Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Hati-hati, Ini 3 Dampak Membentak Anak yang Wajib Orangtua Tahu!

ilustrasi balita di cilacap tewas
Freepik

Sebagai orangtua, kita pasti pernah merasa kewalahan dan kehabisan kesabaran menghadapi tingkah laku anak. Tak jarang suara meninggu dan bentakan pun tanpa sadar keluar di hadapan mereka.

Saat suara kita mulai meninggi pada anak, kebanyakan orangtua mungkin berpikir ini cara cepat agar anak mendengarkan dan menuruti ucapan Mama atau Papa. Padahal, kebiasaan ini justru bisa meninggalkan luka yang dalam bagi perkembangan psikologis anak, lho.

Biar nggak salah lagi dalam menghadapi anak, berikut Popmama.com rangkumkan tiga dampak dari kebiasaan membentak anak yang perlu orangtua waspadai.

1. Membuat anak jadi sulit mendengarkan

boy watching film on laptop
Freepik

Alih-alih membuat anak mau mendengarkan dan menurut, orangtua yang kerap membentak anaknya justru bisa membuat mereka "tunarungu" secara psikologis, lho.

Maksudnya, mereka yang sering dibentak oleh orangtuanya akan terbiasa hanya merespons suara keras. Hal ini membuat otak mereka mengasosiasikan nada tinggi sebagai satu-satunya sinyal yang harus diperhatikan.

Teriakan yang mereka dengar membuat sistem sarafnya berada dalam mode "waspada" terus-menerus, sehingga tubuhnya pun bereaksi seolah-olah sedang menghadapi ancaman, alih-alih merasa aman.

Kalau anak merasa seperti ini, otaknya pun lama kelamaan belajar untuk hanya menanggapi suara keras. Akibatnya, instruksi atau perkataan yang lembut dan normal justru diabaikan karena dianggap nggak penting oleh otak mereka, Ma.

2. Memicu masalah mental anak

kesehatan mental anak
Freepik

Bukan sekadar meninggikan volume suara, bentakan juga jadi serangan emosional yang langsung menyasar pusat rasa takut di otak anak, yaitu amigdala.

Amigdala sendiri fungsinya mirip seperti alarm pendeteksi bahaya. Jadi, kalau alarm sering diaktifkan oleh teriakan dan ketegangan, ini akan terus menyala bahkan dalam situasi yang sebenarnya aman.

Mengutip dari American Academy of Pediatrics, paparan stres toksik, termasuk agresi verbal, dapat mengganggu perkembangan arsitektur otak anak.

Mereka akan tumbuh dalam kondisi waspada berlebihan, sulit merasa tenang, mudah cemas, dan sulit memercayai orang lain, bahkan orangtuanya sendiri.

Dalam jangka panjang, kondisi ini meningkatkan kerentanan mereka terhadap gangguan kecemasan, depresi, dan rasa rendah diri.

3. Menciptakan siklus hidup negatif

boy sleeping leaning on table
Freepik

Anak adalah peniru ulung. Jadi, cara kita menghadapi stres dan kemarahan hari ini, sangat mungkin akan ditiru oleh anak di masa depan. Termasuk ketika Mama dan Papa membentak anak.

Maksudnya, sebagai peniru ulung nanti mereka akan belajar dengan mengamati dan mencontoh orangtuanya. Kalau terlampau sering melihat orangtuanya menyelesaikan masalah dengan berteriak, maka mereka akan menganggap itu adalah cara yang normal dan acceptable.

Tanpa disadari, siklus bentakan ini akan diwariskan pada anak dan memicu perilaku hidup negatif di kemudian hari, seperti melakukan hal serupa pada lingkungan pertemanannya atau bahkan saat mereka jadi orangtua.

Dari pemahaman dampak bentakan pada anak ini tentunya menjadi pengingat bagi kita untuk melakukan komunikasi yang baik dengan anak.

Seringkali anak berhenti mendengarkan bukan karena patuh, tapi karena takut. Jika kita ingin anak kita tumbuh menjadi pendengar yang baik dan pribadi yang lembut, maka kuncinya ada pada kita.

Mari bicara dengan hati, bukan dengan nada tinggi. Tunjukkan kelembutan lebih dulu, karena anak bukanlah cermin dari kata-kata kita, melainkan cermin dari perilaku kita sehari-hari.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Contoh & Ciri Gerak Manipulatif dalam Olahraga, Materi PJOK Kelas 4 SD

04 Des 2025, 18:38 WIBBig Kid