9 Cara Mencegah Tantrum Anak, Ketahui dari Sekarang!

Tantrum pada anak merupakan salah satu fase perkembangan yang wajar, namun bisa sangat menguras emosi dan energi bagi para Mama.
Ledakan emosi yang ditunjukkan si Kecil melalui menangis keras, berteriak, atau bahkan melempar barang seringkali membuat Mama merasa kewalahan dan bingung cara mengatasinya.
Namun, Mama harus memahami bahwa tantrum adalah cara si Kecil mengekspresikan frustasinya.
Karena anak belum mampu mengomunikasikan kebutuhan atau keinginannya dengan baik, tantrum menjadi langkah pertamanya dalam menghadapi situasi ini.
Mencegah tantrum jauh lebih efektif daripada menanganinya setelah terjadi. Dengan memahami pemicu tantrum dan menerapkan strategi pencegahan yang tepat, Mama dapat membantu si Kecil mengembangkan kemampuan regulasi emosi yang lebih baik.
Anak-anak yang telah belajar mengelola emosi sejak dini telah terbukti memiliki kesehatan mental yang lebih stabil di masa depan.
Berikut ini, Popmama.com telah merangkum 9 cara mencegah tantrum anak, agar hubungan Mama dan si Kecil menjadi lebih harmonis.
1. Pahami penyebab tantrum pada anak

Tantrum umumnya terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan emosional si Kecil dengan kemampuannya untuk mengekspresikan perasaan tersebut.
Menurut American Academy of Pediatrics, anak usia 1-4 tahun masih dalam tahap perkembangan bahasa dan emosional, sehingga tantrum menjadi cara alami mereka mengomunikasikan ketidaknyamanan.
Beberapa pemicu umum tantrum juga meliputi kelelahan, kelaparan, rasa bosan, perubahan rutinitas, atau keinginan mendapatkan perhatian.
Mama perlu mengamati pola perilaku si Kecil untuk mengidentifikasi pemicu spesifik yang sering memicu tantrum.
Dengan memahami akar penyebabnya, Mama dapat mengambil langkah pencegahan yang lebih tepat sasaran untuk mencegah ledakan emosi tersebut terjadi.
2. Ciptakan rutinitas yang konsisten

Rutinitas yang terstruktur dan bisa diprediksi memberikan rasa aman bagi si Kecil, yang sangat penting untuk mencegah tantrum.
Dilansir dari National Childbirth Trust, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan rutinitas harian yang konsisten memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan lebih mudah mengelola emosi.
Mama dapat membuat jadwal harian yang mencakup waktu makan, tidur siang, bermain, dan aktivitas lainnya pada jam yang relatif sama setiap hari.
Pastikan rutinitas ini fleksibel namun dapat diprediksi oleh si Kecil. Ketika anak sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, ia akan merasa lebih tenang dan tidak mudah terpicu untuk tantrum.
Libatkan juga si Kecil dalam membuat rutinitas dengan memberikan pilihan sederhana, seperti memilih baju atau mainan, agar anak mama merasa memiliki kontrol dalam hidupnya.
3. Pastikan kebutuhan dasar anak terpenuhi

Kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan istirahat yang cukup adalah fondasi penting dalam mencegah tantrum.
Anak yang lapar atau lelah memiliki kemampuan regulasi emosi yang sangat terbatas. Mama perlu memastikan si Kecil mendapat nutrisi seimbang dengan jadwal makan yang teratur, tidak menunda waktu makan terlalu lama.
Sediakan camilan sehat seperti buah-buahan atau biskuit gandum untuk mencegah penurunan gula darah yang bisa memicu mood swing.
Selain itu, pastikan si Kecil mendapat tidur yang cukup sesuai usianya. Anak 1-2 tahun membutuhkan 11-14 jam, dan anak usia 3-5 tahun harus tidur selama 10-13 jam per hari.
Kualitas tidur yang baik akan membantu si Kecil lebih stabil secara emosional sepanjang hari.
4. Ajarkan nama-nama emosi

Tantrum sering terjadi karena si Kecil belum mampu mengekspresikan keinginan atau perasaannya dengan kata-kata.
Mama dapat mengajarkan si Kecil kosakata emosi sederhana seperti "sedih," "marah," "lelah," atau "lapar" untuk membantu mereka memberi nama pada perasaannya.
Gunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah saat mengajarkan kata-kata emosi agar si Kecil lebih mudah memahami.
Menurut University of Washington, anak-anak yang diajarkan kosakata emosi sejak dini akan memiliki kemampuan regulasi emosi yang lebih baik.
Berikan juga apresiasi ketika si Kecil berhasil mengkomunikasikan perasaannya dengan kata-kata, bukannya tantrum, sehingga ia termotivasi untuk terus menggunakan cara komunikasi yang lebih baik.
5. Berikan si Kecil kesempatan untuk memilih

Anak-anak memiliki kebutuhan alami untuk merasa memiliki kontrol atas hidup mereka, dan ketika kontrol ini terancam, tantrum bisa terjadi.
Mama dapat memberikan pilihan terbatas yang sesuai dengan usia si Kecil untuk membantu mereka merasa memiliki kekuatan dalam mengambil keputusan.
Misalnya, "kamu mau pakai baju merah atau biru hari ini?" atau "mau makan pisang atau apel untuk camilan?"
Memberikan pilihan membantu anak merasa dihargai dan mengurangi perlawanan. Pastikan pilihan yang diberikan adalah hal-hal yang Mama bisa terima hasilnya, jangan berikan pilihan yang sebenarnya tidak boleh dilakukan si Kecil.
Cara ini tidak hanya mencegah tantrum, tetapi juga membantu mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan si Kecil dalam mengambil keputusan.
6. Kenali dan hindari pemicu tantrum

Setiap anak memiliki pemicu tantrum yang berbeda-beda, sehingga Mama perlu melakukan observasi untuk mengidentifikasi situasi atau kondisi yang sering memicu ledakan emosi si Kecil.
Catat dalam jurnal harian kapan tantrum terjadi, apa yang sedang dilakukan si Kecil sebelumnya, kondisi lingkungan, dan faktor lain yang mungkin berpengaruh.
Pemicu umum bisa meliputi transisi aktivitas, tempat yang terlalu bising atau ramai, interaksi dengan anak lain, atau ketika keinginan tidak dipenuhi.
Setelah mengidentifikasi pola, Mama dapat mengambil langkah preventif seperti memberikan warning sebelum aktivitas selesai dengan berkata "lima menit lagi kita pulang dari taman," menghindari tempat ramai saat si Kecil lelah, atau mempersiapkan distraksi ketika harus melakukan aktivitas yang tidak disukai si Kecil.
Karena mencegah tantrum jauh lebih mudah daripada menenangkan anak yang sedang tantrum.
7. Gunakan teknik distraksi dan pengalihan perhatian

Teknik distraksi merupakan salah satu cara paling efektif untuk mencegah tantrum, terutama pada anak usia batita yang mudah teralihkan perhatiannya.
Ketika Mama melihat tanda-tanda awal tantrum seperti anak mulai rewel atau menunjukkan frustasi, segera alihkan perhatian mereka ke hal lain yang menarik.
Nyanyikan lagu favorit si Kecil, tunjukkan sesuatu di luar jendela, atau ajak bermain permainan sederhana seperti "cilukba".
Menurut penelitian dari Child Development journal, pengalihan perhatian paling efektif dilakukan pada tahap awal ketika emosi anak belum mencapai puncak.
Siapkan kotak berisi mainan kecil, buku, atau aktivitas yang bisa digunakan saat bepergian untuk mengalihkan perhatian si Kecil ketika mulai menunjukkan tanda-tanda akan tantrum.
Teknik ini membantu memutus siklus emosi negatif sebelum berkembang menjadi tantrum yang memusingkan.
8. Berikan pujian dan motivasi positif

Penguatan positif adalah kunci untuk mendorong perilaku baik si Kecil dan mencegah tantrum di masa depan.
Ketika si Kecil berhasil mengelola emosi dengan baik, menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan perasaan, atau mengikuti instruksi tanpa tantrum, berikan pujian yang spesifik dan tulus.
Namun, hindari mengatakan hal seperti "anak pintar" untuk memujinya, Mama bisa mengatakan "Mama bangga karena kamu bisa bilang kalau kamu sedih tadi, bukan menangis keras-keras."
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sering mendapat penguatan positif untuk perilaku baik cenderung mengulangi perilaku tersebut.
Berikan perhatian yang berkualitas ketika si Kecil berperilaku baik, bukan hanya saat ia bermasalah. Mama juga bisa menggunakan sistem reward sederhana seperti sticker chart untuk anak, namun pastikan fokus utama tetap pada pujian verbal dan quality time bersama.
9. Ciptakan lingkungan yang mendukung regulasi emosi

Lingkungan fisik dan emosional yang mendukung sangat berperan penting dalam mencegah tantrum si Kecil.
Ciptakan ruang yang tenang di rumah sebagai safe space tempat si Kecil bisa menenangkan diri ketika merasa kelelahan atau overstimulasi.
Ruang ini bisa berisi bantal empuk, boneka kesayangan, atau buku-buku favorit. Pastikan rumah tidak terlalu bising atau chaos, karena overstimulasi dapat memicu tantrum pada anak yang sensitif.
Dilansir dari Cleveland Clinic, menurut Dr. Stuart Shanker, ahli self-regulation, anak-anak memerlukan lingkungan yang tenang dan teratur untuk dapat mengembangkan kemampuan regulasi diri.
Mama juga perlu menjadi role model dalam mengelola emosi. Tunjukkan bagaimana cara mengatasi frustasi dengan tenang, karena anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada yang mereka dengar.
Ketika Mama mampu tetap tenang dalam situasi sulit, si Kecil akan belajar bahwa ada cara lain selain tantrum untuk mengatasi masalah.
Itulah 9 cara mencegah tantrum anak. Semoga bermanfaat, Ma!



















