Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
ilustrasi korupsi anak
Pexels/Kaboompics.com

Intinya sih...

  • Anak perlu diajarkan bahwa uang harus dikelola dengan tanggung jawab, bukan sebagai simbol kekuasaan atau cara mudah untuk mendapatkan segalanya.

  • Orangtua yang menekankan gengsi daripada tanggung jawab finansial dapat membentuk mentalitas koruptif pada anak.

  • Pola asuh yang membenarkan "jalan pintas" atau menekankan hasil akhir tanpa memperhatikan proses juga bisa menjadi bibit korupsi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Korupsi seringkali dianggap sebagai masalah yang hanya terjadi di lingkungan kerja atau birokrasi. Namun, rupanya bibit-bibit perilaku koruptif ini sebenarnya bisa tumbuh sejak dini di dalam rumah dan melalui pola asuh orang tua. 

Yap, menurut mama Diana Dwi lewat Instagramnya @dinnadiana__ kebiasaan di rumah dapat membentuk mentalitas yang berujung pada praktik korupsi di kemudian hari? 

Berikut Popmama.com rangkum bagaimana didikan orangtua bisa bentuk budaya korupsi ke anak.

1. Uang sebagai simbol kekuasaan, bukan tanggung jawab

Pixabay/WonderfulBali

Menurut mama Diana Dwi ada beberapa hal yang bisa ditarik dari anggapan anak terhadap uang. Hal itu mesti diajarkan orangtua ke si Kecil sebagai bagian dari pengenalan terhadap fungsi uang di lingkungan sosial.

Jika anak sejak kecil melihat uang sebagai simbol kekuasaan dan cara untuk mencapai segalanya ini bisa jadi bermasalah. 

Anak semestinya melihat uang sebagai alat yang harus dikelola dengan tanggung jawab. Jika tidak, ia berpotensi tumbuh menjadi pribadi yang manipulatif. 

Orangtua yang mengajarkan anak bahwa "uang adalah segalanya" atau bisa menyelesaikan masalah tanpa perlu usaha, anak akan tidak akan belajar kesalahan dan konsekuensi. 

"Di tingkat dewasa, mentalitas asal aman ini bisa berkembang menjadi praktik mark-up, menyuap, atau bermain dua buku laporan untuk keuntungan pribadi, karena mereka tidak pernah diajari esensi integritas dalam pengelolaan finansial," jelas Diana di unggahannya.

2. Penting gengsi dibanding tanggung jawab finansial

Ilustrasi tumpukan uang (unsplash.com/Mufid Majnun)

Selain itu, anak juga bisa melihat dari contoh orangtua yang menganggap uang di kehidupan sehari-harinya. Bagi mereka yang lebih menekankan gengsi seperti: "jangan kalah gaya sama tetangga" daripada tanggung jawab finansial "bayar utang tepat waktu, sisihkan tabungan" juga berkontribusi pada pembentukan mentalitas koruptif. 

"Anak akan belajar bahwa uang adalah simbol status sosial dan pengakuan, bukan amanah yang harus dijaga dan dikelola dengan bijak," ujar Diana.

Sehingga ketika dewasa, anak mungkin bisa menggunakan uang untuk pamer kekuasaan dan mempertahankan citra, bahkan jika itu berarti harus menempuh jalur korupsi. Keinginan untuk terlihat kaya atau memiliki status tinggi dapat mendorongnya melakukan hal-hal yang melanggar etika dan hukum demi memenuhi gaya hidup atau mempertahankan gengsi di mata masyarakat.

3. Melihat "jalan pintas" di atas proses, terciptalah budaya KKN

Freepik/wirestock

Selanjutnya, Diana juga membahas mengenai pola asuh yang membenarkan "jalan pintas" atau menekankan hasil akhir tanpa memperhatikan proses. Ini juga bisa menjadi bibit korupsi. 

Contohnya, jika orangtua membiarkan anak menyontek demi ranking, atau bahkan menggunakan "orang dalam" untuk mendapatkan kemudahan dalam urusan birokrasi, anak akan belajar bahwa hasil lebih penting daripada kejujuran dan usaha.

Kebiasaan seperti ini di masa dewasa bisa meningkat menjadi korupsi jabatan atau penyalahgunaan wewenang. Mereka akan merasa wajar untuk memanfaatkan koneksi atau kekuasaan demi mencapai tujuan. Sudah sejak kecil mereka terbiasa melihat bahwa "jalan belakang" adalah cara efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

4. Tidak pernah ada pendidikan literasi dan disiplin finansial

Freepik/Wirestock

Banyak anak yang tidak diajari mengelola uang jajan, menabung, atau membuat pilihan antara kebutuhan dan keinginan. Sehingga mereka tumbuh tanpa disiplin finansial. 

Ketika sudah memiliki penghasilan sendiri, dorongan konsumtif mereka sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Untuk memenuhi gaya hidup yang mahal atau tuntutan sosial, korupsi menjadi jalan pintas yang dianggap solusi. 

Kurangnya pemahaman tentang perencanaan keuangan dan pentingnya menabung membuat mereka rentan terhadap godaan untuk mendapatkan uang dengan cara instan, sekalipun itu melanggar hukum. Pendidikan finansial yang kuat sejak dini sangat krusial untuk mencegah mentalitas ini.

Diana menekankan, budaya korupsi tidak dibentuk dalam satu malam. Untuk anak, pembentukan integritas dimulai dari rumah. Jika anak diajarkan bahwa uang adalah tanggung jawab yang harus dikelola dengan baik, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas. 

Namun, jika mereka melihat uang sebagai power semata dan diajari berbagai "jalan pintas", maka budaya korupsi akan terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Editorial Team