Kisah Sa’ad bin Abi Waqash Sahabat Nabi dan Penakluk Persia

- Sa’ad bin Abi Waqash, sahabat Rasulullah SAW, pejuang tangguh yang ikut berjihad di seluruh peperangan.
- Menunjukkan cintanya yang besar kepada Rasulullah SAW hingga siap mengorbankan jiwa dan hartanya demi membela beliau.
- Dikenal sebagai salah satu pemanah terhebat, memiliki doa yang mustajab, dan menolak kedudukan dan kekuasaan.
Saad bin Abi Waqqash merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan keteguhan hati, keberanian, dan kemampuannya dalam memanah. Sejak muda, ia menunjukkan kedewasaan dalam bersikap dan tidak tertarik pada kebiasaan jahiliah. Kecintaan dan kedekatannya kepada Rasulullah SAW membuatnya tumbuh sebagai sosok yang kuat, sabar, serta selalu siap membela kebenaran.
Dalam sejarah Islam, kisah Saad bin Abi Waqqash mencatat banyak peran penting. Ia termasuk orang yang pertama memeluk Islam, menjadi penjaga Rasulullah, hingga dikenal sebagai pemanah pertama yang membela kaum muslimin di jalan Allah. Keberaniannya di medan perang, kesederhanaannya dalam hidup, serta doa-doanya yang mustajab membuat namanya dikenang sebagai salah satu sahabat yang istimewa.
Kali ini, Popmama.com merangkum perjalanan kisah Saad bin Abi Waqqash, mulai dari awal kehidupannya hingga keteladanan yang ia tinggalkan. Yuk, simak rangkaian ceritanya berikut ini!
Awal Kehidupan dan Masuk Islamnya

Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang kisah hidupnya penting untuk diketahui dan diteladani oleh seluruh kaum muslimin. Beliau termasuk salah satu sahabat mulia yang menjadi sepuluh orang yang dijanjikan surga. Sa’ad adalah pejuang tangguh yang ikut berjihad bersama Rasulullah SAW di seluruh peperangan yang diikuti beliau, dan juga dikenal sebagai pahlawan dalam pertempuran Qadisiyyah.
Sa’ad lahir di Makkah dan memiliki keturunan yang mulia. Ayahnya bernama Abu Waqash Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah, dari Bani Zuhrah. Selain itu, Sa’ad bin Abi Waqash juga merupakan paman dari Rasulullah SAW dari jalur ibu. Rasulullah SAW mencintai dan membanggakan Sa’ad sebagai pamannya. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu:
“Dahulu kami duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datanglah Sa’ad bin Abi Waqash, maka Rasulullah bersabda, ‘Ini adalah pamanku, maka siapa yang mau mengabarkan padaku pamannya.’” (HR. Al-Hakim dalam Mustadrak)
Sejak muda, Sa’ad sudah menunjukkan kematangan seorang dewasa dan kebijaksanaan seorang yang lebih tua. Di usia yang masih muda, ia tidak senang dengan keadaan masyarakat jahiliah yang penuh kegelapan dan hatinya merindukan sosok yang bisa menuntun manusia keluar dari kegelapan tersebut. Pemuda lain mungkin menghabiskan waktunya untuk bermain, tetapi Sa’ad lebih banyak menghabiskan waktu untuk merawat busur, menajamkan anak panah, dan berlatih memanah, seakan-akan mempersiapkan dirinya untuk sesuatu yang besar.
Ketika Rasulullah SAW diutus, hidayah Allah masuk ke dalam hati Sa’ad bin Abi Waqash sehingga ia masuk Islam. Proses masuk Islam Sa’ad tidak berjalan mulus, karena ibunya menentang keislamannya dan berusaha memaksanya meninggalkan agama Islam. Bagi seorang pemuda yang berbakti kepada orang tua, cobaan ini sangat berat. Ibunya mengancam untuk tidak memberi makan dan minum sampai Sa’ad meninggalkan Islam, bahkan jika beliau meninggal, ia akan dianggap sebagai pembunuh ibunya.
Melihat ibunya yang lemah karena tidak makan dan minum, Sa’ad menjawab:
“Wahai ibunda! Ketahuilah, demi Allah, jika Anda memiliki seratus nyawa dan keluar nyawa tersebut satu per satu, tidak akan aku tinggalkan agamaku. Jika engkau mau, makanlah atau jangan makan.” Setelah melihat keteguhan Sa’ad, ibunya pun akhirnya makan. (HR. Muslim)
Cobaan ini kemudian diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, Surah Al-Ankabut ayat 8:
“Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya memaksamu mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak memiliki ilmu tentangnya, janganlah engkau patuhi mereka. Hanya kepada-Ku kalian kembali, lalu Aku akan memberitahukan apa yang telah kalian kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 8)
Sa’ad sebagai Penjaga Nabi

Sa’ad bin Abi Waqash menunjukkan cintanya yang besar kepada Rasulullah SAW hingga ia siap mengorbankan jiwa dan hartanya demi membela beliau. Rasa cintanya begitu mendalam sehingga ia selalu bersedia menjaga Rasulullah. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha:
“Suatu malam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak bisa tidur dan berkata, ‘Seandainya ada seorang lelaki saleh dari sahabatku yang menjagaku malam ini.’ Aisyah berkata, ‘Kami mendengar suara senjata.’ Maka Rasulullah bertanya, ‘Siapa itu?’ Sa’ad bin Abi Waqash menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah, saya datang untuk menjagamu.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tidur hingga terdengar suara dengkurannya.” (HR. Bukhari)
Orang Pertama yang Melesatkan Panah di Jalan Islam

Latihan memanah yang dilakukan Sa’ad sejak muda terbukti sangat bermanfaat. Beliau dikenal sebagai salah satu pemanah terhebat dan tercatat sebagai orang pertama yang melesatkan anak panah di jalan Allah. Dikisahkan oleh Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasulillah:
“Sa’ad radhiyallahu ’anhu adalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Dari Zuhri, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus pasukan, termasuk Sa’ad bin Abi Waqash, ke daerah Hijaz yang bernama Rabi’ di sebelah Juhfah. Kaum musyrikin menyerang kaum muslimin, dan pada saat itu Sa’ad melindungi mereka dengan anak panahnya. Inilah pertempuran pertama dalam Islam.” (Sirah li Ibni Hisyam, 1: 594–595)
Doa Sa’ad yang Mustajab

Di antara keutamaan Sa’ad bin Abi Waqash adalah Allah menganugerahkan kepadanya doa yang mustajab. Hal ini karena barakah dari doa Rasulullah SAW terhadap Sa’ad. Rasulullah SAW mendoakan Sa’ad:
“Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika ia berdoa kepada-Mu.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu contoh mustajabnya doa Sa’ad terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Ada seorang yang menjelek-jelekkan Sa’ad, yaitu Usamah bin Qatadah. Ia menuduh bahwa Sa’ad tidak memimpin pasukan, tidak membagikan pembagian secara adil, dan menjadi hakim yang tidak benar. Mendengar tuduhan tersebut, Sa’ad mendoakannya dengan tiga hal:
“Ya Allah, jika hambamu ini berbohong, berdiri karena riya’ dan sum’ah, panjangkanlah umurnya, panjangkanlah kefakirannya, dan jerumuskanlah ia pada fitnah.” (HR. Bukhari)
Seiring waktu, doa Sa’ad pun terealisasi. Orang tersebut hidup sangat tua hingga alisnya menutupi kedua matanya, dan di pinggir jalan ia mengedipkan mata kepada para perempuan.
Zuhud Sa’ad terhadap Kepemimpinan

Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu meyakini bahwa semua kenikmatan selain kenikmatan surga hanyalah fatamorgana, dan semua siksaan selain siksa neraka adalah ringan. Oleh karena itu, ia hanya memiliki ambisi untuk meraih surga. Meskipun ia merupakan sahabat mulia dan paman Rasulullah SAW, ia tidak mengharapkan jabatan sebagai pemimpin, bahkan menolak kedudukan dan kekuasaan.
Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bahwa ayahnya, Sa’ad, sedang menggembala kambingnya, lalu datang anaknya, Umar. Ketika melihat Umar, Sa’ad berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari keburukan pengendara ini.” Ketika sampai padanya, Umar berkata, “Wahai ayahku, apakah ayah rida menjadi orang pedalaman menggembala kambing, sementara orang-orang berebut kekuasaan di Madinah?” Lalu, Sa’ad menepuk dada Umar dan berkata:
“Diamlah, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla mencintai hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan kaya secara tersembunyi.’” (HR. Muslim).
Itulah kisah Sa’ad bin Abi Waqash, sahabat mulia, pemanah andal, dan penakluk Persia yang meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW.
FAQ Seputar Kisah Sa’ad bin Abi Waqash
| Hikmah apa yang dapat kalian pelajari dari perilaku Nabi Muhammad SAW? | Dengan meneladani Nabi Muhammad SAW, kita belajar untuk tetap teguh dalam iman, bersikap adil dan bijaksana, serta memaafkan dengan tulus. Hikmah-hikmah ini akan membantu kita menjalani kehidupan yang lebih baik, penuh kedamaian, dan rahmat Allah SWT. |
| Apakah Abu Thalib disiksa di neraka? | Abu Thalib, paman Nabi ﷺ, memang banyak berjasa membela dakwah Rasulullah ﷺ, namun karena ia wafat dalam keadaan tidak beriman, tetap menjadi penghuni neraka. Meskipun ia disiksa dengan cara yang "paling ringan", yaitu hanya menggunakan sepasang sandal dari api neraka, tetapi panasnya tetap membuat otaknya mendidih. |
| Kenapa Abu Thalib tidak mau mengucapkan syahadat? | Menurut Al-Barzanji, keengganan Abu Thalib mengucapkan kalimat syahadat pada detik-detik kewafatannya karena khawatir akan keselamatan Nabi Muhammad, mengingat pada saat itu ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah al-Makhzumi, dua tokoh kafir Quraisy yang cukup berpengaruh. |



















