- Tetap tenang saat anak tantrum, jangan terpancing emosi.
- Alihkan perhatian anak dengan aktivitas baru.
- Gunakan kalimat sederhana untuk menamai emosi, misalnya “kamu sedang marah, ya?”.
- Tetapkan rutinitas harian agar anak merasa lebih aman dalam kesehariannya.
10 Fase yang Dialami Anak Sebelum Usia 5 Tahun, Kenali dari Sekarang!

Masa balita merupakan periode emas dalam pertumbuhan anak, di masa ini, anak mama mengalami berbagai perubahan pesat, baik secara fisik, kognitif, maupun emosional.
Dalam kurun waktu lima tahun pertama, si Kecil pasti menunjukkan perilaku yang membingungkan orangtua.
Mulai dari tantrum, banyak bertanya, hingga memiliki teman imajiner. Perlu Mama pahami bahwa semua hal itu merupakan fase normal dari proses tumbuh kembangnya.
Setiap fase ini penting untuk dipahami agar orangtua bisa memberikan respon yang tepat dan mendukung perkembangan anak secara sehat.
Menurut American Academy of Pediatrics, lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa kritis di mana dasar keterampilan sosial, emosi, dan kemampuan berpikir mulai terbentuk.
Oleh karena itu, mengenali fase perkembangan anak yang akan terjadi sebelum usia 5 tahun akan membantu orangtua lebih sabar, memahami kebutuhan si Kecil, sekaligus membangun ikatan yang kuat dengan anak.
Berikut telah Popmama.com rangkum 10 fase yang dialami anak sebelum usia 5 tahun.
1. Terrible Two (Usia 2 Tahun)

Fase Terrible Two sering menjadi tantangan besar bagi orangtua. Pada usia sekitar 2 tahun, anak mulai menunjukkan tantrum, sering rewel, dan keinginan untuk dituruti terus.
Tantrum terjadi karena anak belum mampu mengekspresikan emosi dengan kata-kata. Dalam frustasinya, si Kecil akan lebih mudah meluapkannya lewat tangisan, teriakan, atau berguling di lantai.
Kondisi ini adalah hal yang normal karena anak mama sedang belajar mengenali perasaan sekaligus menguji aturan dalam lingkungannya.
Meski terlihat melelahkan, fase ini merupakan bagian penting dari perkembangan emosi anak.
Dengan pendekatan yang tepat, si Kecil akan belajar untuk mengendalikan emosinya sedikit demi sedikit, serta memahami bahwa tidak semua keinginannya bisa langsung dipenuhi.
Cara menghadapi fase Terrible Two:
2. Threenager (Usia 3 Tahun)

Istilah Threenager menggambarkan anak usia 3 tahun yang sudah mirip remaja, keras kepala, penuh kemauan, dan sering menolak arahan.
Menurut Child Mind Institute, pada usia ini, anak sedang mengembangkan rasa otonomi yang kuat. Mereka ingin menunjukkan kemampuan mandiri sekaligus menguji kendali atas lingkungannya.
Meski kadang membuat orangtua kewalahan, fase ini penting untuk dialami si Kecil, agar anak mama belajar untuk mengambil keputusan dan membangun rasa percaya diri.
Cara menghadapi fase Threenager:
- Berikan pilihan, bukan instruksi, agar anak merasa dilibatkan.
- Gunakan aturan konsisten tanpa perlu berteriak.
- Validasi perasaan anak dengan empati.
- Hindari perdebatan yang panjang, alihkan dengan aktivitas positif.
3. Shadow Phase (Usia 2–3 Tahun)

Disebut Shadow Phase karena anak bertingkah seperti bayangan yang selalu menempel pada orangtuanya. Mereka ingin ikut ke mana pun orangtua pergi.
Hal ini merupakan bagian dari kecemasan terhadap perpisahan (separation anxiety) yang umum terjadi di usia 2–3 tahun.
Rasa cemas ini muncul karena anak merasa orangtua adalah sumber utama rasa aman. Itulah sebabnya si Kecil sulit berpisah dengan Mama.
Fase ini sebenarnya menandakan ikatan yang sehat antara anak dan orangtua, tetapi jika tidak diarahkan, si Kecil bisa tumbuh menjadi pribadi yang terlalu bergantung pada orangtua.
Cara menghadapi fase Shadow:
- Berikan pelukan atau kata kata menenangkan ketika anak gelisah.
- Latih kemandirian perlahan, misalnya bermain sebentar tanpa orangtua.
- Tinggalkan anak dengan pamit singkat agar ia tahu Mama akan kembali.
- Sediakan benda transisi, seperti boneka atau selimut favorit.
4. No Phase (Usia 2–3 Tahun)

Di fase ini, anak cenderung menolak hampir semua permintaan dengan jawaban, “nggak mau!”
Penolakan ini bukan semata-mata sikap nakal atau membangkang, melainkan tanda bahwa anak sedang menguji batas kemandiriannya.
Si Kecil sedang menguji sejauh mana Mama akan memberinya izin untuk bertindak.
Cara menghadapi fase No:
- Hindari memaksa, berikan pilihan yang sesuai aturan.
- Ajarkan kata alternatif selain “tidak”, seperti “nanti ya”.
- Tetap konsisten pada aturan penting, meskipun anak menolak.
- Beri apresiasi saat anak mau bekerja sama.
5. Why Phase (Usia 2–4 Tahun)

Fase ini ditandai dengan pertanyaan tanpa henti dari anak, terutama menggunakan kata “kenapa?”
Rasa ingin tahu si Kecil sedang berkembang dengan sangat pesat sehingga apa pun yang dilihat atau didengar akan memicu pertanyaan.
Dalam teori perkembangan kognitif, anak dalam usia praoperasional, yaitu 2–7 tahun, sedang berada pada tahap di mana si Kecil memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk mengeksplorasi dunia.
Cara menghadapi fase Why:
- Jawab pertanyaan dengan bahasa sederhana dan jelas.
- Jika tidak tahu jawabannya, cari bersama lewat buku atau internet.
- Gunakan kesempatan ini untuk mengenalkan pengetahuan baru.
- Tetap sabar dan jangan mengabaikan rasa ingin tahu anak.
6. Bossy Phase (Usia 3–5 Tahun)

Anak dalam fase ini cenderung suka mengatur, bahkan mengatur orangtua. Si Kecil sering menuntut sesuatu harus dilakukan dengan cara mereka.
Sikap ini muncul karena anak sedang mengembangkan keterampilan sosial sekaligus rasa percaya diri.
Anak usia prasekolah mulai bereksperimen dengan peran sosial, termasuk mencoba menjadi seorang pemimpin dalam lingkungannya.
Hal ini sebenarnya wajar karena si Kecil ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki kendali.
Namun, jika dibiarkan tanpa arahan, sikap bossy bisa berkembang menjadi kebiasaan untuk sulit berkompromi atau kurang peka pada orang lain.
Cara menghadapi fase Bossy:
- Ajarkan cara berbicara sopan ketika meminta sesuatu.
- Buat aturan tentang bergiliran dan berbagi.
- Berikan contoh menghargai pendapat orang lain.
- Berikan pujian saat anak mau mendengarkan atau kompromi.
7. Copycat Phase (Usia 3–4 Tahun)

Pada fase ini, anak suka meniru segala sesuatu yang dilihat dan didengar. Menurut American Psychological Association, anak belajar banyak melalui observasi dan imitasi.
Si Kecil menyerap informasi dari lingkungan terdekatnya, terutama dari orangtua, saudara, atau pengasuh. Itulah mengapa sikap, ucapan, bahkan ekspresi kecil yang ditunjukkan orang dewasa bisa dengan cepat ditiru oleh Si Kecil.
Fase ini sebenarnya sangat penting, karena anak menggunakan peniruan sebagai cara utama untuk memahami bahasa, keterampilan sosial, dan kebiasaan sehari-hari.
Namun, anak juga berpotensi untuk meniru perilaku negatif, misalnya berbicara kasar atau kebiasaan buruk yang mereka lihat.
Cara menghadapi fase Copycat:
- Jadilah role model dengan menunjukkan perilaku positif.
- Batasi tontonan yang tidak sesuai usia.
- Gunakan kesempatan ini untuk menanamkan kebiasaan baik.
- Koreksi dengan lembut jika anak meniru perilaku yang kurang tepat.
8. Imaginary Friend Phase (Usia 3–5 Tahun)

Tidak jarang anak di usia ini memiliki teman imajiner yang hanya bisa dilihat atau diajak bicara.
Menurut penelitian dari University of Washington, memiliki teman imajiner adalah hal yang wajar dan justru menunjukkan kreativitas.
Anak menggunakan teman khayalan ini untuk mengekspresikan perasaan, mengatasi kesepian, atau sebagai upaya untuk memahami dunia sosial di sekitarnya.
Orangtua tidak perlu khawatir selama anak masih bisa membedakan kenyataan dan imajinasi.
Justru, keberadaan teman imajiner bisa dijadikan sarana untuk mengajarkan nilai positif, seperti berbagi, sopan santun, atau empati.
Cara menghadapi fase Imaginary Friend:
- Hargai cerita anak tentang teman imajinernya.
- Gunakan teman imajiner sebagai alat untuk mengajarkan nilai positif.
- Jangan mengejek atau meremehkan khayalan anak.
- Ajak anak bermain dengan teman yang nyata agar imajinasi tetap seimbang.
9. Fournado (Usia 4 Tahun)

Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai mandiri, tetapi juga sering menampilkan drama berlebihan. Fase Fournado disebut demikian karena emosi anak bisa meledak-ledak layaknya badai tornado.
Anak usia 4 tahun memiliki imajinasi sangat aktif dan kemampuan bahasa yang sedang berkembang dengan lebih pesat.
Namun, karena belum sepenuhnya mampu mengatur emosi, si Kecil menjadi pribadi yang mudah marah, menangis, atau merasa kecewa.
Cara menghadapi fase Fournado:
- Ajarkan anak teknik menenangkan diri, misalnya menarik napas atau menyebut benda-benda yang ada di sekitarnya.
- Gunakan humor atau cerita singkat untuk meredakan drama.
- Hindari memberi respons berlebihan pada ledakan emosi.
- Puji perilaku positif agar si Kecil termotivasi untuk mengulanginya.
10. Independence Phase (Usia 4–5 Tahun)

Menjelang usia 5 tahun, anak biasanya mulai menunjukkan keinginan untuk lebih mandiri. Mereka ingin melakukan banyak hal sendiri, seperti menyikat gigi, memakai baju, menuang minum, atau memilih mainan.
Perkembangan keterampilan motorik halus dan kasar di usia ini membuat anak lebih percaya diri untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan.
Cara menghadapi fase Independence:
- Beri kesempatan anak untuk mencoba sendiri, meski hasilnya belum sempurna.
- Bangun kebiasaan sederhana secara rutin, seperti merapikan mainan.
- Puji setiap usaha dan proses mandiri anak, bukan hanya hasilnya.
- Jangan langsung memberi bantuan, tunggu sampai anak meminta.
Itulah 10 fase yang dialami anak sebelum usia 5 tahun. Pastikan Mama selalu menghadapi dan memahami tindakan si Kecil dengan penuh empati, ya!



















