5 Hal yang Tidak Disukai Anak 3 Tahun, Sering Jadi Pemicu Emosi!

Di usia 3 tahun, si Kecil sedang berada pada tahap pertumbuhan yang pesat, baik secara fisik, emosional, maupun kognitif.
Daftar tahapan perkembangan yang dirilis oleh Centers for Disease Control and Prevention, mengungkap bahwa anak usia 3 tahun sedang berkembang dalam berbagai aspek.
Yaitu sosial/emosional, bahasa/komunikasi, kognitif, serta gerak/fisik. Hal ini memberi gambaran jelas bahwa perkembangan di usia ini meliputi banyak domain sekaligus, yang menandakan cepatnya pertumbuhan secara menyeluruh.
Pada usia ini, mulai timbul keinginan dalam diri anak mama untuk mandiri, mencoba banyak hal baru, dan pada saat yang sama, si Kecil belum sepenuhnya mampu mengendalikan emosi.
Kondisi ini membuat orangtua terkadang memiliki ekspektasi yang berlebihan terhadap perilaku anak,
si Kecil sering dituntut untuk bersikap baik dan patuh, padahal anak usia 3 tahun belum mengembangkan kemampuan tersebut secara sempurna.
Penting bagi orangtua untuk memahami bahwa usia tiga tahun adalah masa anak berproses mengenal aturan, batasan, serta belajar dari pengalaman.
Menuntut anak mama untuk bersikap layaknya orang dewasa hanya akan memicu rasa frustasi pada Mama dan anak.
Sebaliknya, dengan menyesuaikan ekspektasi, orangtua bisa lebih sabar dan responsif menghadapi tingkah laku si Kecil.
Berikut telah Popmama.com rangkum 5 hal yang tidak disukai anak 3 tahun, lengkap dengan cara menyikapinya.
1. Tidak suka terlalu sering disuruh

Pada usia tiga tahun, si Kecil mulai memiliki dorongan kuat untuk mandiri.
Anak mama ingin mencoba melakukan banyak hal sendiri tanpa terlalu banyak campur tangan orangtua.
Itulah sebabnya, ketika terlalu sering diberi instruksi, baik berupa larangan maupun perintah, si Kecil bisa menunjukkan perlawanan.
Rasa bahwa si Kecil memiliki kendali atas diri sendiri juga sangat penting untuk membangun kepercayaan diri.
Menurut American Academy of Pediatrics, membiarkan anak mengambil keputusan sederhana seperti memilih baju atau camilan sehat dapat melatih rasa tanggung jawab sejak dini.
Orangtua bisa menyiasatinya dengan memberi pilihan, bukan hanya instruksi.
Misalnya, daripada berkata, “pakai baju ini sekarang,” cobalah menawarkan, “kamu mau pakai baju merah atau biru hari ini?” Cara ini tetap memberikan arahan pada si Kecil sekaligus menghargai pertumbuhan kemandirian anak.
2. Sulit menghadapi perpisahan dengan orangtua

Bagi anak usia tiga tahun, berpisah dengan orangtua, meski hanya sebentar, bisa memicu kecemasan. si Kecil belum sepenuhnya mengerti konsep waktu dan batas, sehingga perpisahan terasa menakutkan.
Rasa kehilangan ini sering diekspresikan dengan menangis, tantrum, atau menempel terus pada orangtua. Psikolog perkembangan anak menjelaskan bahwa hal ini adalah bagian wajar dari separation anxiety.
Untuk membantu si Kecil, Mama bisa membangun rutinitas perpisahan yang konsisten, misalnya selalu melambaikan tangan, memberi pelukan singkat, lalu pergi tanpa berlama-lama.
Penting juga untuk menepati janji saat kembali agar anak merasa aman dan percaya bahwa orangtua tidak benar-benar meninggalkannya.
Melatih kemandirian secara bertahap, misalnya dengan menitipkan anak sebentar pada anggota keluarga lain, juga dapat membantu mengurangi kecemasan ini.
3. Belum bisa sepenuhnya menerima teguran

Disiplin adalah kebiasaan yang penting, tetapi bagi anak usia tiga tahun, aturan merupakan sesuatu yang masih baru dan membingungkan.
Si Kecil masih belajar memahami perbedaan antara benar dan salah, sehingga teguran atau hukuman keras bisa terasa sangat menyakitkan.
Anak usia dini lebih efektif belajar melalui konsistensi dan contoh dibandingkan hukuman. Ketika anak melakukan kesalahan, gunakan bahasa sederhana untuk menjelaskan alasannya, lalu tawarkan alternatif perilaku yang lebih baik.
Misalnya, daripada hanya berkata “jangan lempar mainan!” orangtua bisa menambahkan, “kalau mau main bola, kita lemparnya di luar ya.”
Dengan cara ini, anak mama tidak hanya tahu apa yang dilarang, tetapi juga belajar pilihan yang tepat.
Pendekatan positif ini akan menumbuhkan rasa aman sekaligus mempercepat pemahaman anak terhadap aturan.
4. Tidak nyaman saat terburu-buru

Bagi orang dewasa, terlambat mungkin sudah menjadi hal sepele yang bisa dikejar dengan sedikit bergegas. Namun, bagi anak usia tiga tahun, terburu-buru justru bisa menimbulkan tekanan besar!
Si Kecil masih memproses banyak hal dengan ritme yang lebih lambat, mulai dari memakai sepatu, makan, hingga membereskan mainan.
Menurut penelitian yang dimuat dalam Journal of Early Childhood Research, anak yang sering dipaksa cepat cenderung merasa frustrasi dan mudah tantrum.
Mama perlu menyadari bahwa menghargai ritme anak adalah bagian dari proses belajarnya. Agar lebih efisien, siapkan waktu lebih longgar sebelum aktivitas rutin, seperti berangkat sekolah atau jalan-jalan.
Libatkan juga anak mama dalam persiapan, misalnya dengan memberi tanggung jawab kecil seperti membawa botol minum sendiri. Dengan begitu, si Kecil bisa belajar disiplin tanpa merasa ditekan.
5. Sulit berbagi dengan teman sebaya

Di usia tiga tahun, konsep berbagi masih sangat sulit dipahami. Bagi si Kecil, mainan atau benda favorit adalah simbol kepemilikan yang penting, sehingga permintaan untuk berbagi bisa memicu kemarahan anak.
Rasa kepemilikan ini merupakan tahap normal yang membantu anak memahami identitas diri. Memaksa si Kecil untuk berbagi justru dapat menimbulkan rasa kehilangan dan frustrasi.
Sebagai gantinya, Mama bisa mencontohkan perilaku berbagi dalam keseharian. Misalnya, dengan mengatakan, “Mama mau berbagi kue sama kamu, sekarang kamu mau berbagi sedikit dengan Mama?”
Selain itu, berikan anak kesempatan memilih benda mana yang bersedia ia pinjamkan pada teman. Cara ini membuat anak merasa dihargai sekaligus belajar bahwa berbagi adalah pilihan positif, bukan paksaan.
Itulah 5 hal yang tidak disukai anak 3 tahun. Dengan pemahaman dan kesabaran orangtua, kemampuan si Kecil untuk mengatasi hal-hal ini akan berkembang seiring bertambahnya usia.



















