyakit ini menular, tanda-tanda gejala, serta konsekuensi kesehatan jangka panjang yang bisa terjadi.
Kurangnya informasi membuat mereka lebih mudah melakukan perilaku berisiko, seperti berhubungan seksual tanpa pengaman, berganti-ganti pasangan, atau tidak memeriksakan diri ketika ada gejala. Hal ini karena mereka tidak menyadari bahayanya dan pentingnya pencegahan.
Selain itu, kesadaran diri yang rendah berarti anak remaja belum memiliki kontrol yang baik atas keputusan dan perilaku seksualnya.
Mereka mungkin terpengaruh oleh tekanan teman sebaya, lingkungan, atau faktor emosional tanpa memahami konsekuensi kesehatan yang nyata.
Kurangnya kesadaran ini juga membuat mereka cenderung tidak menggunakan alat pelindung seperti kondom atau tidak mencari informasi medis ketika diperlukan.
Edukasi yang kurang atau tidak memadai di sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial kerap menyebabkan stigma atau rasa malu membicarakan topik seksual, sehingga makin memperdalam kebingungan dan ketidaktahuan anak tentang PMS.
Padahal, edukasi yang tepat dan terbuka sejak dini sangat penting untuk membangun kesadaran dan pengetahuan agar anak-anak remaja bisa mengambil keputusan yang bijak dan bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri.
4. Pengaruh alkohol, narkoba, dan lingkungan

Alkohol dan narkoba dapat menurunkan kemampuan kontrol diri anak remaja. Saat berada di bawah pengaruh zat-zat ini, mereka cenderung membuat keputusan yang kurang bijak, termasuk melakukan hubungan seksual tanpa pengaman seperti kondom atau dengan berganti-ganti pasangan.
Selain itu, penggunaan narkoba suntik juga berisiko menularkan PMS langsung melalui penggunaan jarum suntik bergantian yang terkontaminasi, termasuk virus HIV dan hepatitis.
Lingkungan yang mendukung pergaulan bebas, kurangnya pengawasan orang tua, dan paparan konten yang tidak edukatif mengenai seksualitas dapat membuat anak remaja mudah terpengaruh melakukan perilaku berisiko.
Tekanan dari lingkungan teman sebaya yang menganggap seks bebas atau penggunaan narkoba sebagai hal biasa juga dapat menurunkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap risiko PMS.
Mama bisa mengajarkan anak-anaknya bahwa menjauhi alkohol dan narkoba serta memilih lingkungan yang sehat dan positif sangat penting untuk melindungi diri dari risiko PMS.
Selain itu, penting juga untuk membangun komunikasi terbuka di rumah agar anak merasa nyaman bertanya dan mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan seksual.
5. Tidak melakukan tes kesehatan secara rutin

PMS sering kali tidak menunjukkan gejala apa pun pada awalnya, sehingga anak remaja bisa saja sudah terinfeksi tanpa menyadarinya.
Jika tidak rutin melakukan tes kesehatan, infeksi tersebut bisa berkembang dan menyebabkan komplikasi serius seperti infertilitas, nyeri kronis, hingga peningkatan risiko kanker tertentu.
Dengan melakukan pemeriksaan rutin, infeksi PMS bisa dideteksi sejak dini, sehingga anak Mama bisa segera mendapatkan pengobatan yang tepat sebelum penyakit menjadi parah dan menyebar.
Tes rutin juga membantu memastikan bahwa anak Mama menjaga kesehatan reproduksinya dengan baik dan bisa mengambil langkah pencegahan yang diperlukan.
Selain itu, melakukan tes secara berkala juga meningkatkan kesadaran anak remaja akan pentingnya kesehatan seksual dan membantu mereka lebih bertanggung jawab dalam menjaga diri.
Ketika sudah tahu status kesehatannya, anak juga dapat menghindari perilaku berisiko dan melindungi orang-orang di sekitarnya.
Mama bisa mengajarkan anak bahwa melakukan tes kesehatan secara rutin adalah bagian penting dari menjaga kesehatan diri, sama halnya dengan menjaga kebersihan dan makan makanan sehat. Ini adalah langkah preventif yang sangat berguna untuk masa depan mereka.
Nah Ma, itulah beberapa faktor risiko penyakit menular seksual, edukasi seksual sejak dini dapat mencegah risiko-risiko tersebut terjadi. Lindungi anak Mama dengan edukasi sejak dini.



















