"Sebenarnya, orang yang disebut toxic itu tidak selalu secara sadar berniat menjadi orang seperti itu. Kadang dia tidak menyadari kalau yang dilakukan itu termasuk toxic," tutur Nirina Zubir saat sesi Popmama Talk.
Nirina Zubir Bicara Soal Orangtua Toxic yang Sering Disebut Gen Z

- Toxic mother: perilaku orangtua yang menciptakan stres emosional berkelanjutan, dapat merusak perkembangan mental dan fisik jangka panjang.
- 'Red flags' dan bahasa emosi di Gen Z dipuji Nirina Zubir: istilah-istilah ini membantu menetapkan batasan dalam hubungan dan memahami pola emosi.
- Bahasa emosi yang beragam bagian dari dinamika memahami Gen Z, membuka jalan agar tidak terjebak kesalahpahaman lintas generasi.
Di era digital saat ini, istilah seperti "toxic mother", "red flags", dan ragam slang Gen-Z sudah tak asing lagi. Istilah itu banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Generasi yang lebih dulu, misalnya Gen Y dan milenial pun kini berupaya memahami istilah-istilah ini agar bisa lebih tanggap dengan pola dinamika hubungan modern. Termasuk Nirina Zubir, ia menyebut banyak belajar soal POV (point of view) mengenai dunia Gen Z di film Tinggal Meninggal lho.
Kepada Popmama.com, Nirina Zubir menceritakan pendapatnya soal istilah-istilah tersebut, termasuk perannya di film Tinggal Meninggal sebagai toxic mother!
1. Toxic mother: lebih dari sekadar label

Istilah toxic mother merujuk pada perilaku orangtua yang pola asuhnya menciptakan stres emosional berkelanjutan. Dikutip dari Very Well Mind, efek toxic parenting termasuk rusaknya perkembangan mental, stres, hingga masalah fisik jangka panjang.
Peran Nirina Zubir di film Tinggal Meninggal sebagai Mama Gema digambarkan sebagai orangtua yang toxic. Namun, karena kurang pengetahuan dan perbedaan generasi, Mama Gema 'tidak sadar' dirinya toxic sepanjang film.
2. 'Red flags' dan bahasa emosi di Gen Z dipuji Nirina Zubir

Istilah seperti red flag, green flag, dan bahkan beige flag merupakan cara cepat untuk membaca pola hubungan yang sehat atau berbahaya. Misalnya, red flags merupakan tanda hubungan yang berisiko secara emosional, sementara beige flag menunjukkan kebiasaan netral yang hanya unik, bukan berbahaya.
Memahami istilah ini membantu kita menetapkan batasan dan mengenali kapan sebuah relasi seharusnya dipertahankan atau diwaspadai.
Nirina Zubir mengaku baru pertama kali mendengar banyak istilah yang dikaitkan dengan emosi seseorang. Awalnya ia bingung, tetapi seiring waktu ini jadi bahan belajar untuknya agar bisa terjun dan memahami anak-anak, terutama Gen Z dan Gen Alpha.
"Sekarang itu ada istilah untuk hampir semua perbuatan, situasi, atau apa pun. Toxic mother misalnya, bukan cuma soal hubungan ibu-anak saja, tapi juga ada istilah seperti relationship, red flag, dan banyak lagi. Generasi yang bukan Gen Z pun sekarang perlu belajar lagi, misalnya tentang hate language," jelasnya.
3. Bahasa emosi yang beragam: Jadi pemahaman baru generasi sebelum Gen Z

Bahasa slang yang sedang tren, seperti “ghosting”, “love bombing”, atau “rizz”—bukan hanya seru buat diikuti, tetapi juga mencerminkan dinamika komunikasi modern. Istilah slang ini muncul dari komunitas tertentu dan berkembang cepat melalui media sosial.
Mungkin generasi sebelum Gen Z, belajar memahami istilah-istilah ini membuka jalan agar tidak terjebak kesalahpahaman. Ini juga menjadi cara agar tetap bisa berempati saat berdialog lintas generasi.
"Contohnya, menanyakan kabar anak setiap kali anaknya gajian. Dulu, hal itu mungkin dianggap wajar sebagai bentuk perhatian. Tapi sekarang, persepsinya bisa berbeda. Kami yang bukan Gen Z ini belajar bahwa hidup memang tidak pernah berhenti mengajarkan hal-hal baru. Dulu, istilah-istilahnya lebih sederhana," tutur Nirina Zubir.
Menurut Nirina Zubir, dulu, setidaknya di generasi yang sama dengannya tidak banyak istilah yang digunakan untuk mengelaborasi perasaan secara kompleks. Namun, saat ini banyak istilah yang bisa menjelaskan macam-macam emosi dengan bahasanya sendiri.
"Kami jadi lebih mengerti lagi soal hal-hal ini, karena semua bisa dijelaskan. Sebagai generasi yang berbeda kami jadi melihat, mendengar dan belajar lagi," pungkasnya.
Itulah tadi informasi tentang Nirina Zubir yang membahas soal orangtua toxic, istilah yang kini sering digunakan Gen Z. Cara ini menjadi langkah Nirina untuk mengenal generasi di bawahnya, sehingga bisa lebih paham pola pikir dan bahasa mereka.
POPMAMA TALK Agustus 2025 - Nirina Zubir
Aktris
Senior Editor - Novy Agrina
Editor - Onic Metheany & Denisa Permataningtias
Content Writer - Putri Syifa Nurfadilah & Sania Chandra Nurfitriana
Script - Sania Chandra Nurfitriana
Social Media - Irma Erdiyanti
Photographer - Hari Firmanto
Videographer - Hari Firmanto


















